Nasir Djamil: Reshuffle oleh Pejabat Sementara Tidak Dibenarkan dalam Masa Pilkada
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil. Foto: net
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, menyatakan bahwa rencana reshuffle yang dilakukan oleh Pejabat Sementara (PJ) di tengah pelaksanaan Pilkada tidak dibenarkan secara hukum. Nasir menegaskan bahwa tugas utama PJ adalah memperkuat struktur yang ada, bukan mengubah atau menggantikan pejabat yang sudah menjabat.
“PJ itu seharusnya fokus pada penguatan barisan yang sudah ada, bukan mengotak-atik posisi yang ada. Tugas utamanya adalah mengarahkan para pejabat untuk netral dalam Pilkada serta memfasilitasi penyelenggaraan Pilkada agar masyarakat mendapatkan akses yang adil dan jujur dalam memilih,” ujar Nasir Djamil saat dihubungi Dialeksis.com, Jumat (23/8/2024).
Menurut Nasir, PJ hanya memiliki wewenang yang terbatas dan sifatnya sementara. Karena itu, tidak seharusnya PJ melakukan perubahan besar dalam birokrasi, terlebih di tengah masa Pilkada yang sangat membutuhkan stabilitas.
“Nama saja Pejabat Sementara, artinya dia tidak memiliki kewenangan penuh untuk melakukan perubahan besar. Tugas PJ adalah memastikan birokrasi tetap solid dan berfungsi sebagai fasilitator agar Pilkada berlangsung dengan jujur, adil, dan bermartabat,” tegasnya.
Jangan sampai kata Nasir pernah terjadi pengalaman kasus di Pilkada Gayo Lues di tahun 2012 saat itu ada pergantian struktur birokrasi di Pemkab setempat, faktanya malahan menimbulkan gejolak dan konflik di lingkungan pemerintah dan masyarakat disana waktu itu.
Akan tidak terulang Nasir Djamil meminta kepada seluruh kapolres dan kapolresta diseluruh Aceh untuk memberikan masukan kepada Pj bupati/wakil bupati agar tidak melalukan tidak mengganggu stabilitas politik dan keamanan, sehingga merugikan masyarakat.
Nasir juga menekankan pentingnya pengawasan dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terhadap tindakan para PJ. Dia mengingatkan bahwa setiap langkah yang diambil oleh PJ harus mengikuti aturan yang ada, dan reshuffle dalam masa Pilkada bisa menimbulkan masalah serius dalam kesolidan birokrasi.
“Kita harus mengingatkan pemerintah pusat, terutama Kemendagri, untuk terus mengawasi tindakan PJ di provinsi maupun kabupaten/kota. Jangan sampai ada langkah-langkah yang justru mengganggu kesolidan birokrasi. Jika ada tindakan reshuffle di tengah Pilkada tanpa alasan yang jelas dan mendesak, kita akan angkat suara dan meminta pemerintah untuk bertindak tegas,” jelas Nasir.
“Kalau ada Pj bupati yang melakukan pergantian jabatan saat sudah hitungan beberapa hari lagi, maka saya pastikan akan melakukan advokasi dan teriak ke Kapolri, Kemendagri, dan KASN,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nasir menyebut bahwa reshuffle tanpa dasar yang jelas oleh PJ dapat menjadi preseden buruk dan mengganggu jalannya Pilkada yang seharusnya berlangsung dengan netral dan profesional. Oleh karena itu, dia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan jika menemukan indikasi adanya reshuffle di tengah proses Pilkada.
“Jangan sampai ada blok-blok yang dibuat oleh PJ. Blok NATO saja sudah cukup, tidak perlu ada blok-blok baru di sini,” tandasnya.