Ketika Kesombongan Mewarnai Debat Pilgub Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Dr. Tgk. Yusuf Al-Qardhawy, SHI., MH., CPM, alumni dayah dan akademisi. Foto: Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Debat kandidat Pilgub Aceh yang berlangsung di dua lokasi berbeda menuai sorotan dari kalangan akademisi. Salah satunya datang dari Dr. Tgk. Yusuf Al-Qardhawy, SHI., MH., CPM, alumni dayah dan akademisi yang mengkritisi gestur dan retorika yang ditampilkan dalam ajang tersebut.
"Islam dengan tegas melarang sikap sombong dan meremehkan orang lain," ujar Yusuf kepada Dialeksis, Minggu (3/11/2024).
Ia mengamati dengan seksama jalannya debat pertama di Amel Convention Center dan debat kedua di The Pade Hotel, Aceh Besar.
Pengamat politik dari kalangan dayah ini menyoroti khususnya penampilan calon Wakil Gubernur nomor urut 01, Fadil Rahmi (FR). Dalam debat pertama yang disiarkan Kompas TV, FR mengutip doa yang konon sering dibacakan almarhum Tgk. H. Muhammad Yusuf (Tu Sop). Doa tersebut, menurut Yusuf, secara implisit menyudutkan pasangan calon nomor urut 02, Muzakir Manaf-Fadhlullah (Mualem-Dek Fadh).
"Gestur dan semiotika saat membacakan doa itu jauh dari mencerminkan akhlak seorang yang berilmu," kata Yusuf.
Selanjutnya ia menambahkan, pada debat kedua di TVRI, FR kembali menunjukkan sikap serupa saat mengutip hadis tentang larangan menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya.
Yusuf mengingatkan bahwa track record FR sebagai anggota DPD RI selama lima tahun terakhir masih menyisakan banyak pertanyaan di benak masyarakat Aceh.
"Tanpa memanfaatkan popularitas UAS (Ustaz Abdul Somad) pada Pileg 2019, belum tentu bisa terpilih," tegasnya.
Menariknya, Dr Yusuf membandingkan latar belakang kedua paslon. Meski pasangan 02 memiliki pendidikan formal yang lebih rendah, pengalaman kepemimpinan mereka tidak bisa dipandang sebelah mata. Muzakir Manaf dikenal sebagai mantan pemimpin TNA (Tentara Neugara Aceh) yang pernah menjabat Wakil Gubernur Aceh 2012-2017. Saat ini, ia memimpin berbagai organisasi strategis termasuk KONI Aceh dan Partai Aceh.
Sementara itu, Fadhlullah memiliki rekam jejak sebagai Ketua KNPI Pidie, anggota DPRK Pidie dua periode, dan dipercaya Prabowo Subianto memimpin Partai Gerindra Aceh.
"Yang menarik, dengan segudang pengalaman itu, Mualem-Dek Fadh justru menunjukkan sikap tawadhu atau rendah hati," pungkas Yusuf.
Menurut akademisi ini, pendidikan tinggi tanpa dilandasi akhlak yang baik tidak akan bermakna dalam kepemimpinan.
"Kemampuan mengeksekusi kebijakan politik membutuhkan lebih dari sekadar ijazah," tutupnya.