Diskusi Publik, Warga Banda Aceh Desak Paslon Walikota Wujudkan Solusi dan Komitmen Nyata
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Diskusi publik bertajuk Desak Paslon Wali Kota Bersama Warga Kota Banda Aceh pada Jumat (22/11) di Warkop KAI, Banda Aceh. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam upaya mendorong transparansi dan komitmen nyata dari para calon, sejumlah organisasi masyarakat sipil bersama komunitas warga menggelar diskusi publik bertajuk Desak Paslon Wali Kota Bersama Warga Kota Banda Aceh pada Jumat (22/11) di Warkop KAI, Banda Aceh.
Acara ini menghadirkan tiga dari empat pasangan calon wali kota yang diundang, Zainal Arifin dan Mulia Rahman, serta Aminullah Usman dan Isnaini Husda, Teuku Irwan Djohan dan Khairul Amal, Pasangan Iliza Sa’aduddin Djamal dan Afdhal Khalilullah tidak dapat hadir karena alasan jadwal yang padat.
Diskusi tersebut dipandu oleh berbagai organisasi seperti Gerakan Anti Korupsi (GeRAK), Masyarakat Anti Hoaks Aceh (MAHA), dan Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA), yang secara konsisten mengawal isu-isu integritas dan transparansi di Banda Aceh.
Destika Gilang Lestari, Program Officer GeRAK Aceh, menjelaskan tujuan utama kegiatan ini agar warga kota Banda Aceh menjadi pemilih yang cerdas, memilih berdasarkan gagasan, bukan karena uang.
Ia menyoroti bahwa politik uang masih menjadi persoalan serius yang meresahkan. Oleh karena itu, edukasi pemilih menjadi langkah strategis agar masyarakat memilih pemimpin dengan visi yang jelas untuk membawa perubahan di Banda Aceh.
"Kami berharap masyarakat yang hadir dapat memahami dan menilai gagasan yang ditawarkan oleh para paslon. Mereka harus memilih pemimpin yang punya rencana konkret, bukan memilih karena iming-iming uang," lanjut Destika kepada Dialeksis.com.
Diskusi ini dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari berbagai elemen masyarakat, termasuk organisasi masyarakat sipil (CSO), komunitas perempuan, penyandang disabilitas, pemuda, dan ormas.
Partisipasi luas ini menunjukkan semangat bersama warga Banda Aceh untuk memastikan pemimpin yang terpilih adalah sosok yang benar-benar peduli terhadap kebutuhan masyarakat.
“Semua elemen masyarakat yang hadir, mulai dari perwakilan desa dampingan hingga komunitas seni, berkomitmen untuk mengedepankan gagasan dalam memilih pemimpin. Kegiatan ini adalah langkah nyata untuk menciptakan ruang diskusi yang inklusif,” ujar Destika.
Selain diskusi publik, Gerak Aceh juga gencar mengkampanyekan gerakan menolak politik uang dengan melibatkan seniman lokal.
Salah satu bentuknya adalah kolaborasi dengan kelompok seniman Aceh, APACHE, melalui lagu berjudul Limong Sa yang menyuarakan pesan penting: "Sekali ambil lima tahun salah."
"Lagu ini adalah simbol perlawanan terhadap politik uang. Dengan seni, kami berharap pesan ini dapat menjangkau lebih banyak orang, terutama generasi muda," jelas Destika.
Selama diskusi, setiap paslon diberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan dan komitmennya terhadap perbaikan kota Banda Aceh.
Para peserta diskusi memberikan masukan langsung, mempertanyakan program-program yang ditawarkan, dan meminta jaminan agar janji-janji kampanye diwujudkan.
Dengan semakin dekatnya hari pencoblosan, kegiatan seperti ini diharapkan mampu menjadi alat kontrol sosial sekaligus mendorong masyarakat untuk lebih kritis dalam menentukan pilihan.
“Pilihlah pemimpin yang berani menawarkan gagasan yang konkret, bukan pemimpin yang hanya mengandalkan uang,” tutup Destika.