Pembangunan Syiah Kuala Islamic Center, Langkah Mewujudkan Aceh Bermartabat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Usman Lamreung, akademisi sekaligus pengamat politik dari Aceh. Foto: Dokumen untuk dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada), visi dan misi kandidat menjadi faktor krusial yang memengaruhi persepsi dan harapan masyarakat. Muzakir Manaf dan Fadhlullah, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh, telah memperkenalkan salah satu program unggulan mereka, yaitu pembangunan Syiah Kuala Islamic Center.
Program ini tidak hanya sekadar proyek infrastruktur, tetapi juga diharapkan menjadi simbol peradaban Islam di Aceh, serta pusat perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya Islam di wilayah tersebut.
Usman Lamreung, akademisi sekaligus pengamat politik dari Aceh, menilai bahwa program ini merupakan langkah besar untuk mewujudkan Aceh yang Islami, maju, dan bermartabat.
“Syiah Kuala Islamic Center adalah terobosan penting dalam mengarahkan pembangunan Aceh ke jalur yang lebih tegas dalam memperkuat peradaban Islam,” ungkap Usman kepada Dialeksis.com, Sabtu, 28 September 2024.
Menurutnya, program ini tidak hanya mencakup dimensi keagamaan, tetapi juga memiliki potensi besar dalam mendorong sektor ekonomi, pariwisata, dan sosial.
“Jika terwujud, Islamic Center ini dapat menjadi pusat manasik haji dan peradaban Islam di Aceh. Tidak hanya itu, ia akan berfungsi sebagai destinasi wisata religi yang mampu menarik wisatawan dari berbagai daerah, bahkan internasional. Dampak dari pembangunan ini tidak hanya terasa dari sisi budaya dan agama, tetapi juga pada peningkatan investasi, pembukaan lapangan kerja, dan pendapatan daerah yang signifikan,” jelas Usman.
Pembangunan Syiah Kuala Islamic Center juga diharapkan membawa dampak positif terhadap pemanfaatan sumber daya lokal.
Selain menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, proyek ini diharapkan dapat menggairahkan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) di sekitarnya, mulai dari penyediaan kebutuhan wisatawan hingga produk-produk lokal yang dapat menjadi oleh-oleh khas Aceh.
Namun, Usman menegaskan bahwa keberhasilan realisasi program ini sangat bergantung pada dukungan politik yang kuat.
"Kandidat harus mampu membangun komunikasi yang efektif dengan pemangku kepentingan di berbagai tingkatan, mulai dari pemerintah daerah hingga pusat. Dukungan dari partai politik yang kuat, terutama di level nasional, akan sangat menentukan kelancaran koordinasi lintas kementerian dan lembaga terkait," jelasnya.
Dengan posisi Fadhlullah sebagai calon wakil gubernur yang memiliki akses kuat di tingkat nasional, potensi untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat cukup besar.
“Jika pasangan ini terpilih, saya optimis proses komunikasi politik dengan pusat akan lebih lancar. Ini penting untuk memastikan proyek Syiah Kuala Islamic Center mendapat alokasi APBN dan dukungan investasi yang dibutuhkan,” tambah Usman.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti pentingnya kemampuan pasangan calon untuk meyakinkan pemerintah pusat mengenai urgensi proyek ini.
Menurutnya, argumentasi yang kuat terkait manfaat strategis Islamic Center bagi pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi Aceh bisa menjadi alasan penting untuk mendapatkan perhatian dari Jakarta.
“Proyek ini harus dikemas sebagai program yang tidak hanya memberikan keuntungan bagi Aceh, tetapi juga membawa dampak positif bagi Indonesia secara keseluruhan. Pusat manasik haji, misalnya, bisa menjadi salah satu alasan kuat untuk mendapat dukungan karena akan mengurangi beban kota lain yang sudah padat dengan jemaah haji setiap tahunnya,” ungkap Usman.
Lebih jauh, Usman Lamreung juga menekankan pentingnya visi pembangunan yang menggabungkan nilai-nilai keislaman dengan modernitas.
“Masyarakat Aceh mayoritas menginginkan sebuah tatanan yang islami, tetapi juga tidak menutup diri dari kemajuan zaman. Syiah Kuala Islamic Center bisa menjadi simbol bagaimana Aceh mampu membangun jembatan antara dua hal ini,” ujar Usman.
Ia meyakini, jika program ini dapat direalisasikan dengan baik, Syiah Kuala Islamic Center akan memberikan warna baru bagi Aceh yang lebih Islami dan modern.
Program ini, menurutnya, sejalan dengan semangat masyarakat Aceh yang selalu mendambakan pembangunan berbasis nilai-nilai agama yang kuat, tetapi tetap mengikuti perkembangan global.
Dalam konteks ini, program Syiah Kuala Islamic Center akan menjadi simbol dari upaya Aceh untuk memperkuat identitasnya sebagai daerah yang kental dengan nilai-nilai Islam sekaligus menjadi pusat peradaban Islam di Asia Tenggara.
“Aceh memiliki sejarah panjang sebagai Serambi Mekah. Dengan pembangunan Islamic Center ini, Aceh bisa kembali memantapkan posisinya di panggung dunia Islam,” tegas Usman.
Meskipun demikian, Usman juga mengingatkan bahwa realisasi program ini tidak akan mudah. Tantangan politik, teknis, dan ekonomi bisa menjadi hambatan yang perlu diatasi.
"Tantangan terbesar mungkin bukan sekadar soal dana, tetapi bagaimana pasangan calon ini mampu menjaga komitmen dan konsistensi mereka setelah terpilih nanti," katanya.
Usman berharap agar pasangan Muzakir Manaf dan Fadhlullah dapat memanfaatkan momentum politik ini untuk membawa perubahan nyata bagi Aceh.
“Program ini adalah langkah besar, tetapi hanya bisa berhasil jika ada kemauan politik yang kuat dan dukungan masyarakat yang solid,” pungkasnya.