Beranda / Politik dan Hukum / Deretan Kasus SPPD Fiktif Oknum Pejabat di Aceh

Deretan Kasus SPPD Fiktif Oknum Pejabat di Aceh

Senin, 11 September 2023 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

ilustrasi. [Foto: Net]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Oknum pejabat di lingkungan pemerintahan masih kerap kali tersandung dalam kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif. Meski Indonesia punya hukum yang kuat namun tidak membuat efek jera para pelaku, makanya kasus SPPD fiktif ini masih terus berulang kali terjadi.

Dirangkum Dialeksis.com, berikut deretan kasus SPPD fiktif yang terjadi di Aceh yang menghebohkan publik.

1. Kasus SPPD Fiktif DPRK Simeulue

Kasus SPPD fiktif DPRK Simeulue tahun anggaran 2019 telah beberapa kali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.

Total ada enam terdakwa dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp 2,8 miliar lebih.

Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, memvonis enam terdakwa perkara SPPD fiktif anggota DPRK Simeulue dengan hukuman 2 tahun penjara.

Keenam terdakwa, dinyatakan melanggar pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.

2. Kasus SPPD Fiktif DPRK Abdya

Kasus dugaan korupsi perjalanan dinas SPPD fiktif para anggota DPRK Aceh Barat Daya (Abdya) tahun 2017 juga sempat mencuri perhatian banyak pihak.

Namun, pengusutan kasus dugaan SPPD fiktif tersebut telah dihentikan pada tahun 2020 setelah kerugian negara yang berdasarkan temuan BPK RI senilai Rp 1 miliar lebih, sudah disetor ke kas daerah.

Berdasarkan surat inspektorat itu, maka penyidik Kejari Abdya menyimpulkan untuk tidak melanjutkan lagi pengusutan kasus tersebut. Alasannya karena tidak ada lagi kerugian negara dalam kasus SPPD fiktif itu.

Kasus tersebut hingga hari ini masih menimbulkan tanda tanya di mata publik, dikarenakan apa dasar kasus tindak pidana korupsi dihentikan setelah pengembalian kerugian negara. Padahal sebagaimana diketahui, UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999, yang telah diperbaharui oleh UU Nomor 20 Tahun 2001, di pasal 4 "Pengembalian kerugian keuangan negara itu tidak menghapus pidana".

3. Kasus SPPD Fiktif KKR Aceh

Terbaru, kasus SPPD fiktif di lembaga KKR Aceh juga telah mencuri perhatian publik dan masyarakat mengharapkan transparansi dan akuntabilitas dalam menangani masalah ini.

Audit investigasi Inspektorat Aceh menemukan kerugian negara Rp 258 juta. Kerugian itu ditimbulkan dari SPPD fiktif yang dilakukan oleh 58 anggota staf/komisi/pokja, termasuk Ketua KKR Aceh.

Kini para anggota KKR Aceh telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp258,5 juta.

Walaupun telah mengembalikan uang kerugian perjalanan dinas. Itu sebatas recovery terhadap kerugian uang negara tanpa menghapuskan delik hukumnya. Hal ini sejalan dengan UU No. 20 tahun 2001, di pasal 4 tegas menyatakan "Pengembalikan kerugian negara itu tidak menghapus pidana", jika merujuk amanah UU maka kepolisian tidak berhak melanggar ketentuan UU yang mengatur tersebut.

Kanit Tipikor Polresta Banda Aceh, Ipda Zainur Fauzi mengatakan, tidak menghentikan kasus SPPD fiktif itu. Selanjutnya akan segera dilakukan gelar perkara.

Kasus SPPD Fiktif tersebut menuai beragam komentar keras dari berbagai pihak. Ada yang meminta mereka untuk mengundurkan diri dari jabatannya di KKR Aceh.

Namun, hingga saat ini, para komisioner KKR Aceh memilih untuk bungkam dan tidak memberikan komentar apapun terkait desakan tersebut.

Semua akan terjawab dari waktu yang berjalan akhir dari kasus SPPD fiktif KKR Aceh ini. 

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan, Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang merugikan banyak orang. Penindakan hukum terhadap kasus korupsi seharusnya tidak ada negosiasi.

Menurutnya, perlu kepedulian semua pihak dalam mengawal kasus ini hingga menjadikan ini pembelajaran bersama siapa pun tanpa terkecuali.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI