Komnas HAM: Waspada Potensi Konflik Sosial di Pilkada Mendatang
Font: Ukuran: - +
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah. Foto: Antara/Sulthony Hasanuddin.
DIALEKSIS.COM | Nasional - Komnas HAM menyuarakan kekhawatiran atas potensi konflik sosial yang lebih besar pada Pilkada mendatang dibandingkan Pemilu 2024 lalu. Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah, menilai bahwa Pilkada merupakan kontestasi antarputra daerah yang dapat memicu fanatisme politik dan berujung pada konflik sosial.
"Potensi konflik sosial pada Pilkada itu lebih tinggi dibandingkan dengan Pemilu karena biasanya kontestasi itu berlangsung antarputra daerah," ujar Anis kepada wartawan usai Diskusi Terfokus Komnas HAM pada Senin (13/5/2024).
Anis menjelaskan bahwa faktor putra daerah dalam Pilkada dapat menyebabkan fanatisme politik yang berlebihan. Fanatisme ini dianggap sebagai pemicu terjadinya konflik sosial. "Sehingga fanatisme politik itu terjadi. Fanatisme tersebut yang memicu konflik sosial terjadi," paparnya.
Selain itu, Anis juga menyoroti bahwa ruang partisipasi publik menjadi rentan di masa Pilkada. Komnas HAM akan mendorong hadirnya kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses Pilkada. "Biasanya pada kontestasi Pemilu dan Pilkada, ruang sipil untuk menyampaikan ekspresi dan berpendapat mengalami intimidasi, dan bahkan kriminalisasi. Ruang partisipasi itu nantinya kita dorong untuk diperluas bagi masyarakat," sambungnya.
Anis menekankan pentingnya netralitas aparat di masa Pilkada. Dia menegaskan tidak boleh ada penyalahgunaan aparat untuk kepentingan satu kelompok atau golongan tertentu. "Baik Pilkada maupun Pemilu, netralitas aparat menjadi hal yang penting untuk kita pastikan agar tidak disalahgunakan untuk kemenangan atau kepentingan satu kelompok tertentu," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Intelkam Polri, Kombes Yudha Gustawan, menambahkan bahwa Pilkada menjadi arena konflik yang tak terelakkan. Menurutnya, selalu ada potensi konflik di dalam Pilkada. "Pilkada itu arena konflik. Jadi pasti ada konfliknya. Tidak mungkin tidak konflik, pasti ada konflik, konflik kepentingan, konflik antara partai politik, konflik antara peserta, dan sebagainya," kata Yudha dalam paparannya.
Yudha menyebut pihak yang saling berkompetisi berpotensi akan berkonflik. Namun, yang harus dipastikan adalah konflik tersebut dimenangkan dengan cara yang baik. "Namanya orang berkompetisi pasti berkonflik. Masing-masing memaksa dirinya untuk menang, tetapi harusnya dengan cara-cara yang baik," jelasnya.
Dengan demikian, semua pihak terkait diharapkan dapat mengantisipasi dan memitigasi potensi konflik sosial pada Pilkada mendatang, serta memastikan berlangsungnya proses yang kondusif, damai, dan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.