Dugaan Kebocoran APBK Aceh Selatan, Polda dan Kejati Diminta Turun Tangan
Font: Ukuran: - +
Ketua DPW Alamp Aksi Aceh, Mahmud Padang. Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - DPW Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Aceh menduga terjadi kebocoran anggaran dalam APBK Aceh Selatan tahun 2023 dan 2024. Dugaan ini muncul dari penetapan pendapatan daerah yang dinilai tidak realistis.
"Dugaan kebocoran bermula dari penetapan pendapatan daerah yang tidak wajar. Proyeksi pendapatan, termasuk pendapatan asli daerah (PAD), digelembungkan agar anggaran belanja bisa diperbesar," kata Ketua DPW Alamp Aksi Aceh, Mahmud Padang, Sabtu, 21 Desember 2024.
Mahmud menjelaskan, realisasi PAD Aceh Selatan tahun 2022 hanya Rp 163,71 miliar. Namun, Pemkab Aceh Selatan justru menetapkan target PAD 2023 sebesar Rp 261,11 miliar, atau selisih Rp 97,5 miliar.
"Meski realisasi PAD 2023 meningkat menjadi Rp 176,24 miliar dibanding tahun sebelumnya, target yang terlalu tinggi ini menciptakan defisit. Hal ini diduga sengaja dilakukan untuk meningkatkan pagu belanja," ujarnya.
Kebocoran lain yang disoroti adalah penggunaan dana earmark yang dibatasi peruntukannya. Menurut Mahmud, terjadi penyimpangan penggunaan dana earmark sebesar Rp 73,9 miliar pada 2023. "Pola serupa disinyalir berlanjut di 2024. Bahkan ada dugaan pemaksaan agar proyek non-earmark dibayar menggunakan dana earmark, termasuk Dana Alokasi Khusus dan insentif fiskal tahap II," katanya.
Alamp Aksi juga menemukan indikasi pembayaran proyek yang belum rampung 100 persen namun telah dicairkan, serta dugaan pungutan liar dalam penerbitan SP2D. Mahmud meminta Kejaksaan Tinggi dan Kepolisian Daerah Aceh segera memeriksa pihak-pihak yang bertanggung jawab.
"Jika tidak ada tindakan segera, kami khawatir guncangan fiskal di APBK Aceh Selatan akan berlanjut dan dianggap lumrah," kata Mahmud. Ia mengancam akan melaporkan kasus ini ke Kapolri, Kejagung, hingga KPK bila aparat penegak hukum di tingkat provinsi tidak bertindak.
Organisasi ini juga mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh melakukan audit investigatif. Mahmud meyakini buruknya tata kelola keuangan akan berdampak pada APBK 2025 dan menjadi beban bagi pemerintahan Aceh Selatan berikutnya.
"Kondisi fiskal Aceh Selatan saat ini mengkhawatirkan. Semoga pemerintahan berikutnya dapat mengambil kebijakan konkret untuk memperbaiki tata kelola keuangan ini," tutupnya.