Rabu, 03 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Dinas Dayah Aceh Tegaskan Nol Toleransi Kasus Kekerasan Santri di Pesantren

Dinas Dayah Aceh Tegaskan Nol Toleransi Kasus Kekerasan Santri di Pesantren

Selasa, 02 September 2025 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Kepala Dinas Pendidikan Dayah Aceh, Dr. Munawar A. Djalil, MA. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kasus kekerasan terhadap anak kembali mencoreng dunia pendidikan agama di Aceh. Seorang santri berusia 14 tahun, berinisial MDL, menjadi korban pengeroyokan oleh tiga seniornya di salah satu Pondok Pesantren Terpadu di Matang Geulumpangdua, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, Selasa malam, 26 Agustus 2025.

Akibat insiden tersebut, MDL mengalami luka lebam di wajah, sobek di daun telinga, bahkan sempat tidak sadarkan diri. Meski kini telah dipulangkan ke rumah orang tuanya di Aceh Tengah, santri belia itu masih menyimpan trauma mendalam. 

Peristiwa ini memantik keprihatinan luas, terutama karena terjadi di lingkungan pendidikan Islam yang seharusnya menjadi tempat mendidik akhlak, bukan arena kekerasan.

Kepala Dinas Pendidikan Dayah Aceh, Dr. Munawar A. Djalil, MA, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir sedikitpun praktik kekerasan di lingkungan dayah. 

Ia menekankan, pemerintah Aceh melalui Dinas Dayah sedang gencar melakukan langkah preventif agar kasus serupa tidak terus berulang.

“Pemerintah Aceh, dalam hal ini Dinas Dayah, tidak akan mentolerir segala bentuk kekerasan, apalagi jika terjadi di lembaga pendidikan Islam. Ini prinsip yang tidak bisa ditawar,” tegas Munawar saat dimintai keterangan oleh media dialeksis.com, di Banda Aceh, Selasa (2/9/2025).

Munawar menyampaikan bahwa Dinas Dayah telah intens melakukan sosialisasi ke berbagai pesantren. Tujuannya, memberikan pemahaman kepada pimpinan dayah, dewan guru, hingga para santri bahwa kekerasan bukanlah bagian dari pendidikan.

“Selama ini kami sedang giat-giatnya turun ke dayah untuk melakukan sosialisasi terkait pencegahan kekerasan. Harapannya, kekerasan di dayah bisa diminimalisir bahkan dihapuskan. Pendidikan Islam seharusnya mengajarkan kasih sayang, bukan kekerasan,” lanjutnya.

Lebih jauh, Munawar mengingatkan bahwa Pemerintah Aceh melalui Gubernur juga telah mengeluarkan Surat Edaran tentang pembentukan Satgas Pencegahan dan Penyelesaian Kekerasan di Dayah. 

Satgas ini diharapkan berfungsi sebagai benteng awal penanganan kasus kekerasan di internal pesantren, dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di dalam dayah.

“Surat Edaran itu menekankan penyelesaian kasus dengan cepat, tuntas, dan memanfaatkan perangkat yang ada di dayah. Jangan sampai kasus berulang hanya karena dibiarkan tanpa penyelesaian,” tambahnya.

Kasus penganiayaan terhadap MDL, menurutnya, menjadi pelajaran penting bahwa pengawasan dan pembinaan harus lebih diperketat. Ia meminta pihak dayah tempat peristiwa itu terjadi segera melakukan evaluasi menyeluruh, mulai dari pola pengasuhan, sistem kedisiplinan, hingga mekanisme kontrol antar-santri.

Munawar juga mengimbau orang tua santri untuk berani bersuara jika menemukan praktik kekerasan di lingkungan pendidikan anaknya.

“Kami berharap masyarakat, khususnya para wali santri, ikut terlibat aktif. Kalau ada kekerasan, segera laporkan. Dinas Dayah bersama aparat terkait akan menindaklanjuti,” tegasnya.

Kasus MDL menambah daftar panjang kekerasan di dayah yang kerap muncul ke publik dalam beberapa tahun terakhir. Banyak pihak menilai bahwa budaya senioritas menjadi salah satu faktor pemicu, di samping lemahnya pengawasan internal.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
17 Augustus - depot
sekwan - polda
damai -esdm
bpka