Musim Gugur Kandidasi di Pilgub Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Ilustrasi kandidat di Pilgub Aceh. Foto: net
DIALEKSIS.COM | Aceh - Tahun 2024 ini cukup menguras energi publik. Setelah terkuras di Pilpres dan Pileg, kini harus kembali menimbang-nimbang bakal calon kepala daerah, termasuk bakal calon gubernur dan wakil gubernur Aceh yang dimunculkan ke ruang publik.
Tim Dialeksis menurunkan laporan view of kandidasi Pilgub Aceh untuk menjadi bahan bacaan publik dalam memudahkan memahami dinamika Pilgub Aceh dengan judul Musim Gugur Kandidasi Pilgub Aceh. Disebut musim gugur karena jumlah kandidat yang bakal muncul berkurang dibanding jumlah kandidat di Pilgub Aceh sebelum-sebelumnya.
Merujuk pada tulisan Pippa Norris, ”Recruitment”, dalam Richard S Katz and William Crotty, Handbook of Party Politics (2006), kandidasi dimaknai sebagai proses bagaimana kandidat dipilih dari kandidat-kandidat potensial yang mampu bersaing untuk mendapatkan jabatan publik. Tentu, banyak orang yang berkehendak mencalonkan diri menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah (running for office). Tetapi, tidak semua memiliki modal memadai.
Karena belum memasuki tahapan pendaftaran calon maka mengikut pandangan Judith Trend dan Robert Friendenberg dalam bukunya, Political Campaign Communication Principle and Practices (2015) maka saat ini dapat disebut tahap pemunculan bakal calon. Dan dalam tahapan ini yang diperkuat adalah citra diri untuk dipertimbangkan dalam bursa kandidat.
Hingga menjelang masuknya masa pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur Aceh, publik menyaksikan mulai berguguran satu per satu bakal calon yang sudah pernah digadang-gadang. Harapan munculnya bakal calon dari jalur perseorangan juga berguguran.
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh sudah memastikan tidak ada bakal calon Gubernur Aceh yang maju lewat jalur independen untuk bertarung di Pilkada 2024. Kandidat yang awanya disebut bakal maju, seperti Apa Karya tidak memenuhi syarat. Termasuk dua calon yang sudah sempat mendaftar di KIP Aceh, yaitu Said Syahrizal dan Said Amir Azan.
Padahal, pada Pilgub 2006, 2012 dan bahkan Pilgub 2017, calon alternatif dari luar partai politik selalu ada. Terkait calon perseorang bahkan sempat memunculkan dakwa dakwi yang membuat Pilkada 2012 dilakukan jeda hingga beberapa kali.
Begitu pula dengan kandidat dari partai politik. Awalnya ada banyak nama yang muncul. Namun, seiring waktu baliho bakal calon gubernur Aceh menghilang dari pandangan publik. Satu persatu juga tidak lagi dibahas dalam percakapan netizen di media sosial.