Beranda / Politik dan Hukum / Dinamika Politik Pasca-Pemilu 2024: Tokoh Aceh di Persimpangan Jalan

Dinamika Politik Pasca-Pemilu 2024: Tokoh Aceh di Persimpangan Jalan

Sabtu, 17 Februari 2024 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Aryos Nivada, akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala dan Pendiri Jaringan Survei Inisiatif. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pemilihan Umum 2024 telah melalui tahap penting dengan pencoblosan kertas suara pada tanggal 14 Februari 2024. Khususnya, representasi Provinsi Aceh di Senayan menunjukkan potensi besar bagi beberapa calon untuk menduduki kursi DPR RI, baik di Dapil 1, seperti Irmawan (PKB), T. Zulkarnaini Ampon Bang (Golkar), Nazaruddin Dek Gam (PAN), Muslim Ayub (NasDem), Jamaluddin Idham (PDIP), T. Riefky Harsya (Demokrat), dan Rafly Kande (PKS). 

Sementara di Dapil Aceh 2, terdapat calon seperti Ilham Pangestu (Golkar), Ruslan Daud (PKB), Nasaruddin (NasDem), T. A. Khalid (Gerindra), Nasir Djamil (PKS), dan Muslim (Demokrat).

Namun, apa yang terjadi setelah tokoh-tokoh penting dan berpengaruh di konsituensi maupun Aceh tidak terpilih menjadi anggota DPR RI?

Mengomentari hal ini, Aryos Nivada, seorang akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala, menyatakan bahwa selama semangat politik tetap tinggi, zona pengaruh mereka masih akan berada dalam pusaran kekuasaan untuk tetap relevan dan memengaruhi dinamika politik Aceh.

"Elit politik mereka yang tidak terpilih bisa tetap terlibat dalam partai politik, mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah, atau kembali ke profesi sebelumnya seperti pengusaha atau pengacara," jelas Aryos kepada Dialeksis.com (17/02/2024).

Jika diamati, banyak tokoh terkemuka seperti Illiza Sa'aduddin Djamal, Sofyan Dawood, Dahlan Jamaluddin, Aminullah, dan lainnya, tidak muncul dalam pesta demokrasi ini.

Aryos menjelaskan bahwa kemungkinan besar mereka masih memiliki modalitas yang kuat, seperti keuangan, jaringan sosial, dan dukungan politik, yang akan memungkinkan mereka terlibat dalam politik lokal seperti Pemilihan Kepala Daerah.

"Keputusan mereka untuk terlibat dalam Pilkada sangat tergantung pada perhitungan peluang kemenangan mereka. Mereka akan mempertimbangkan potensi kemenangan sebelum memutuskan untuk maju," tegas Aryos, pendiri Jaringan Survei Inisiatif.

Aryos menambahkan bahwa tidak mudah bagi anggota DPR RI yang terpilih untuk terlibat dalam Pilkada karena mereka harus mengundurkan diri dari jabatannya, terutama jika posisi mereka di DPR RI sangat strategis.

"Bagi mereka yang terpilih sebagai anggota DPR RI pada Pemilu 2024, mengundurkan diri bukanlah keputusan yang mudah karena mereka perlu mempertimbangkan kembali investasi yang telah mereka lakukan, Itu zona nyaman dan uang berlimpah" ungkapnya.

Aryos juga mencatat bahwa wajah-wajah lama masih mendominasi perwakilan Dapil Aceh 1 dan 2 di DPR RI, dengan pengecualian dari satu pendatang baru, yaitu Nasaruddin (NasDem).

"Ini menunjukkan bahwa orang-orang lama telah terbukti dan memiliki pengalaman politik yang kuat, yang memungkinkan mereka tetap relevan di level DPR RI," tambah Aryos.

Secara keseluruhan, Aryos menyoroti fakta bahwa dalam dinamika Pemilu di DPR RI, partai politik masih didominasi oleh kader-kader lama. Ini menunjukkan bahwa partai-partai baru akan menghadapi tantangan besar untuk bersaing jika infrastruktur, kerja politik dasar, dan dukungan keuangan mereka tidak kuat.

"Bagi partai-partai baru, ini menjadi tantangan serius untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam kompetisi politik pada pemilihan umum mendatang," tegasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda