Beranda / Politik dan Hukum / Advokat TPDI dan Perekat Nusantara Gugat Keputusan KPU tentang Capres-Cawapres Prabowo-Gibran

Advokat TPDI dan Perekat Nusantara Gugat Keputusan KPU tentang Capres-Cawapres Prabowo-Gibran

Kamis, 08 Februari 2024 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Koordinator TPDI, Petrus Selestinus. Foto: gatra.com


DIALEKSIS.COM | Nasional - Advokat dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) telah mengajukan gugatan terhadap Surat Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 yang menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024, terutama berkaitan dengan keterlibatan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Gugatan tersebut telah diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dengan salah satu alasan utama adalah keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan pelanggaran etik oleh seluruh komisioner KPU RI terkait kepastian hukum pencalonan Gibran.

“Gibran menghadapi masalah hukum dan etika dalam memperoleh tiket cawapres dari KPU melalui tindakan yang melanggar hukum dan etika,” ujar Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, dalam pernyataannya pada Rabu (7/2/2024).

"Oleh karena itu, Keputusan KPU yang menetapkan Gibran sebagai cawapres dianggap melanggar etika dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sebagai pelanggaran hukum oleh pejabat pemerintah karena melanggar asas-asas umum pemerintahan," tambahnya.

Dalam petitum gugatan mereka, Petrus cs meminta PTUN Jakarta menyatakan bahwa Ketua dan Anggota KPU terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka juga meminta agar Keputusan KPU tentang penetapan capres-cawapres yang terkait dengan Prabowo-Gibran dinyatakan tidak sah dan batal, serta meminta pembatalan pencalonan keduanya.

Selain itu, mereka mengharapkan PTUN Jakarta untuk mengeluarkan Keputusan KPU yang baru sebagai pengganti.

Sementara itu, dalam putusan DKPP, disampaikan bahwa pencalonan Gibran tetap sah, meskipun KPU terlambat mengubah syarat usia minimum capres-cawapres sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Para komisioner KPU RI diberi sanksi etik karena dianggap tidak profesional, sehingga keterlambatan revisi tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum.

Namun, secara konstitusional, hal ini tidak mengurangi keberlakuan Putusan MK yang final dan mengikat sejak dibacakan, dengan atau tanpa revisi Peraturan KPU sebagai regulasi teknis.

Argumentasi yang sama juga disampaikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sebagai pihak terkait dalam persidangan DKPP. Kronologinya, pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran.

Padahal, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang saat itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

KPU mempertahankan bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar pemrosesan pencalonan Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu.

Meskipun demikian, KPU akhirnya merevisi persyaratan capres-cawapres, tetapi revisi tersebut baru ditandatangani pada 3 November 2023.

“Putusan DKPP murni tentang pelanggaran etik oleh ketua dan anggota KPU," ujar Ketua DKPP, Heddy Lugito, seperti dilansir oleh Kompas.com pada Senin (5/2/2024).

"Tetapi hal itu tidak berdampak pada pencalonan capres dan cawapres," tegasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda