Beranda / Politik dan Hukum / Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Pilkada 2024 Ditunda, DPRK Banda Aceh Minta Sesuai Jadwal Awal

Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Pilkada 2024 Ditunda, DPRK Banda Aceh Minta Sesuai Jadwal Awal

Rabu, 08 Januari 2025 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Irwansyah ST. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh -  Proses pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang semula dijadwalkan pada Februari 2025 resmi ditunda. Kini, pelantikan tersebut dijadwalkan ulang menjadi Maret 2025. 

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Irwansyah ST, mewakili warga Banda Aceh, menyampaikan harapan besar kepada Presiden Prabowo Subianto agar pelantikan kepala daerah terpilih dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang telah ditandatangani. 

Menurut Irwansyah, penundaan pelantikan yang berlangsung lebih lama berpotensi menimbulkan polemik yang dapat mengganggu stabilitas kota.

Merujuk pada Pasal 22A ayat (1) dan (2) dalam Perpres No. 80 Tahun 2024 yang mengatur tentang pelantikan kepala daerah, telah jelas ditetapkan bahwa pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur akan dilakukan pada 7 Februari 2025, sedangkan pelantikan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dijadwalkan pada 10 Februari 2025.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pelantikan kepala daerah di Aceh dilakukan melalui sidang paripurna DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) dan DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota). Khusus untuk pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, proses pengesahan dilakukan oleh Presiden setelah hasil pemilihan diserahkan oleh KIP Aceh kepada DPRA, kemudian diteruskan kepada Presiden.

Dalam Pasal 69 UU Pemerintahan Aceh dijelaskan bahwa pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden di hadapan Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam rapat paripurna DPRA. Sementara itu, pelantikan Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota juga mengikuti prosedur serupa, di mana Gubernur melantik mereka atas nama Presiden.

“Persoalan pelantikan kepala daerah sebenarnya tidak sulit lagi, karena tidak ada gugatan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya untuk Pilkada Banda Aceh. Jadi, mengapa pelantikan harus ditunda,” ujar Irwansyah kepada Dialeksis, Rabu (8/1/2025). 

Menurutnya, penundaan pelantikan berisiko menciptakan dinamika negatif yang dapat mengganggu proses pemerintahan di Banda Aceh. 

“Kita harus menghindari polemik yang kontra produktif. Banda Aceh sudah terlalu lama dipimpin oleh kepala daerah bukan definitif atau penjabat (Pj). Dalam dua tahun terakhir saja, sudah ada empat kali pergantian PJ walikota,” ungkapnya. 

Irwansyah menambahkan bahwa kondisi ini tidak sehat bagi daerah. Pergantian kepala daerah yang sering berpotensi mengganggu penataan anggaran dan sumber daya manusia (SDM), terutama ASN yang terlibat dalam proses pemerintahan.

 “Jangan sampai penundaan pelantikan ini berlarut-larut dan memperburuk kondisi yang ada,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya pelantikan tepat waktu agar kepala daerah terpilih memiliki waktu yang cukup untuk menata kembali postur anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) 2025. 

Penundaan pelantikan, menurutnya, justru akan menghambat proses pembangunan daerah, karena Pj walikota memiliki keterbatasan dalam hal kewenangan dan kapasitas.

Irwansyah juga mengusulkan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk mengkoordinasikan seluruh Ketua DPRK se-Aceh agar bersama-sama menghadap ke Mahkamah Konstitusi (MK) guna mempercepat penerbitan buku registrasi penetapan sengketa Pilkada. Selain itu, mereka juga meminta agar pelantikan kepala daerah di Aceh, terutama yang tidak terdapat sengketa, dapat segera dilaksanakan sesuai dengan jadwal awal.

Pelantikan kepala daerah yang tepat waktu, menurutnya, sangat penting untuk mempercepat pembangunan dan memastikan stabilitas pemerintahan di Banda Aceh.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI