Dwikorita Ingatkan Jokowi Potensi Kekeringan dan Karhutla
Font: Ukuran: - +
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati. Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Nasional - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait potensi kekeringan pada musim kemarau tahun ini. Dalam surat tersebut, dia meminta perhatian khusus pemerintah atas potensi munculnya titik panas (hotspot) serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Mengutip CNN Indonesia, Senin (27/5/2024), Dwikorita memaparkan sebagian wilayah Indonesia, terutama di bagian selatan khatulistiwa, mengalami kondisi kering berdasarkan analisis Hari Tanpa Hujan (HTH). Mayoritas wilayah di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah mengalami HTH sepanjang 21-30 hari atau lebih.
Selain itu, 19% zona musim sudah memasuki musim kemarau. Diprediksi, sebagian besar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara akan menyusul dalam 3 dasarian ke depan.
"Analisis curah hujan dan sifat hujan untuk 3 dasarian terakhir juga menunjukkan kondisi kering sudah memasuki wilayah Indonesia, khususnya selatan Khatulistiwa," bunyi suratnya.
Dwikorita memperingatkan kondisi kekeringan akan mendominasi Indonesia sampai akhir September berdasarkan prediksi curah hujan. Hasil monitoring satelit juga menunjukkan kemunculan hotspot di daerah rawan karhutla.
"Daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah, kurang dari 50 mm per bulan, perlu perhatian khusus untuk mitigasi dampak kekeringan," tegasnya.
Secara umum, awal musim kemarau di Indonesia dimulai pada April-Juni 2024 di sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua Selatan. Puncaknya diprediksi terjadi pada Agustus 2024 di Sumatra Selatan, Jawa Timur, Kalimantan, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Terkait potensi La Nina, Dwikorita mengaku belum dapat memastikan. "Kami masih terus mengumpulkan data, akan mulai terjadi La Nina. Masih membutuhkan data monitoring suhu muka air laut di perairan Indonesia dan Samudera Pasifik," ungkapnya dalam konferensi pers di Badung, Bali (23/5/2024).