DIALEKSIS.COM | Jakarta - Komisi Yudisial (KY) memiliki tugas utama dalam melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim, namun KY tidak berwenang melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Hal itu dikarenakan KY bukan merupakan aparat penegak hukum, melainkan pengawas yang fokus pada etika perilaku hakim.
Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi KY, Juma'in, menjelaskan bahwa jika ada hakim yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), maka KY akan memberikan rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung (MA).
Terkait kasus majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menangani perkara terdakwa GRT, KY sebenarnya sudah merekomendasikan sanksi tegas berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada tiga hakim PN Surabaya tersebut.
"KY sebenarnya sudah merekomendasikan sanksi tegas berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada tiga hakim PN Surabaya tersebut," ujar Juma'in dalam keterangan tertulis yang diterima pada Senin (3/3/2025).
Namun, Juma'in melanjutkan, belum sempat dilakukan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) oleh KY dan MA, ketiga hakim tersebut justru terjaring OTT oleh Kejaksaan Agung, yang menyebabkan proses Majelis Kehormatan Hakim tertunda.
Meski demikian, hal ini tidak menghentikan proses pemeriksaan terkait pelanggaran kode etik, karena putusan hukum dan putusan MKH adalah dua hal yang berbeda, dengan subjek dan objek pemeriksaannya juga berbeda.
“Jika ternyata pemeriksaan pelanggaran kode etik berbarengan dengan pemeriksaan tindak pidana, maka pemeriksaan tindak pidananya akan dilakukan terlebih dahulu,” pungkas Juma'in.
Dengan demikian, meskipun KY tidak memiliki kewenangan untuk melakukan OTT terhadap hakim, peran mereka dalam mengawasi dan memberikan rekomendasi sanksi tetap berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.[*]