Panwaslih Aceh: Insiden Kericuhan Debat Ketiga Adalah Tanggung Jawab Bersama
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Ketua Panwaslih Aceh, Muhammad Ali. Foto: for Dialeksis
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Panwaslih Aceh, Muhammad Ali, memberikan klarifikasi terkait isu bahwa Panwaslih dianggap lepas tangan atas insiden kericuhan yang terjadi pada debat ketiga Pilkada Aceh.
Menurutnya, Panwaslih telah menerima laporan resmi dari pihak terkait dan tengah memproses kajian hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Kami tidak lepas tangan. Laporan sudah kami terima dari Paslundo Suhatu. Langkah pertama adalah meminta klarifikasi tertulis dari Komisi Independen Pemilihan (KIP). Setelah itu, kami akan melakukan kajian hukum secara mendalam untuk menentukan langkah selanjutnya,” ujar Muhammad Ali kepada Dialeksis.com, Jumat, 22 November 2024.
Muhammad Ali menekankan bahwa kericuhan tersebut bukan hanya tanggung jawab KIP, tetapi juga semua pihak yang terlibat, termasuk Panwaslih.
“Tugas kami adalah mengawasi dan memastikan aturan ditegakkan. Namun, tanggung jawab moral dari semua pihak juga diperlukan untuk menciptakan proses Pilkada yang adil dan kondusif,” ujarnya.
Muhammad Ali juga menjelaskan alasan ketidakhadiran Panwaslih dalam debat ketiga, yang memicu kritik publik.
Menurutnya, seluruh komisioner Panwaslih saat itu sedang menghadiri acara resmi di Jakarta atas undangan dari lembaga negara. Sebagai gantinya, Panwaslih mengutus tenaga ahli untuk hadir dalam debat.
Namun, kehadiran tenaga ahli tersebut dinilai kurang memiliki otoritas legal yang cukup kuat untuk menangani kericuhan yang terjadi.
"Posisi kami bukan bermaksud mengabaikan, tetapi jadwal undangan dari RI sudah ada sebelumnya. Kebetulan jadwal debat yang diberikan KIP berbenturan dengan agenda tersebut,” jelasnya.
Terkait insiden kericuhan yang terjadi selama debat, Muhammad Ali memastikan Panwaslih akan mengkaji secara mendalam laporan yang diterima.
Kajian tersebut meliputi aspek formal dan material, serta menentukan apakah pelanggaran yang terjadi bersifat pidana, administratif, atau etik.
“Kami butuh waktu untuk mengkaji laporan tersebut. Jika ditemukan kekurangan dalam laporan, kami akan mengembalikannya untuk dilengkapi. Setelah itu, barulah kami putuskan apakah ada pelanggaran atau tidak,” jelas Muhammad Ali.
Kericuhan selama debat ketiga dipicu oleh dugaan penggunaan alat elektronik yang tidak diatur secara eksplisit dalam tata tertib debat.
Menurut Muhammad Ali, tata tertib debat tidak menyebutkan secara tegas larangan penggunaan alat elektronik seperti mikrofon tambahan atau perangkat lain.
“Dalam perspektif kami, penggunaan alat elektronik seperti mikrofon itu alat bantu saja. Namun, jika itu melanggar kesepakatan yang sudah dibuat oleh kedua pasangan calon (paslon), maka kami tetap harus mengawasi,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa setelah kericuhan terjadi, pihak KIP memanggil tim penghubung (LO) dari kedua paslon untuk bernegosiasi dan menyepakati aturan baru.
“Intinya, jika ada aturan yang sudah disepakati bersama, konsekuensinya harus dipatuhi. Kami akan terus mengawasi pelaksanaan kesepakatan tersebut,” pungkasnya.