Beranda / Berita / Pojok Iqbal / Korea Selatan dan Ambisinya

Korea Selatan dan Ambisinya

Kamis, 20 Februari 2020 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Bong Joon Ho, the director of “Parasite,” accepting one of the four Oscars the film won on Sunday at the Academy Awards. [Credit: Noel West for The New York Times]



Ini bukan hanya sesederhana Parasite memenangkan kategori film terbaik pada gelaran Oscar 2020. Tidak hanya sekedar persoalan remeh temeh menang best picture di kontes film paling wahid sedunia. Menang empat penghargaan dari total enam nominasi adalah kejadian tak lazim bagi sebuah film produksi sineas dari timur jauh. Parasite adalah film asing (berbahasa non-Inggris) pertama yang mampu menyabet penghargaan paling prestisius itu, kemenangan yang bernilai besar bagi antah berantah dalam sejarah film dunia yang selalu dimonopoli oleh Hollywood. 

Ini bukan hanya sekedar menang dikontes film. Seluruh dunia kini semakin tahu tingginya batas ambisi Korea Selatan. Pencapaian-pencapaian yang menegasikan sikap underestimate negara lain kepada mereka. Menolak untuk menyerah, kemudian menyusun rencana, bergerak kedepan, melakukan perubahan dan menikmati kemenangan. Seperti kalimat kaligrafi kanji kesukaan Park Chung-hee, Presiden Korea Selatan pada 1963-1979. Ia memiliki secarik kertas gantung yang dilukisnya sendiri dengan huruf bahasa Korea yang berbunyi Yu Bi Mu Hwan, yang artinya kurang lebih "dengan persiapan, tidak perlu ada bahaya." Kata tersebut bukanlah kata sembarangan, bersumber dari The Art of War karya Sun Tzu, seorang pemikir militer sekaligus jenderal terbaik sepanjang sejarah Tiongkok kuno. Persiapan adalah kunci dari segalanya.

Korea Selatan pernah hancur babak-belur pada krisis yang melanda Asia dalam kurun 1997-an. Pada saat itu, mereka menjadi salah satu negara yang paling terimbas krisis. Pukulan sangat telak karena Korea Selatan sedang menikmati status ekonomi terbesar ke-11 didunia.

Selalu ada pelangi setelah badai, krisis ekonomi kemudian menyatukan konsesus antar industrialis besar. Dilakukannya sebuah persiapan besar untuk menghadapi segala tantangan yang merusak kondisi negara. Mereka duduk bersama dengan pemerintah yang bertindak sebagai fasilitator (yang menyiapkan rencana bersama) lalu sebagai konduktor (menjadi penghantar ke tujuan), dan regulator (mendukung dengan regulasi dan kekuasaan). Para pengusaha dan penguasa modal ini bersatu menghadapi badai ekonomi, menyingkirkan urusan politik yang sering mengakibatkan pertikaian antara mereka. Menyadari jika hanya dengan menggabungkan ambisi dan kekuatan, baru bisa memulihkan keadaan.

Para Chaebol bersatu untuk menyeroyok siapapun dan apapun yang menjadi rintangan. Chaebol adalah istilah bahasa Korea untuk konglomerat, dimana hampir separuh abad memainkan peran penting dalam membantu pemerintah mengembangkan industri, pasar dan ekspor. Hal ini telah menjadikan Korea Selatan menjadi salah satu kekuatan ekonomi industri baru dunia (Newly Industrializing Economy, NIE). Tidak ada yang lebih menakutkan daripada bersatunya orang-orang yang menakutkan.

Keberhasilan Hallyu atau Korean Wave, sebuah trend untuk 'hidup se-Korea mungkin', bukan terjadi secara alami begitu saja. Ada sebuah pengkondisian yang dilakukan belasan tahun yang lalu. Menyebarkan 'kultur dan gaya hidup' semacam pemantik peluang multiplier effect untuk pengembangan ekonomi. Penyebaran gagasan Hallyu dititipkan pada demam drama Korea yang dimulai pada tahun 2000-an awal. Bocah kanak-kanak saat itu 'terpaksa' ikut menikmati tayangan kesukaan para ibu atau kakak perempuan mereka. Sampai pada usia remaja menuju dewasa, suplemen tambahan Hallyu mereka telan dengan inisiatif pribadi, tentu dibantu memori masa kecil tentang Korea. Generasi millenial kini adalah konsumen terbesar Korean Wave dengan K-Pop (musik dan film) sebagai produk dagangan terlarisnya.

Bukan hanya sekedar industri musik dan film yang meraup laba besar. Multiplier effect yang tercipta efektif menopang tiang ekonomi negara. Seperti bangkitnya industri kecantikan, kosmetik, fashion, makanan dan ritel. Dampak paling besar lain adalah meledaknya industri pariwisata. Konsumen mancanegara memiliki hasrat yang tinggi untuk mengunjungi tempat indah seperti yang tampil dalam tontonan. Turis-turis berduyun datang mengunjungi Korea Selatan, tentu tidak perlu dibahas lagi bagaimana efek besarnya pengaruh industri pariwisata terhadap ekonomi negara.

Industri seni mereka kemudian berlanjut ke tahapan lebih serius. Tidak ingin dipandang hanya mengkomersilkan sisi 'pop culture nyampah', para sineas Korea Selatan memperbaiki kualitas produk seni yang mereka kerjakan. Hasilnya, karya mereka mendapat apresiasi, setelah beberapa tahun terakhir masuk dalam beberapa festival dan mendapat penghargaan disana, tahun ini adalah puncak pengakuan komunitas film dunia akan kualitas tidak main-main dari karya sineas Korea Selatan.

Bagaimana mereka bisa menundukkan Hollywood sebagai standar paling elit? Benar, mereka tidak berjalan sendirian, mereka melakukan persiapan dan secara bersama 'mengeroyok' lawan yang ada didepan. Kesuksesan film Parasite memecahkan rekor bahkan mendominasi dan menjadi 'juara umum' ajang penghargaan tersebut tidak terlepas dari dukungan CJ Corp. Seperti yang diketahui, CJ Corp adalah usaha konglomerasi di bagian hiburan dan ritel yang mempunyai benang merah dengan Grup Samsung. Pertumbuhan dunia film Korea Selatan didukung penuh para pengusaha lokal, dalam ikatan simbiosis mutualisme. Sineas mendapatkan suntikan dana besar dari donatur, lalu perusahan menjadikan film sebagai estalase iklan mereka.

Para Chaebol telah sukses mencapai tujuan pasca krisis ekonomi yang melanda negara mereka. Konglomerasi dan ekspansi bisnis mereka 'lumayan sukses' untuk masuk ke celah bisnis di Amerika dan Eropa, tidak kalah saing dengan perusahaan setempat yang telah lebih dulu mapan. Produk dari perusahaan elektronik Samsung dan LG Electronics, mobil murah Hyundai dan KIA Motors, baja berkualitas Posco, migas, energi dan telekomunikasi dari SK Holdings, serta makanan khas Korsel dari Sorabol dan Bibibop Asia Grill, franchise ritel Lotte, dan perusahaan lainnya sukses menginvasi pasar dunia.

'Korean Wave' nya yang terkenal menjadi salah satu faktor kebangkitan, mereka juga memiliki 'Korean Way', yakni arah jalan mencapai tujuan ala mereka sendiri. Korea Selatan mempunyai jalan tempuh (strategi) yang berbeda dari negara lain dalam menghadapi ombak tantangan global. Banyak pelajaran yang dipetik dari krisis ekonomi 1997, menjadikan Korea Selatan lebih halus dalam mengambil sikap kebijakan. Contoh kecilnya mereka menempuh jalan yang berbeda dangan China, dalam melawan hegemoni pasar dan status quo yang menguntungkan Amerika.

Jika China terang-terangan duel negara vis a vis negara menghadapi Amerika, dalam kasus perang dagang Huawei dengan teknolonginya melawan monopoli teknologi Amerika. Maka, Korea Selatan berperang seakan-akan itu hanyalah persaingan bisnis hak paten belaka antara Samsung dengan Apple. Langkah serupa juga diikuti oleh yang lainnya, memilih jalan senyap dan halus untuk menguasai secara perlahan. Siapa sangka sekarang Samsung menjadi pelopor teknologi dunia, Posco jadi alternatif komoditas baja murah dalam pasar, produk Hyundai dan KIA jadi pilihan bagus dibalik sengitnya persaingan mobil Eropa versus Jepang, LG yang disukai konsumen atas barang elektronik rumah tangga, dan banyak lagi dalam daftar mengambarkan produk mereka telah mampu berada pada tingkatan atas.

Sekali lagi, ini bukan hanya sesederhana Parasite memenangkan kategori film terbaik pada gelaran Oscar 2020. Lebih dari itu, ada subtansi lain yang penting dan layak menjadi inspirasi. Bong Joon Ho, sutradara film Parasite seakan mewakili sifat pekerja keras ala orang Korea, mewakili sikap negara tersebut dalam memacu langkah cepat menuju target mereka. Korea Selatan, sekarang dalam posisi menolak untuk menjadi pemeran figuran dalam konstalasi negara elit dunia. Nah apakah kita semua juga berpikiran sama, untuk membuat negara ini menjadi negara pemenang?

Iqbal Ahmady M Daud, Pengajar di Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, peminat literasi dan penyuka kopi sanger Solong Ulee Kareng.


Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda