Membaca Manuver Politik Koalisi Pengusung Capres
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Pengamat Politik, Prof Dr Firman Noor MA [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Saat ini, ada tiga bakal Capres yang akan bertarung di Pilpres 2024 yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Rasyid Baswedan.
Pengamat Politik, Prof Dr Firman Noor MA menjelaskan, sejauh ini ada tiga poros koalisi yang berkontestasi pada Pemilihan Presiden yaitu Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri atas PDIP dan PPP serta partai non-parlemen PSI dan Hanura dengan mengusung Ganjar Pranowo sebagai Capres.
Poros koalisi kedua adalah Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri atas Gerindra, PKB, PAN, dan Golkar dengan mengusung Prabowo Subianto sebagai Capres.
Terakhir adalah Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai Nasdem, Demokrat dan PKS dengan mengusung Anies Baswedan sebagai capres.
Prof Firman menilai, poros yang final sebetulnya sudah mengarah ke koalisi perubahan, karena kesepakatan dari ketiga partai pendukung telah menyandangkan pilihan Cawapres kepada Anies sebagai Capres.
“Walaupun ada letupan sana sini, Ini relatif konsisten sejak awal dibentuk, hanya masalah timing saja yg memang menjadi riak-riak diantara koalisi ini. Tetapi posisi Anies sudah aman, dari tim kecil yang dibentuk konsisten untuk menyerahkan itu ke Anies tentu aja ada perbedaan pendapat tapi akan segera diselesaikan dan sudah mengarah ke satu dua nama,” jelas Prof Firman kepada Dialeksis.com, Sabtu (26/8/2023).
Hal yang menarik, menurut Prof Firman, khususnya koalisi Prabowo karena ada ambiguitas dimana sebetulnya yang terjadi adalah bukan satu kontrak koalisi layaknya koalisi perubahan, tapi satu hal yang sifatnya permission dari seorang Muhaimin untuk masuknya 2 anggota partai lain ke dalam koalisi ini.
“Ini sangat penting Wapresnya tetap dia, ini sangat ambigu dimana Golkar dan PAN jika masuk juga berharap bisa merubah suasana di dalam koalisi itu, dengan pengertian mereka berpeluang lebih besar untuk bisa dalam posisi terbaik dalam hal ini Cawapres,” ungkap Prof Firman.
Menurutnya, arah motivasi Golkar pasti kesana, secara internal juga menjadi tuntutan kepada Ketum. Peluang itu tidak ada di koalisi perubahan dan memang agak sulit di PDIP.
“Di tengah diskusi nanti, kalau ada pola yang membuat Cak Imin tidak berkenan maka bisa jadi akan berubah political mappingnya, bisa jadi dia ke PDIP tapi tergantung negosiasi yang terjadi,” tuturnya lagi.
Prof Firman menduga, Cak Imin akan melibatkan persoalan logistic dan political position karena koalisi ini dibentuk untuk mencari kedudukan politik. Apakah negosiasi itu akan berhasil sehingga posisi Cak Imin akan ditake-over Airlangga dengan sebuah kompensasi politik yang maksimal atau seperti apa.
“Ini memang masih belum bisa diduga tapi dugaan yang paling bisa dipertanggungjawabkan adalah pasti ada satu negosiasi tingkat tinggi diantara anggota koalisi ini,” ucapnya.
Sementara PDIP sendiri, kata dia, sedang mencari sosok Cawapres yang punya nilai maksimal dan sayangnya dengan tergabungnya Golkar dan PAN ke koalisi Prabowo, bisa jadi Ganjar akan mendapatkan figur yang sisa-sisa.
“Paling maksimal sementara itu negosiasinya di koalisi Prabowo itu lancar, maka akan maksimal yang bisa ia dapatkan adalah Sandi, tapi kalau negosiasi tidak berjalan cara itu akan masih bisa berubah, apakah Cak Imin akan kesitu, apakah erick Thohir kesitu, tapi so far saya kira Ganjar ini partner terdekatnya paling masuk akal itu Sandi, dibawahnya sangat jauh,” jelasnya lagi.
Sementara Sandiaga Uno, kata Prof Firman, sayangnya didukung oleh partai kecil, makanya ada stigma yang ngawur ingin memadukan antara Ganjar dan Anies, itu hanya satu spekulasi semata tidak akan pernah terjadi.
“Tapi ini ada satu hal kekhawatiran di pihak-pihak tertentu ingin menawarkan sebuah pasaran yang ajaib dan tentu saja akan ditolak. Kalau dilihat dari soliditas dan kemungkinan kedepan justru koalisi perubahan yang unggul dia lamban tapi pasti, sedangkan yang yang lain masih diskusi panjang,” pungkasnya.