DIALEKSIS.COM | Jakarta - Gelombang penolakan terhadap wacana calon ketua DPD I Partai Golkar Aceh dari luar kader kian mengeras. Salah satu suara paling nyaring datang dari Dr. H. M. Saleh.P, S.Pd.I., M.Si, kader senior yang kenyang asam garam organisasi. Dengan nada tinggi, mantan anggota DPRA ini menyebut gagasan mendatangkan “tokoh impor” sebagai penghinaan terhadap sejarah panjang, ideologi, dan militansi kader Golkar Aceh sendiri.
“Bagi saya, mendukung calon non - kader adalah tindakan yang haram secara moral dan politik. Itu pengkhianatan,” kata Saleh kepada Dialeksis, Minggu sore (27/7), di Jakarta melalui sambungan seluler.
Ia tak main-main. Dalam pandangannya, kursi ketua bukan hadiah politik. Bukan pula ruang darurat bagi mereka yang gagal membangun karier di tempat lain. Golkar, menurutnya, dibangun dengan cucuran keringat kader sendiri, bukan dibajak oleh penumpang gelap yang hanya muncul menjelang Musda.
“Kalau datang hanya untuk rebut posisi, tanpa pernah berkeringat dalam mesin partai, itu bukan kader itu penjajah,” tegasnya.
Saleh menegaskan, Golkar Aceh tak pernah kekurangan figur. Ia menyebut sejumlah nama kader senior dan muda yang telah membuktikan loyalitas dan konsistensi selama bertahun-tahun. Dalam pandangannya, mereka lebih dari cukup untuk membawa partai ini ke arah yang lebih baik.
“Kami bukan penonton dalam rumah kami sendiri. Kami pemilik sah partai ini di Aceh. Jangan suruh kami tunduk pada tamu tak diundang,” katanya.
Sebagai mantan purnawirawan perwira TNI, Saleh juga mengingatkan akar sejarah Golkar yang tidak bisa dilepaskan dari tubuh militer. Menurutnya, Golkar dikandung dan dilahirkan oleh TNI yang berarti harus taat pada disiplin, aturan main, dan ideologi partai.
“Coba baca AD/ART Golkar. Syarat mencalonkan diri sebagai ketua DPD I itu minimal harus pernah menjadi pengurus aktif selama lima tahun. Itu bukan basa-basi. Itu landasan moral dan organisasi agar calon paham aturan, rambu, serta etika berorganisasi berdasarkan asas dan amanah Panca Bakti Partai Golkar,” jelasnya.
Ia menambahkan, Golkar adalah partai yang berakar dari pendidikan dan proses kaderisasi panjang. Maka tak bisa posisi ketua DPD I diserahkan kepada pihak luar yang tidak pernah ikut dalam proses itu.
“Golkar harus menjadi perekat bangsa, bukan komoditas dagang. Kebanggaan itu baru bisa tumbuh kalau ada proses kaderisasi yang sehat dan berjenjang. Jadi tidak boleh dan sangat bertentangan dengan semangat organisasi jika yang didorong menjadi ketua justru tamu gelap dari luar. Ada apa? Ini patut dicurigai ada transaksi politik yang berbahaya bahkan bisa menjadi upaya memperkecil kebesaran Golkar itu sendiri,” tegasnya.
Ia menyindir keras elite-elite tertentu yang membuka ruang kompromi demi kepentingan sesaat. Kata dia, jangan sampai Golkar menjadi panggung bagi aktor politik yang sekadar ingin eksis tanpa rekam jejak dan komitmen ideologis.
“Ini bukan panggung sandiwara, Bung. Ini partai politik yang punya akar sejarah dan ideologi.”
Saleh juga menyoroti isu diskresi dari DPP Partai Golkar. Meskipun secara hukum partai hal itu dimungkinkan, menurutnya, diskresi bukan instrumen untuk mengamputasi hak kader daerah. Ia menyebut langkah itu sebagai bumerang yang akan menggerus legitimasi partai dari bawah.
“Kalau DPP memaksakan diskresi untuk menancapkan orang luar, itu bukan keputusan organisatoris. Itu intervensi politik yang menghina akal sehat.”
Dengan nada semakin meninggi, Saleh menutup pernyataannya dengan pesan keras kepada siapa pun yang masih menyimpan hasrat memaksakan calon dari luar.
“Saya peringatkan, jangan main api di ladang minyak. Jangan uji kesabaran kader Aceh. Kalau ini terus dipaksakan, kami tidak akan tinggal diam. Rakyat Aceh tahu siapa pejuang dan siapa penumpang.”
Menurutnya, Golkar Aceh akan tetap berdiri dengan atau tanpa restu pusat, selama seluruh kader bersatu menjaga kedaulatan partai dari rongrongan kepentingan sesaat.
Ia menyebut saat ini bukan sekadar momentum Musda, tapi pertaruhan martabat dan identitas politik Golkar Aceh.
“Jika kita biarkan Golkar dipimpin orang luar, itu artinya kita kuburkan sejarah kita sendiri. Dan saya tidak akan jadi bagian dari pemakaman itu,” ucapnya dengan suara lantang.
“Di hadapan sejarah dan kehormatan partai, diam adalah pengkhianatan. Maka biarlah suara dari Aceh ini menjadi alarm keras, bahwa Golkar tidak butuh penyusup. Golkar butuh pejuang!” pungkas Saleh penuh semangat.