DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh bersama Pemerintah Aceh memastikan bahwa penyusunan regulasi turunan terkait penyiaran internet akan segera dilakukan. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari amanat Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Penyiaran, yang memberikan mandat bagi KPI Aceh untuk mengatur media berbasis internet sebagai bagian dari jasa penyiaran di Aceh.
Pertemuan tersebut berlangsung dalam bentuk rapat terbatas antara KPI Aceh dan unsur Pemerintah Aceh, yang dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian (Diskominsa) Aceh serta Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh, pada Kamis (9/10/2025) di Ibex Coffee, Banda Aceh.
Rapat ini turut dihadiri oleh seluruh komisioner KPI Aceh, di antaranya M. Reza Fahlevi, M.Sos., selaku Koordinator Bidang Pengembangan Kebijakan Sistem Penyiaran (PKSP), dan Samsul Bahri, S.E., selaku Koordinator Bidang Kelembagaan.
Dari pihak Pemerintah Aceh hadir Kasubbag Peraturan Gubernur dan Kajian Peraturan Perundang-Undangan Biro Hukum Setda Aceh, El Fakhri, S.H., beserta tim, serta Kepala Bidang Pengelolaan Layanan Informasi Publik Diskominsa Aceh, Safrizal A.R., S.Sos., M.M., bersama anggota.
Dalam rapat tersebut, Samsul Bahri menegaskan pentingnya percepatan penyusunan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai dasar hukum teknis bagi pelaksanaan pengawasan penyiaran digital di Aceh.
“Kita berharap Pemerintah Aceh dapat segera menyusun dan mengesahkan Pergub ini, karena isu penyiaran internet sudah menjadi kebutuhan mendesak. Konten bermuatan ujaran kebencian, penurunan moral, serta penyalahgunaan ruang digital seperti media sosial tidak boleh dibiarkan tanpa regulasi yang tegas,” ujar Samsul.
Sementara itu, M. Reza Fahlevi menjelaskan bahwa Pergub tersebut menjadi dasar penting bagi KPI Aceh untuk segera melahirkan Peraturan KPI Aceh (PKPIA) sebagai instrumen teknis pengawasan penyiaran digital di Aceh.
“Pergub merupakan domain pemerintah, dan KPI Aceh berperan memastikan prosesnya berjalan. Dengan adanya Pergub, KPI Aceh dapat menindaklanjuti melalui PKPIA, yang akan mengatur lebih rinci pedoman dan etika penyiaran berbasis internet,” jelas Reza.
Reza menambahkan, fenomena sosial di ruang digital seperti media sosial kini telah memberi dampak signifikan terhadap perilaku masyarakat Aceh. Berbagai konten yang jauh dari nilai budaya dan norma lokal beredar tanpa batas dan tanpa pengawasan yang jelas.
“Penyiaran di Aceh harus tetap berpijak pada identitas dan nilai-nilai keislaman sebagaimana amanat Qanun. Media digital seperti media sosial harus menjadi sarana edukasi dan pencerdasan publik, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Menurut Reza, Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2024 telah memberikan dasar yang kuat bagi Aceh untuk menjadi daerah pertama di Indonesia yang memiliki regulasi penyiaran berbasis internet. Namun agar implementasinya efektif, diperlukan aturan turunan yang menjabarkan klasifikasi platform serta bentuk pengawasan yang sesuai dengan kondisi Aceh.
Rapat tersebut berlangsung konstruktif dan menghasilkan sejumlah rekomendasi penting, termasuk usulan pembentukan tim teknis bersama antara KPI Aceh dan Pemerintah Aceh untuk menyusun naskah akademik serta rancangan awal Pergub penyiaran internet.
“Kami bersama Pemerintah Aceh memiliki semangat yang sama untuk menjaga ruang digital seperti media sosial agar tetap sehat, bermartabat, dan sejalan dengan nilai-nilai keislaman serta kearifan lokal,” tutup Reza. [*]