Framing Media Salahkan Penyelenggara, Strategi Kandidat di Pilkada
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Yudhi Fahrimal, S.I.Kom, M.I.Kom, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Teuku Umar. Foto: for Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Menjelang perhelatan Pilkada, berbagai strategi politik mulai bermunculan. Salah satu yang menarik perhatian adalah framing media menyalahkan penyelenggara pemilu. Strategi ini dipandang sebagai langkah taktis kandidat untuk membangun narasi yang bisa digunakan jika hasil tidak sesuai harapan.
Yudhi Fahrimal, S.I.Kom, M.I.Kom, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Teuku Umar, mengungkapkan bahwa fenomena ini bukanlah hal baru dalam konstelasi politik lokal. "Framing menyalahkan penyelenggara dalam strategi politik selalu dilakukan kandidat," ujar Yudhi kepada Dialeksis, Rabu (16/10).
Menurut Yudhi, strategi ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, sebagai justifikasi jika mengalami kekalahan, yang dapat dijadikan landasan untuk gugatan. Kedua, sebagai klaim untuk mencari pembenaran atas kekalahan dalam pertarungan Pilkada.
"Maka dilakukan dari awal sehingga ada kesalahan alamiah tanpa diskenariokan," jelas Yudhi.
Ia menekankan bahwa meskipun terlihat sistematis, pembentukan opini publik dan distribusi informasi selalu disajikan ke publik dengan maksud tertentu.
Yudhi menambahkan bahwa strategi ini bertujuan agar dukungan dan citra yang dibangun melekat di benak masyarakat atau pemilih.
"Walaupun sistematis, pembentukan opini publik dan distribusi informasi selalu disajikan ke publik agar dukungan dan image itu melekat di kepala masyarakat atau pemilih," tuturnya.
Namun, Yudhi memperingatkan bahwa strategi ini bisa menjadi pisau bermata dua. Jika tidak dikelola dengan baik, framing menyalahkan bisa berbalik merugikan kandidat yang menggunakannya.
Untuk itu jangan sampai terpengaruh ke pemilih Yudhi menyarankan kepada masyarakat perlu lebih kritis dalam menyikapi berbagai narasi yang berkembang menjelang Pilkada.
"Pemilih harus cerdas dan tidak mudah terprovokasi oleh framing-framing politik yang beredar,” ungkapnya.
Terlepas dari pro dan kontra Yudhi menjelaskan, fenomena framing menyalahkan penyelenggara ini menjadi cermin dinamika politik lokal yang kompleks.
“Ke depan, diperlukan edukasi politik yang lebih intensif untuk meningkatkan kematangan demokrasi di tingkat akar rumput,” pungkasnya.