Beranda / Politik dan Hukum / Hermanto SH Dorong AKLI Aceh Laporkan Monopoli Proyek Listrik ke KPPU: 'Ini Ancaman bagi Usaha Sehat'

Hermanto SH Dorong AKLI Aceh Laporkan Monopoli Proyek Listrik ke KPPU: 'Ini Ancaman bagi Usaha Sehat'

Selasa, 25 Februari 2025 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Advokat dan praktisi hukum Hermanto SH. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Advokat dan praktisi hukum Hermanto SH mendesak Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) Provinsi Aceh segera melaporkan indikasi praktik monopoli, diskriminasi harga, dan kolusi dalam tender proyek listrik di Aceh ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 

Menurutnya, praktik ini telah meminggirkan kontraktor lokal dan mengancam iklim usaha yang adil.

“Ada pola sistematis di mana sejumlah proyek listrik dan mekanikal di Aceh didominasi oleh segelintir perusahaan melalui mekanisme tender yang tidak transparan. Ini jelas melanggar Pasal 17 dan 19 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli. AKLI harus bertindak cepat sebelum kerugian anggota semakin meluas,” tegas Hermanto dalam wawancara eksklusif bersama Dialeksis, Selasa (25/02/2025).

Ia menjelaskan, indikasi pelanggaran terlihat dari syarat tender yang dinilai diskriminatif, seperti persyaratan modal dan pengalaman kerja yang tidak proporsional. 

“Kontraktor lokal dengan kapasitas memadai justru tersingkir karena syarat dibuat sedemikian rupa untuk menguntungkan pemain tertentu. Ini bukan kompetisi sehat, melainkan rekayasa oligarki bisnis,” ujarnya.

Hermanto menambahkan, kolusi antara oknum penyelenggara proyek dan perusahaan tertentu juga memperparah situasi. 

“Ada pembagian wilayah proyek secara tidak wajar dan penetapan pemenang lelang sebelum proses tender selesai. Ini merusak prinsip persaingan usaha dan berpotensi menimbulkan kerugian negara akibat inefisiensi anggaran,” paparnya.

Untuk memperkuat laporan, Hermanto menyarankan AKLI Aceh mengumpulkan bukti konkret seperti dokumen tender, surat kesepakatan tidak sah, dan kesaksian para pihak yang dirugikan. 

“Kami siap membantu menyusun legal standing yang kuat. Laporan ke KPPU harus detail, mulai dari kronologi, identifikasi pelaku, hingga estimasi kerugian materiil dan immateriil,” jelasnya.

Ia juga mendorong AKLI melibatkan lembaga independen untuk audit proses pengadaan. “Keterbukaan data proyek lima tahun terakhir perlu diusulkan. Jika ditemukan anomali, ini akan menjadi basis hukum yang solid untuk menuntut pertanggungjawaban pidana maupun perdata,” tambah Hermanto.

Tak hanya pendampingan hukum, Hermanto menekankan pentingnya kampanye publik. “Masyarakat harus tahu bahwa praktik kotor ini berdampak pada harga listrik yang lebih mahal dan kualitas proyek yang buruk. Dukungan publik akan memberi tekanan moral bagi KPPU dan pemangku kebijakan untuk bertindak tegas,” ujarnya.

Hermanto optimistis langkah ini akan membuka mata pemerintah. “Ini momentum untuk membersihkan sektor pengadaan proyek di Aceh. Jika KPPU bergerak cepat, tidak hanya anggota AKLI yang terbantu, tetapi juga iklim investasi Aceh akan membaik karena dianggap bebas dari praktik kartel,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan agar KPPU tidak setengah hati dalam investigasi. “Jangan sampai kasus ini hanya berakhir di meja pemeriksaan tanpa tindakan nyata. Sanksi administratif seperti pembatalan tender dan denda maksimal harus dijatuhkan sebagai efek jera. Jika perlu, kami akan eskalisasi ke penegak hukum untuk proses pidana,” tandas Hermanto.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI