Dosen Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya. Foto: Bustami Ibrahim.

DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Pengamat politik dari Universitas Malikulsaleh, Teuku Kemal Fasya, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dinamika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Aceh yang dinilai semakin kehilangan esensi demokratisnya. 

Menurut dia, fenomena ini tidak hanya terjadi di Aceh, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia pascakemenangan Prabowo Subianto yang didukung Presiden Joko Widodo.

"Kita menyaksikan hilangnya kekuatan pengimbang kekuasaan dalam kontestasi politik lokal," ujar Kemal kepada Dialeksis, Minggu (6/10/2024).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) tersebut menilai bahwa sebagian besar hasil Pilkada akan merepresentasikan kekuatan yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. "Pilkada mengalami proses pemajalan dengan tidak ditemukannya visi perubahan dan harapan sosial di dalamnya," tambahnya.

Kemal menunjukkan fakta mencengangkan bahwa terdapat 37 daerah dengan calon tunggal, termasuk dua di antaranya di Aceh. "Ini adalah indikator yang jelas bahwa demokrasi lokal sedang sekarat," tegasnya.

Untuk konteks Aceh sendiri, Kemal menyebutkan bahwa hasil di beberapa daerah sudah dapat diprediksi, khususnya untuk Pemilihan Gubernur Aceh, Pemilihan Bupati Aceh Utara, dan Pidie. Meski enggan menyebutkan secara eksplisit, dia mengisyaratkan bahwa pemenang di ketiga daerah tersebut sudah dapat ditebak.

"Tidak akan ada drama dalam Pilkada kali ini," ucapnya singkat.

Lebih lanjut, akademisi yang juga dikenal sebagai pengamat sosial-politik ini mengidentifikasi politik uang dan konflik kekuasaan dengan penyelenggara sebagai faktor-faktor yang membuat Pilkada semakin kehilangan daya tariknya bagi masyarakat.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai prediksi pasangan calon yang akan memenangkan kontestasi, Kemal hanya tersenyum. "Sudah tahu lah siapa yang akan menang dalam Pilkada Aceh, tanpa perlu dieksplisitkan," tutupnya diplomatis.