Rabu, 02 Juli 2025
Beranda / Politik dan Hukum / APDESI Aceh Pantau Sidang MK Soal Kekhususan Masa Jabatan Keuchik

APDESI Aceh Pantau Sidang MK Soal Kekhususan Masa Jabatan Keuchik

Selasa, 01 Juli 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPD APDESI) Provinsi Aceh, Muksalmina Asgara. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPD APDESI) Provinsi Aceh, Muksalmina Asgara, menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau dan mengikuti prosespersidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyangkut masa jabatan kepala desa atau keuchik di Aceh.

Hal ini disampaikan Muksalmina menanggapi jalannya sidang keempat perkara Nomor 49/PUU-XXII/2024 yang digelar MK pada Senin, 30 Juni 2025, yang membahas soal kekhususan Aceh dalam pengaturan pemerintahan desa, termasuk masa jabatan keuchik. Dalam sidang tersebut, MK mendengarkan keterangan pemerintah dan pihak terkait. Sidang lanjutan dijadwalkan kembali pada 10 Juli 2025 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi.

"Kami di APDESI Aceh sangat serius memantau sidang ini. Isu masa jabatan keuchik bukan sekadar persoalan waktu menjabat, tetapi menyangkut konsistensi pelaksanaan kekhususan Aceh yang diamanatkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)," kata Muksalmina kepada Dialeksis.com, Selasa (1/7/2025).

Menurutnya, masyarakat desa di Aceh telah memiliki sistem pemerintahan gampong yang khas, termasuk mekanisme pemilihan dan masa jabatan keuchik yang sudah diatur dalam Qanun Aceh.

"Selama ini, masa jabatan keuchik di Aceh bisa ditetapkan selama enam tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Ini sudah diatur dalam qanun. Kita harap kekhususan ini tetap dihormati oleh semua pihak, termasuk dalam keputusan Mahkamah nantinya," ujarnya.

Ia menambahkan, para keuchik di seluruh Aceh berharap MK mempertimbangkan kekhususan Aceh yang telah dijamin oleh konstitusi dan perjanjian politik antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam MoU Helsinki.

“Jangan sampai putusan nanti justru mengaburkan semangat kekhususan Aceh. Kami akan tetap mengikuti proses ini dengan seksama dan menyuarakan aspirasi para keuchik agar regulasi pusat tidak serta merta menghapus kekhususan yang sudah berjalan baik di Aceh,” tegas Muksalmina.

Sidang lanjutan perkara ini akan digelar pada 10 Juli 2025 mendatang, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari para pemohon. Muksalmina berharap, dalam sidang tersebut akan muncul pandangan yang jernih dan konstruktif agar keputusan akhir MK mencerminkan keadilan bagi daerah yang memiliki kekhususan seperti Aceh.

Sebagaimana diketahui, para pemohon dalam perkara ini menilai bahwa Pasal 39 ayat (1) UU Desa yang membatasi masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan dapat dipilih paling banyak tiga kali bertentangan dengan kekhususan Aceh. Para pemohon meminta agar Aceh tetap diberikan ruang untuk mengatur pemerintahan desanya sendiri sesuai dengan kekhususan yang dimiliki, termasuk soal masa jabatan keuchik. [ra]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI