Beranda / Pemerintahan / Alex Marwata: Jangan Terlalu Berharap pada KPK tanpa Dukungan Politik Presiden

Alex Marwata: Jangan Terlalu Berharap pada KPK tanpa Dukungan Politik Presiden

Minggu, 08 September 2024 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: Istimewa)


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meminta masyarakat untuk tidak terlalu berharap pada lembaganya dalam situasi saat ini. 

Ia juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, termasuk aktivis antikorupsi, yang terus mendukung dan mengawasi KPK. Pernyataan ini disampaikan Alex dalam acara peluncuran dan diskusi "Evaluasi Kinerja KPK Periode 2019-2024" yang digelar oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK), dan Kemitraan.

"Kalau Bapak Ibu berharap terlalu tinggi pada KPK dengan kondisi seperti sekarang, bisa jadi akan kecewa," ujar Alex di Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2024). Dalam kesempatan tersebut, Alex menegaskan bahwa kunci keberhasilan pemberantasan korupsi ada di tangan presiden.

Menurut Alex, penegakan hukum terhadap korupsi sangat bergantung pada keinginan politik (political will) kepala negara. "Kunci pemberantasan korupsi itu ada di presiden. Political will," kata Alex. "Makanya, saya katakan, omong kosong berharap pada KPK jika tidak ada political will," tambahnya. 

Alex menjelaskan, presiden adalah sosok yang dapat mengendalikan dan mengoordinasikan seluruh instrumen kekuasaan untuk memberantas korupsi. 

Karena itu, ia berharap presiden di masa mendatang berkomitmen kuat dalam memberantas korupsi. "Hanya presiden yang bisa mengorkestrasi semuanya," tutur Alex.

Alex juga menyatakan bahwa dalam situasi saat ini, siapa pun yang menjadi pimpinan KPK, seberapa pun independennya, tetap tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan politik yang kuat. 

Menurutnya, ini juga dipengaruhi oleh pembagian kewenangan pemberantasan korupsi antara tiga lembaga, yaitu KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri. Kondisi ini berbeda dengan di Hong Kong dan Singapura, di mana kewenangan pemberantasan korupsi hanya dipegang oleh satu lembaga. 

"Di negara-negara itu, kebijakan lebih fokus dan penanganan kasus korupsi bisa menyeluruh. Sementara di sini, tidak demikian," kata Alex.

Dalam acara tersebut, ICW juga melaporkan beberapa isu yang dianggap melemahkan KPK. Laporan tersebut mengevaluasi kinerja KPK selama periode 2019-2024 yang sangat dipengaruhi oleh Revisi Undang-Undang KPK. Beberapa persoalan yang disoroti termasuk independensi pegawai, kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan penurunan kualitas penuntutan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI