Debat Panas Pilgub Aceh, Bustami dan Mualem Saling Serang Soal Kasus Korupsi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, nomor urut 01 Bustami Hamzah - Fadhil Rahmi dan nomor urut 02 Muzakir Manaf - Fadhlullah dalam debat publik kedua Pemilihan Gubernur (Pilgub) Aceh 2024 yang digelar KIP Aceh di The Pade Hotel, Aceh Besar, pada Jumat malam (1/11/2024). [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Debat publik kedua Pemilihan Gubernur (Pilgub) Aceh 2024 yang digelar Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh di The Pade Hotel, Aceh Besar, pada Jumat malam (1/11/2024), berlangsung penuh semangat.
Dua pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur, nomor urut 01 Bustami Hamzah (Om Bus) - Fadhil Rahmi (Syech Fadhil) dan nomor urut 02 Muzakir Manaf (Mualem) - Fadhlullah (Dek Fadh), saling melempar pertanyaan tajam terkait dua kasus korupsi besar yang tengah mengguncang Aceh.
Dalam perdebatan ini, isu korupsi wastafel di Dinas Pendidikan Aceh dan korupsi dalam pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah di Badan Reintegrasi Aceh (BRA) menjadi sorotan utama.
Debat yang berlangsung sengit ini mencapai puncaknya pada segmen kelima saat sesi tanya jawab langsung antara kedua paslon.
Mualem, dengan tegas, memulai serangan kepada paslon nomor urut 01, mempertanyakan strategi mereka dalam menghadapi dugaan korupsi wastafel yang saat ini sedang disidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.
Kasus yang dinilai sangat merugikan rakyat ini menurut Mualem, merupakan contoh dari lemahnya pengawasan dalam birokrasi.
“Aceh dihebohkan oleh kasus korupsi wastafel yang sedang disidangkan di pengadilan dan sangat merugikan rakyat. Bagaimana strategi Anda untuk mencegah korupsi berjamaah di tubuh pemerintahan Aceh?” ujar Mualem.
Menanggapi serangan ini, Om Bus, terlihat tetap tenang dan menyatakan bahwa dirinya sudah menantikan pertanyaan tersebut.
Menurutnya, kasus wastafel ini sudah berada di ranah hukum, dan semua pihak semestinya menghormati proses yang sedang berlangsung. Ia mengingatkan agar isu korupsi ini tidak digunakan sebagai alat untuk menyudutkan lawan dalam ranah politik.
“Ini pertanyaan yang sudah saya tunggu, mari kita hormati proses hukum. Itu lagi berproses, jangan sampai masalah politik dibawa ke hukum. Santai saja, semua berproses,” ujar Om Bus.
Bustami juga meminta Mualem dan Dek Fadh untuk tidak hanya menyebar tuduhan. Menurutnya, debat kandidat ini seharusnya menjadi ajang adu gagasan dan ide, bukan sarana untuk menyerang pribadi.
Ia menambahkan peribahasa Aceh untuk mempertegas pesannya. "Boh jok boh beulanga, watei troh taboh nama," yang kurang lebih berarti, ‘jangan membawa masalah yang seharusnya dibiarkan pada porsinya masing-masing’.
Debat semakin panas ketika giliran Bustami dan Fadhil Rahmi menyerang balik dengan mengangkat kasus korupsi di Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
Dalam kasus ini, Suhendri, mantan Ketua BRA, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh terkait penyimpangan dana senilai Rp 15,7 miliar untuk program budidaya ikan kakap dan pakan rucah yang diperuntukkan bagi masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur.
Syech Fadhil mempertanyakan tanggung jawab Mualem sebagai Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) yang berperan besar dalam mengusulkan Ketua BRA.
Menurutnya, dengan alokasi anggaran BRA yang mencapai lebih dari setengah triliun sejak 2017 hingga 2024, penyimpangan dana di BRA mencerminkan lemahnya pengawasan dan integritas.
“Berkaitan dengan perdamaian dan reintegrasi, Sejak 2017 hingga 2024 pagu anggaran BRA mencapai lebih dari setengah triliun. Sejauh mana tanggung jawab Anda sebagai Ketua KPA terhadap penyimpangan anggaran publik yang terjadi di BRA saat ini?” tanya Syech Fadhil.
Mualem, yang mendapat serangan langsung terkait tanggung jawabnya di KPA, mengakui bahwa selama ini hubungan antara BRA dan sekretariat sering kali tidak harmonis.
Ia menyatakan akan melakukan perbaikan sinkronisasi antara berbagai pihak di BRA agar penyaluran anggaran dapat berjalan lebih efisien dan tepat sasaran.
“Kami akan memperbaiki sinkronisasi antara Ketua, Sekretariat, dan KPA. Jika diberi mandat memimpin Aceh, kami akan meminta pergantian dan memastikan dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dijanjikan pusat sebesar 1 persen untuk mantan kombatan,” jelas Mualem.
Lebih lanjut, Mualem mengakui bahwa salah satu tujuan dari anggaran BRA adalah untuk kesejahteraan para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) serta masyarakat yang terdampak konflik.
Namun, ia menyayangkan adanya oknum-oknum yang diduga menyalahgunakan dana tersebut, sehingga menyebabkan kesejahteraan para mantan kombatan dan korban konflik tidak tercapai sepenuhnya.
“Bagaimana mau sejahtera, ini ada sedikit anggaran untuk kombatan GAM kemarin, sudah ditangkap oleh penegak hukum,” tutup Mualem. [nh]