Beranda / Politik dan Hukum / Aceh Butuh Pemimpin yang Bisa Bernegosiasi dengan Pusat

Aceh Butuh Pemimpin yang Bisa Bernegosiasi dengan Pusat

Rabu, 11 September 2024 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pengamat sosial dan politik pemerintahan, Usman Lamreung. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Persaingan politik dalam pemilihan Gubernur Aceh mendatang semakin dinamis dengan dua pasangan kandidat yang kuat, yaitu Mualem-Dek Fad dan Bustami Hamzah. 

Para pengamat politik di Aceh, seperti Usman Lamreung, melihat bahwa pertarungan ini akan menjadi salah satu momen paling menentukan dalam sejarah politik Aceh. 

Usman Lamreung menekankan pentingnya masyarakat sebagai pemilih agar lebih objektif dalam memilih pemimpin yang tepat, mengingat tantangan besar yang masih dihadapi Aceh, seperti kemiskinan, pengangguran, dan lemahnya investasi.

Menurut Usman Lamreung, masyarakat Aceh harus berhati-hati dalam memilih pemimpin yang benar-benar memiliki visi yang jelas dan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut. 

"Aceh butuh pemimpin yang mampu menjawab tantangan-tantangan besar yang ada di depan mata. Masalah kemiskinan, pengangguran, dan lemahnya daya tarik investasi masih menghantui provinsi ini. Pemimpin yang dipilih harus memiliki solusi nyata dan siap untuk bekerja keras," ujarnya kepada Dialeksis.com dalam ngopi pagi di Banda Aceh, Rabu (11/9/2024).

Usman Lamreung juga menyoroti hubungan antara pemerintah Aceh dan pemerintah pusat yang selama sepuluh tahun terakhir dinilai kurang harmonis. 

Hubungan yang tidak produktif ini, menurutnya, berdampak pada berbagai kebijakan dan regulasi yang berpotensi membawa manfaat besar bagi Aceh. 

"Pemerintah Aceh lemah dalam berkomunikasi dan membangun bargaining position dengan pemerintah pusat. Padahal, jika komunikasi tersebut terjalin dengan baik, banyak kebijakan yang bisa lebih menguntungkan Aceh," kata Usman.

Salah satu bukti lemahnya hubungan tersebut terlihat pada minimnya pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN) di Aceh. 

Meskipun Aceh memiliki status kekhususan, regulasi yang ada masih menghambat pengembangan PSN di provinsi ini. 

Padahal, PSN seharusnya menjadi salah satu kunci utama dalam mempercepat pembangunan di Aceh, terutama melalui peran investor swasta yang dapat membantu menggerakkan ekonomi lokal.

Usman Lamreung menyebutkan bahwa selama dekade terakhir, nilai tawar Aceh di mata pemerintah pusat terus menurun. 

"Aceh seakan kehilangan tajinya. Hubungan yang kurang harmonis ini sangat berdampak pada kebijakan-kebijakan strategis yang harusnya bisa diambil untuk memajukan daerah," tegasnya.

Usman Lamreung juga menekankan bahwa orientasi pemerintah Aceh di masa depan tidak boleh hanya terpaku pada kucuran anggaran dari pusat, melainkan harus lebih berfokus pada pengembangan Program Strategis Nasional di wilayah Aceh. 

Dengan PSN yang berhasil diimplementasikan, otomatis akan diikuti oleh dukungan anggaran dari pemerintah pusat dan juga investasi swasta.

“Tidak perlu terkesan bahwa Aceh hanya tergantung pada dana Otsus. Triliunan rupiah dari Otsus yang telah diberikan selama ini terbukti tidak dikelola dengan baik, dan hal ini yang menyebabkan Aceh tetap berada di posisi sebagai provinsi termiskin di Indonesia,” ujarnya. 

Menurutnya, uang yang datang tanpa perencanaan dan pengelolaan yang baik justru akan membawa bencana, seperti yang terjadi selama ini.

Menghadapi Pilkada mendatang, pertanyaan yang kemudian muncul adalah siapa di antara Mualem-Dek Fad atau Bustami Hamzah yang paling cocok memimpin Aceh ke depan? 

Usman Lamreung menekankan bahwa pemilih harus melihat siapa di antara kedua pasangan calon yang memiliki akses dan hubungan yang baik dengan pemerintahan pusat, terutama dengan calon presiden terpilih. 

"Di era kepemimpinan Presiden Prabowo yang akan datang, siapa di antara mereka yang punya akses ke pusat? Apakah Mualem atau Bustami?" tanyanya.

Ia juga menekankan bahwa membangun komunikasi yang baik dengan pemerintah pusat bukan sekadar soal mendapatkan anggaran, melainkan melihatnya sebagai bentuk investasi bagi Aceh di masa depan. 

Ia menyindir bahwa tidak ada gunanya memperbaiki hubungan dengan pemerintahan Jokowi saat ini, karena masa kepemimpinannya hanya tinggal sebulan lagi. 

"Kita harus berpikir lebih jauh ke depan. Hubungan yang baik dengan pemerintah pusat harus menjadi investasi jangka panjang bagi Aceh," tambahnya.

Usman Lamreung memberikan pesan kepada masyarakat Aceh untuk cermat dalam memilih pemimpin. Aceh membutuhkan pemimpin yang mampu membangun sinergi dengan pemerintah pusat, memiliki visi yang jelas untuk membangkitkan ekonomi, dan yang paling penting, tidak hanya sekadar mengandalkan dana Otsus. 

"Pilkada kali ini adalah kesempatan bagi kita untuk memajukan Aceh, jangan sampai salah memilih," tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda