Beranda / Politik dan Hukum / Demokrasi Aceh Harus Bersih dari Teror dan Propaganda

Demokrasi Aceh Harus Bersih dari Teror dan Propaganda

Selasa, 03 September 2024 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Muhammad Fawazul Alwi alias Awie Barsela dan Muhammad Zaini, S.E., dari Aceh Sumatra Youth Movement (ASYM). [Foto: Dokumen untuk Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketegangan politik di Aceh kembali mencuat menjelang Pemilihan Gubernur Aceh 2024 setelah insiden pelemparan granat di rumah salah satu calon gubernur, Bustami Hamzah, yang akrab disapa "Om Bus."

Tindakan teror ini menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan masyarakat, terutama mengingat sejarah Aceh yang pernah dilanda konflik berkepanjangan.

Menanggapi peristiwa tersebut, Muhammad Zaini, S.E., Koordinator dan salah satu pendiri Aceh Sumatra Youth Movement (ASYM), menyampaikan keprihatinannya.

Ia sangat prihatin dengan aksi teror yang terjadi di rumah Om Bus. Seharusnya, demokrasi menjadi ajang pemersatu dan kompetisi politik yang sehat, bukan arena untuk saling menyerang dan menebar ketakutan,.

Zaini menekankan bahwa aksi teror seperti ini hanya akan memperburuk citra demokrasi di Aceh, khususnya di mata generasi muda yang sedang berusaha membangun Aceh ke arah yang lebih baik. 

"Kami, pemuda Aceh, sangat berharap agar kejadian-kejadian seperti ini tidak menjadi bagian dari kampanye politik ke depan. Semua pihak harus menghormati proses demokrasi dan tidak mencemarinya dengan tindakan-tindakan yang merugikan," kata Zaini kepada Dialeksis.com, Selasa, 3 September 2024.

Terkait dengan insiden teror tersebut, muncul berbagai spekulasi dan asumsi di kalangan masyarakat. 

Ada yang menduga bahwa kejadian ini merupakan bagian dari strategi untuk melemahkan pasangan dari mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

Beberapa pihak bahkan menyebut aksi tersebut sebagai bentuk propaganda yang sengaja dibuat untuk menekan calon gubernur tertentu.

Menanggapi hal ini, Zaini menyatakan bahwa spekulasi semacam itu hanya akan memperkeruh suasana dan menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. 

Strategi yang menanamkan keraguan dan spekulasi di tengah masyarakat ini sangat berbahaya. Ini hanya akan memicu ketidakstabilan dan mengingatkan pada masa lalu yang penuh konflik. 

"Demokrasi seharusnya menjadi ajang untuk memperdebatkan ide dan gagasan, bukan untuk menciptakan drama dan propaganda yang merusak,” tegasnya.

Sementara itu, Muhammad Fawazul Alwi alias Awie Barsela selaku Founder ASYM mengingatkan agar masyarakat Aceh tetap waspada terhadap upaya-upaya yang mencoba memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan politik jangka pendek. 

“Kita harus bijak dan tidak mudah terpengaruh oleh propaganda yang mencoba memecah belah masyarakat,” kata Alwi.

Alwi mengajak seluruh masyarakat Aceh, terutama para pendukung kedua calon gubernur, untuk menjaga ketenangan dan kedamaian menjelang pemilu. 

Ia menekankan pentingnya menghindari tindakan-tindakan yang dapat memicu kekerasan atau konflik, seperti yang pernah terjadi pada Pilkada 2012. 

“Kita tidak ingin peristiwa kelam masa lalu, di mana nyawa menjadi taruhan karena perbedaan dukungan politik, terulang kembali. Mari kita jaga perdamaian dan kerukunan, walau berbeda pilihan politik,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Alwi menyarankan agar semua pihak belajar dari pengalaman Pilpres 2019 dan Pilgub DKI 2017, di mana perpecahan sosial terjadi akibat polarisasi politik yang tajam. 

“Saat itu, kubu Prabowo dan Anies dicap ‘Kadrun,’ sementara kubu Jokowi, PDIP, dan Ahok dicap ‘Cebong.’ Ini adalah pelajaran bagi kita agar tidak terjebak dalam politik identitas yang bisa merusak persatuan,” jelas Alwi.

Alwi menyerukan agar aparat keamanan dapat menyelesaikan kasus teror ini dengan adil, bijak, dan terbuka. 

Ia juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang menggunakan insiden ini sebagai alat untuk melakukan politik dendam atau kampanye hitam terhadap lawan politik.

“Kami berharap pihak keamanan bisa bekerja dengan profesional untuk menyelesaikan masalah ini. Jangan ada pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara yang tidak fair,” kata Alwi.

Alwi juga mengingatkan para politisi dan tim sukses dari kedua kubu agar tidak merusak demokrasi dengan aksi-aksi kekerasan, ancaman, atau kampanye hitam. 

"Pertumpahan darah karena perbedaan dukungan politik itu sangat konyol. Berkompetisilah dengan sehat. Jika para calon bisa menjaga kedamaian dan kerukunan, maka para pendukungnya pun harus bisa meneladani sikap tersebut,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda