Minggu, 25 Mei 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Pelaku Aniaya Anak Tiri di Bireuen Ditangkap, Ibu Kandung: Akhirnya Ada Keadilan

Pelaku Aniaya Anak Tiri di Bireuen Ditangkap, Ibu Kandung: Akhirnya Ada Keadilan

Sabtu, 24 Mei 2025 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Setelah buron selama empat tahun, Yeni Lysha, seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Bireuen, akhirnya ditangkap oleh tim Kejati Aceh di Jepara, Jawa Tengah, pada Sabtu, 18 Mei 2025. [Foto: for Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Setelah buron selama empat tahun, Yeni Lysha, seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Bireuen, akhirnya ditangkap oleh tim Kejaksaan di Jepara, Jawa Tengah, pada Sabtu, 18 Mei 2025. 

Yeni merupakan terpidana kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak tirinya. Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan keluarga seorang hakim.

Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Mukhzan, menyebutkan bahwa kekerasan yang dilakukan Yeni terjadi pada Januari 2020. Ia memukul, mencakar, mencubit, menampar, hingga menendang anak tirinya hingga korban mengalami luka fisik dan trauma psikologis.

"Terpidana ditangkap dalam keadaan buron selama empat tahun, dan selanjutnya akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Bireuen untuk dieksekusi menjalani hukuman," ujar Mukhzan dalam konferensi pers di Kantor Kejati Aceh terkait dengan penangkapan DPO kasus KDRT, Senin (19/5/2025).

Yeni dijatuhi hukuman tiga tahun penjara sebagaimana tertuang dalam Pasal 44 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Ibu Kandung Menangis Terharu

Kabar penangkapan Yeni disambut haru oleh ibu kandung korban, Welly Wisiska. Ia mengaku sangat bersyukur setelah penantian panjang selama empat tahun sejak pertama melaporkan kasus ini. 

"Saya menangis terharu. Akhirnya keadilan berpihak juga kepada kami," ucapnya kepada Dialeksis via telpon, Sabtu (24/5/2025). 

Welly menceritakan bahwa setelah berpisah dari suaminya berinisial HZ, kelima anak mereka diasuh oleh sang ayah yang kemudian menikah lagi dengan Yeni. Namun, alih-alih dirawat dengan baik, anak-anaknya justru mengalami berbagai bentuk kekerasan dan pengabaian.

Menurut Welly, salah satu hal yang paling menyakitkan adalah ketika ia melihat anak-anaknya hidup terlantar dan kekurangan biaya hidup dan pendidikan. 

"Yang paling menyedihkan, anak-anak saya tidak bisa sekolah dengan layak karena tidak ada biaya. Sementara mantan suami saya hanya fokus membiayai kuliah anak-anak dari istri mudanya," katanya.

Yang lebih memilukan, anak-anak yang dibiayai oleh HZ bukanlah anak kandungnya, melainkan anak istri muda dari hasil pernikahan sebelumnya. 

"Tiga anak istri mudanya itu diperhatikan penuh, disekolahkan bagus-bagus. Sementara anak kandung sendiri dibiarkan hidup sengsara. Ini sungguh menyayat hati seorang ibu," ujarnya. 

Welly mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap putrinya berlangsung dalam jangka waktu cukup lama. Bahkan, saat dirinya masih berada jauh di Aceh Tenggara, seorang tetangga mantan suaminya berinisiatif menghubunginya dan menyampaikan kekhawatiran atas kondisi sang anak.

"Setelah saya datang dan melihat langsung kondisi anak saya, saya sangat terpukul. Tubuhnya tampak banyak tanda-tanda kekerasan. Saya langsung melaporkan ke Polres Bireuen," tutur Welly.

Sejak itu, seluruh anaknya ia bawa kembali ke Kutacane Aceh Tenggara dan diasuh sendiri tanpa bantuan apa pun dari mantan suaminya. 

"Saya merawat mereka sendirian. Mantan suami saya dan istrinya malah bersenang-senang, padahal dia DPO," katanya.

Harapan Kepada Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial

Welly menegaskan bahwa mantan suaminya tidak hanya lalai sebagai ayah, tapi juga ikut menyembunyikan keberadaan Yeni yang sudah berstatus DPO. Karena itu, ia meminta Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk mengambil tindakan tegas.

"Mantan suami sekarang bekerja di Pengadilan Agama Jepara. Saya minta MA dan KY memecat dia. Tidak pantas orang seperti itu memimpin lembaga peradilan," tegasnya.

Ia menilai perilaku mantan suaminya bukan hanya mencederai integritas sebagai hakim, tapi juga menjerumus ke arah tindakan kriminal karena melindungi buronan hukum.

Apresiasi kepada APH

Di tengah segala penderitaan, Welly tetap mengapresiasi keberhasilan Kejaksaan Tinggi Aceh dan Kejaksaan Negeri Bireuen dalam menangkap Yeni. 

Ia menilai langkah itu menunjukkan bahwa hukum masih bisa ditegakkan meskipun yang terlibat adalah pihak-pihak berpengaruh.

"Awalnya saya pikir hukum di negeri ini bisa dibeli, tapi sekarang saya yakin masih ada aparat yang bekerja dengan hati nurani. Terima kasih Kejari Bireuen," tutup Welly.

Kini, Welly tetap berjuang sebagai ibu rumah tangga sekaligus pedagang kecil demi menghidupi dan menyekolahkan kelima anaknya. 

Meski penuh keterbatasan, ia berkomitmen untuk terus melindungi anak-anaknya dari trauma dan membesarkan mereka dengan kasih sayang yang tak pernah terputus. [nr]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
hardiknas