KKP Lindungi Kekayaan Intelektual Produk Olahan Perikanan
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman jenis ikan dan produk olahan inovatif yang dihasilkan para pelaku usaha agar tidak diklaim sebagai hak milik oleh pihak lain.
Salah satunya dengan aktif menyosialisasikan peran merek dan indikasi geografis dalam penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan, dengan menggandeng Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum pada 5 Desember kemarin di Jakarta.
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo mengatakan perlindungan ini merupakan bagian dari kebijakan Presiden Prabowo yang semakin fokus pada ketahanan pangan, ekosistem laut, dan penciptaan nilai tambah melalui produk-produk inovatif, yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan nelayan. dan petani, tetapi juga memberikan solusi gizi bagi masyarakat Indonesia.
“Bicara perlindungan dari klaim pihak lain, kita punya dua rezim kekayaan intelektual yang sangat terkait dengan sektor kelautan dan perikanan, yaitu merek dan indikasi geografis,” terang Budi dalam siaran resmi KKP di Jakarta, Sabtu (7/12/2025).
Budi menambahkan, merek berperan penting dalam membentuk branding, citra dari produk maupun citra pelaku usahanya. Menurutnya, merek yang baik perlu dilindungi agar tidak digunakan oleh pihak lain secara bebas yang dapat berdampak negatif pada citra produk maupun pelaku usaha.
“Dengan kita mendaftarkan merek untuk dilindungi oleh negara, maka penggunaan merek oleh pihak lain tanpa izin akan dapat dikenakan sanksi hukum,” terangnya.
Kemudian perlindungan indikasi geografis, berperan penting untuk mengangkat citra daerah atau komunitas yang memiliki produk dengan kekhususan yang tidak dimiliki oleh daerah lain.
Budi mencontohkan cara produksi dan produk keju di Eropa, mampu menumbuhkan kebanggaan masyarakat di daerah penghasil karena produknya diakui sebagai indikasi geografis. sama dengan merek, indikasi geografis juga akan berakibat hukum.
"Disinilah negara berperan untuk melindungi hak kekayaan intelektual warga negaranya, agar tak ada klaim dari pihak lain atau bahkan dari negara lain. Saat ini KKP masih dalam proses penyusunan peraturan Menteri tentang penerapan indikasi geografis hasil laut dan perikanan," ujarnya.
Senada, Direktur Pengolahan Ditjen PDSPKP, Widya Rusyanto menegaskan saat ini KKP telah melakukan kurasi kepada 647 UMKM dengan 675 produk yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Berdasarkan kurasi tersebut, Widya menilai beragam komoditas dan produk makanan tersebut mempunyai potensi besar dalam mengembangkan indikasi geografis (IG) sebagai salah satu aset yang bernilai tinggi dalam bisnis perikanan.
Merujuk potensi tersebut, menurutnya diperlukan pengembangan indikasi geografis terhadap hasil laut dan perikanan yang memiliki reputasi, kualitas dan karekteristik tertentu dalam rangka akselerasi hilirisasi.
“Hal ini dilakukan sebagai upaya peningkatan nilai tambah dan penguatan daya saing hasil kelautan dan perikanan,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris Pra Indikasi Geografis, Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Gunawan menjabarkan IG sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang faktor karena lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Dikatakannya, dengan IG, produk memiliki karakteristik dan kualitas khusus dibandingkan produk sejenis dari daerah lain.
“Ini yang membuat produk tersebut menjadi unik atau berbeda, sehingga identitas produk berhubungan erat dengan area produksi baik kondisi alam, warisan budaya, dan/atau kebiasaan masyarakat,” urai Gunawan.
Oleh karena itu, Gunawan mendorong komoditas atau produk kelautan dan perikanan untuk didaftarkan sebagai IG. “IG menjelaskan identifikasi produk sekaligus menjamin karakteristik dan kualitas produk,” katanya.
Sebagai informasi, sosialisasi terkait merek dan indikasi geografis ini diikuti oleh 566 peserta. Para peserta sosialisasi terdiri dari pelaku usaha perikanan, dinas kelautan dan perikanan daerah dan para pemangku kepentingan.[*]