DIALEKSIS.COM | Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap masih maraknya praktik pertambangan tanpa izin (PETI) di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan hasil pemetaan tahun 2025, tercatat sedikitnya 1.517 titik tambang ilegal tersebar di 35 provinsi. Sumatera Utara menempati posisi teratas dengan jumlah terbanyak, yakni 396 lokasi tambang ilegal.
Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu (Wadirtipidter) Bareskrim Polri, Kombes Feby Dapot Hutagalung, menjelaskan, aktivitas tambang ilegal itu meliputi berbagai jenis komoditas mulai dari emas, pasir, galian tanah, batu bara, hingga timah dan andesit.
“Ada kurang lebih 1.517 titik hasil pemetaan kami di tahun 2025 yang tersebar di 35 provinsi, dengan berbagai komoditas tambang seperti emas, pasir, galian tanah, batu bara, andesit, hingga timah,” ujar Feby dalam acara Minerba Convex 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (16/10).
Sumatera Utara Paling Parah, Disusul Jawa Barat dan Kalimantan Selatan
Dari hasil pemetaan itu, Sumatera Utara tercatat sebagai daerah dengan sebaran tambang ilegal terbanyak, yakni 396 titik, dengan komoditas utama emas, pasir, dan galian tanah.
Di posisi kedua, Jawa Barat memiliki 314 titik tambang ilegal yang menambang pasir, tanah merah, batu kapur, andesit, emas, marmer, hingga bentonit.
Sementara Kalimantan Selatan berada di urutan ketiga dengan 230 titik, mayoritas menambang batu bara.
Menurut Feby, fenomena ini menunjukkan bahwa kekayaan sumber daya alam Indonesia belum diimbangi dengan pengawasan dan tata kelola yang baik.
“Indonesia kaya sumber daya alam, namun sayangnya pemanfaatannya tidak diiringi pengawasan yang tepat. Bahkan sebagian aktivitas tambang ilegal ini dibekingi oleh oknum aparat, termasuk dari kepolisian sendiri,” ungkapnya.
Bareskrim Polri menyoroti adanya keterlibatan sejumlah pihak dalam melindungi kegiatan ilegal tersebut. Feby menyebut, tambang-tambang liar itu tidak hanya “dibekingi” oleh oknum aparat, tetapi juga oleh jaringan sosial dan politik di daerah.
“Sebagian besar dibekingi oleh oknum, baik oknum Polri, oknum partai, tokoh masyarakat, maupun tokoh adat setempat,” tegas Feby.
“Masalah seperti konflik sosial dan budaya lokal turut memperumit penanganannya. Ini harus dicarikan solusi komprehensif, tidak cukup hanya dengan penindakan.”
Ia menegaskan bahwa persoalan PETI merupakan masalah krusial yang membutuhkan langkah tegas dan koordinasi lintas lembaga agar penegakan hukum dapat berjalan efektif.
Berikut data wilayah dengan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) hasil pemetaan Bareskrim Polri tahun 2025:
Bareskrim menegaskan akan memperkuat operasi penindakan dan koordinasi dengan pemerintah daerah serta kementerian teknis seperti ESDM dan KLHK. Langkah ini diharapkan dapat menekan aktivitas tambang ilegal yang merugikan negara, merusak lingkungan, dan mengancam keselamatan masyarakat.
“Penegakan hukum terhadap PETI tidak boleh tebang pilih. Ini soal keadilan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” tutup Feby.