Ganjar dan Anies Goda DPR dengan Hak Angket Terkait Kecurangan Pemilu 2024: Inilah Detailnya
Font: Ukuran: - +
Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo/Net
DIALEKSIS.COM | Nasional - Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, memperjuangkan pemeriksaan hak angket oleh DPR terkait dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024. Jika DPR tidak siap menghadapi hak angket, Ganjar mengusulkan penggunaan hak interpelasi atau rapat kerja sebagai alternatif.
Dalam upayanya mengungkap kecurangan, Ganjar menunjukkan ribuan pesan yang diterimanya terkait isu tersebut. Ia menegaskan bahwa DPR tidak boleh mengabaikan dugaan kecurangan yang terjadi dalam Pemilu 2024.
"Pemilu yang penuh dengan dugaan harus ditindaklanjuti. Jika kita tidak bertindak saat dugaan tersebut terungkap, fungsi pengawasan akan menjadi hambar. Menurut saya, hal semacam ini harus diselidiki. Sebuah panitia khusus harus dibentuk, DPR harus menggelar rapat, memanggil pihak terkait, dan melakukan penelitian lapangan," ungkap Ganjar pada 15 Februari 2024.
Ganjar mendorong pemeriksaan hak angket terkait kecurangan Pemilu 2024, dan langkah ini didukung oleh Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Anies berpendapat bahwa pemeriksaan hak angket akan membuka jalan bagi proses lebih lanjut dalam menangani dugaan kecurangan tersebut di DPR. Timnas AMIN, yang dipimpin oleh Anies, siap berkolaborasi untuk menyediakan data yang mendukung pemeriksaan tersebut.
"Kami melihat inisiatif untuk menggunakan hak angket sebagai tindakan yang tepat. Ini menunjukkan keberanian dalam menghadapi dugaan kecurangan," kata Anies pada 20 Februari 2024.
Menurut Anies, proses pemeriksaan hak angket di DPR dapat dilakukan dengan lancar jika ada inisiatif yang kuat. Ia yakin bahwa Koalisi Perubahan memiliki bukti yang cukup untuk mendukung proses tersebut.
"Kami memiliki data yang relevan dan di bawah kepemimpinan fraksi terbesar, kami yakin Koalisi Perubahan siap untuk berpartisipasi dalam proses tersebut," ujar Anies, mantan Gubernur DKI Jakarta.
Aturan Mengenai Hak Angket
Hak angket merupakan wewenang DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang dianggap penting, strategis, dan memiliki dampak luas bagi masyarakat, bangsa, dan negara, serta diduga melanggar peraturan perundang-undangan.
Menurut penelitian Darul Huda Mustaqim dalam Jurnal Hukum Badamai (2019), istilah "penyelidikan" dalam konteks hak angket DPR tidak sama dengan penyelidikan dalam hukum pidana. DPR tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan paksa seperti penangkapan, penahanan, atau pengambilan sidik jari.
Dalam menggunakan hak angket, DPR memiliki kewenangan untuk:
Meminta keterangan dari pemerintah, badan hukum, saksi, organisasi profesi, pakar, dan pihak terkait lainnya.
Melakukan sumpah terhadap saksi atau pakar yang berusia minimal 16 tahun.
Menuntut saksi atau pakar yang tidak kooperatif melalui Kejaksaan Pengadilan Negeri.
Memaksa kedatangan saksi atau pakar yang dianggap perlu dengan bantuan Polri atau Kejaksaan.
Melakukan penahanan terhadap saksi atau pakar yang menolak kooperatif melalui pengadilan negeri.
Memeriksa surat-surat yang disimpan oleh pegawai kementerian.
Melakukan penyitaan atau penyalinan surat, kecuali jika surat tersebut berisi rahasia negara, yang harus dilakukan melalui Kejaksaan Pengadilan Negeri.
Dalam menggunakan hak angket, DPR harus memenuhi beberapa syarat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket DPR. Usul untuk menyelenggarakan angket harus diajukan secara tertulis oleh minimal 10 anggota DPR dan ditetapkan dalam rapat terbuka setelah usulan tersebut dibahas di seksi atau seksi-seksi terkait. Putusan untuk mengadakan angket harus mencakup perumusan teliti terkait hal yang akan diselidiki.
Semua pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia angket harus dilakukan dalam rapat tertutup, dan anggota panitia wajib merahasiakan informasi yang diperoleh selama penyelidikan hak angket. [Tempo]