Beranda / Politik dan Hukum / Mendagri Usul Pilkada Dipercepat, Akademisi FISIP USK Beri Respons Menohok

Mendagri Usul Pilkada Dipercepat, Akademisi FISIP USK Beri Respons Menohok

Jum`at, 22 September 2023 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Aryos Nivada. [Foto: IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan akan mempercepat jadwal pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 yang tadinya digelar November, diusulkan menjadi September melalui instrumen Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. 

Usulan tersebut disampaikan Mendagri dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Rabu (21/9/2023) malam. 

Salah satu alasan mendesak Pilkada dipercepat menurut Pemerintah, karena akan ada ratusan kepala daerah yang akan berakhir masa jabatan pada 31 Desember 2024. Apabila Pilkada tidak dipercepat, diperkirakan akan ada potensi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025 dan tidak memiliki kepala daerah definitif.

Merespon kebijakan itu, Pengamat Politik dan Keamanan Aryos Nivada menilai usulan mempercepat jadwal Pilkada di Bulan September 2024 menimbulkan tanda tanya besar di mata publik. 

Menurutnya, sebagian pihak mencium adanya aroma politik yang sangat kental dari upaya pemerintah yang sangat ngotot ingin mempercepat Pilkada dengan mengeluarkan Perppu. 

“Percepatan jadwal Pilkada ini sangat terasa sekali adanya aroma kepentingan politiknya. Timbul tanda tanya besar kini dibenak masyarakat Indonesia," ungkapnya.

Ia bertanya, mengapa perubahan jadwal dilakukan disaat penyelenggaran Pemilu 2024 sedang berlangsung saat ini, bukan dilakukan di awal tahapan Pemilu 2024.  

Masih menurutnya, mengapa Pilkada dimajukan di Bulan September dimana pemerintahan Jokowi masih menjabat. Ini menjadi pertanyaan krusialnya. 

"Padahal penetapan jadwal Pilkada 2024 di bulan November adalah amanat Undang undang yang diatur dalam Pasal 201 UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada," nelas Aryos kepada Dialeksis.com, Jumat (22/9/2024). 

Aryos mensimulasikan bila Pilkada 2024 dilaksanakan sesuai amanat UU Pilkada 2024, maka dapat dipastikan akan lebih mendapatkan kepercayaan publik yang lebih baik karena dinilai lebih netral dari intervensi rezim pemerintah baru dari hasil Pemilu 2024, dimana presiden dan wapres terpilih baru akan dilantik 20 Oktober 2024. 

“Rezim pemerintah baru dibawah presiden dan wakil presiden pengganti Jokowi ini tentu belum matang dalam mengkonsolidasikan kekuatan politik di tingkat lokal pada bulan November 2024. Namun apabila Pilkada dimajukan pada bulan September, rezim pemerintahan Jokowi-kan masih menjabat," terangnya secara jelas. 

Masih menurut Aryos, percepatan jadwal Pilkada ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara Pemilu dan pembuat undang-undang. Sebab alasan untuk memajukan jadwal dinilai kurang rasional.

“Jangan sampai ketika sudah dilaksanakan percepatan namun alih alih menciptakan nilai positif malah menimbulkan gejolak politik," ungkapnya.

Selanjutnya Aryos jelaskan, hal itu tentu akan semakin sulit dikontrol karena penerapan itu tidak betul diselaraskan dengan keadaan di lapangan. Harusnya bila rasionalisasi pemerintah memajukan Pilkada alasan efisiensi agar tidak ada kekosongan jabatan kepala daerah definitif, harusnya bukan pada saat pelaksanaan penyelenggaraan sudah berlangsung. 

"Namun sebelum berlangsung sudah dilakukan rasionalisasi semua tahapan proses Pilkada baik dari sisi dampak positif maupun dampak negatifnya dengan mempertimbangkan seluruh aspek," tegas Dosen Ilmu Politik FISIP USK ini.

Aryos selaku pengamat politik dan keamanan mendesak agar pemerintah serius mengkaji secara komprehensif dampak dan buruknya termasuk bagaimana membuat mitigasi penanganan manakala terjadi konflik. 

“Mitigasi tersebut harus dilakukan oleh pemerintah. Mitigasi jika terjadi gejolak. Jangan sampai terkesan pula mitigasi tersebut kepentingan politis aktor politik penguasa. Hal ini harus dinetralisirkan," ujarnya. 

Caranya, menurut Aryos, secara publik bagaimana posisi rasionalitas yang dapat diterima oleh elemen sipil. Walapun kemendagri sudah menjelaskan rasionalisasi percepatan jadwal Pilkada, namun apakah itu sudah diterima dengan baik khususnya oleh peserta pemilu dan elemen sipil. 

Aryos kembali tegaskan, untuk melakukan perubahaan jadwal Pilkada baik penundaan maupun percepatan jadwal harus jelas urgensinya. 

"Dengan instrumen Perppu, pemerintah harus menjelaskan dengan baik apa yang menjadi kepentingan yang mendesak, sehingga Pilkada perlu dipercepat dari pada yang dijadwalkan oleh Undang Undang Pilkada”pungkas Aryos. []

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda