Rabu, 05 November 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Pemerintah Aceh Siap Laporkan Dedi Saputra ke Polda atas Dugaan Penistaan Agama

Pemerintah Aceh Siap Laporkan Dedi Saputra ke Polda atas Dugaan Penistaan Agama

Selasa, 04 November 2025 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Zahrol Fajri saat rapat bersama ulama dan perwakilan ormas Islam di Aula Kantor Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH) Aceh, Banda Aceh, Selasa (4/11/2025). Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh bersama para ulama dan organisasi masyarakat (ormas) Islam secara resmi akan melaporkan pemilik akun TikTok @tersadarkan5758, yang diketahui bernama Dedi Saputra, ke Kepolisian Daerah (Polda) Aceh. 

Langkah ini merupakan bentuk keberatan kolektif masyarakat Aceh terhadap sejumlah konten yang dinilai menghina agama Islam dan menyinggung umat Islam di Tanah Rencong.

Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Zahrol Fajri, menyebut keputusan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum diambil setelah melalui rapat bersama ulama dan perwakilan ormas Islam di Aula Kantor Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH) Aceh, Banda Aceh, Selasa (4/11/2025).

“Setelah mendengarkan pandangan para ulama dan tokoh masyarakat, kita sepakat bahwa tindakan yang dilakukan oleh Dedi Saputra tidak dapat ditolerir. Pemerintah Aceh bersama ormas Islam akan membuat laporan resmi ke Polda Aceh agar pelaku ditindak sesuai hukum yang berlaku,” ujar Zahrol Fajri usai rapat kepada awak media termasuk media dialeksis.com.

Menurutnya, Dedi Saputra yang dalam beberapa unggahan di media sosialnya mengaku telah keluar dari Islam dan menyinggung ajaran agama telah melanggar batas norma sosial dan nilai keagamaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh.

Berdasarkan penelusuran tim Pemerintah Aceh, Dedi Saputra benar merupakan warga asal Kabupaten Pidie Jaya. Namun, berdasarkan informasi terakhir, ia kini diduga berada di luar wilayah Aceh. 

Kondisi tersebut membuat proses hukum terhadapnya akan diarahkan melalui ketentuan hukum nasional, bukan hanya melalui peraturan daerah berbasis syariat.

“Karena dia tidak berada di Aceh, maka proses pelaporan akan difokuskan pada pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta pasal penodaan agama yang diatur dalam KUHP,” jelas Zahrol.

Ia menambahkan, pemerintah akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian agar kasus ini diproses secara serius hingga tuntas. Tujuannya, agar pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di hadapan hukum.

Kasus ini bukan sekadar persoalan pribadi antara Dedi Saputra dengan netizen, melainkan menyangkut marwah dan harga diri masyarakat Aceh sebagai daerah yang memiliki kekhususan dalam penerapan syariat Islam.

“Ini bukan semata soal konten di media sosial. Ini menyangkut kehormatan umat Islam, khususnya di Aceh. Karena itu, kita berharap penegak hukum bisa bertindak tegas dan adil,” tegas Zahrol Fajri.

Ia menyatakan, pemerintah tidak menutup ruang bagi kebebasan berekspresi, namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar batas dan menyinggung keyakinan agama lain.

“Setiap orang berhak berpendapat, tetapi tidak berarti bebas menghina agama. Aceh memiliki kekhususan yang dijamin oleh undang-undang, jadi sudah semestinya semua pihak menghargai itu,” katanya lagi.

Zahrol juga berharap, penegakan hukum terhadap kasus ini dapat menjadi peringatan agar masyarakat lebih bijak dalam menggunakan media sosial, serta tidak menjadikan platform digital sebagai sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berbasis agama.

“Ini pelajaran bagi siapa pun di Indonesia agar tidak menjadikan agama sebagai bahan olok-olok. Kalau Aceh tegas, itu karena kami menjaga amanah syariat dan kehormatan masyarakat kami,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI