Rabu, 06 Agustus 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Motif Ekonomi di Balik Rekrutmen Teroris: Ancaman Baru di Aceh, Dua ASN Ditangkap Densus

Motif Ekonomi di Balik Rekrutmen Teroris: Ancaman Baru di Aceh, Dua ASN Ditangkap Densus

Rabu, 06 Agustus 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Pengamat politik dan keamanan dari Universitas Syiah Kuala, Aryos Nivada. Foto: dok pribadi


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penangkapan dua aparatur sipil negara (ASN) oleh Densus 88 Antiteror di Aceh, Senin (5/8/2025), menjadi babak baru dalam narasi panjang keterlibatan warga Aceh dalam jaringan terorisme. 

Tak hanya menambah daftar panjang--lebih dari 35 orang terduga teroris ditangkap di Aceh dalam lima tahun terakhir, tetapi juga mengungkap adanya pergeseran motif keterlibatan, dari alasan ideologis ke faktor ekonomi.

Data terbaru dari aparat menunjukkan, sebagian individu yang terlibat jaringan teroris bukan lagi digerakkan oleh doktrin agama atau paham radikal semata, melainkan oleh kebutuhan akan uang dan tekanan ekonomi. Iming-iming gaji, jaminan hidup, dan pemberdayaan sosial menjadi daya tarik baru kelompok radikal dalam merekrut anggota termasuk dari kalangan ASN.

Pengamat politik dan keamanan dari Universitas Syiah Kuala, Aryos Nivada, menilai penangkapan ini sebagai indikasi serius bahwa sistem kekebalan birokrasi terhadap radikalisme belum bekerja dengan baik.

“Fakta bahwa ASN bisa terpapar paham radikal menunjukkan lemahnya ketahanan ideologi dalam birokrasi. Ini harus jadi alarm serius. Bukan itu saja, alasan ekonomi justru sudah jadi pintu masuk rekruetmen ketimbang alasan ideologi dan agama,”ujarnya.

Temuan ini tentu mengejutkan. Benar-benar di luar dugaan apalagi untuk konteks Aceh. Pasalnya, selama ini orang direkrut karena karena alasan ideologi. Perekrutan yang kini menggunakan pendekatan pragmatis menawarkan bayaran, bantuan logistik, hingga janji kesejahteraan jelas menambah tugas Pemerintah juga. 

“Ini sangat berbahaya. Ketika terorisme tidak lagi butuh pemahaman ideologis, tapi hanya butuh orang-orang yang lapar dan putus asa,” kata Aryos.

Penangkapan dua ASN ini, ditambah pola rekrutmen berbasis ekonomi, menurut Aryos menjadi peringatan keras bagi Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota. Ia menilai, program deradikalisasi belum berjalan optimal, dan harus segera ditopang oleh upaya konkret memperbaiki kesejahteraan sosial, pelayanan publik, serta kualitas hidup masyarakat dan aparatur sipil negara.

“Jika ekonomi rakyat dan ASN lemah, mereka akan lebih mudah dibujuk. Radikalisme tak akan hilang hanya dengan ceramah, tapi dengan keadilan sosial yang nyata,” ujarnya. []

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI