Beranda / Parlemen Kita / Utang Pemerintah Capai Rp8.262 Triliun, Hentikan Proyek Mercusuar

Utang Pemerintah Capai Rp8.262 Triliun, Hentikan Proyek Mercusuar

Selasa, 02 Juli 2024 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menilai jika kondisi menurunnya penerimaan negara yang disebabkan anjloknya harga komoditas terus berlangsung, maka dikhawatirkan beban utang akan terus bertambah. [Foto: Arief/Man]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menilai jika kondisi menurunnya penerimaan negara yang disebabkan anjloknya harga komoditas terus berlangsung, maka dikhawatirkan beban utang akan terus bertambah. 

Ecky merinci bahwa saat ini, utang pemerintah sudah sekitar Rp8.262 triliun. Peningkatan tersebut, menurutnya, bahkan mencapai lebih dari Rp5.000 triliun sejak 2014.

“Jika proyek-proyek mercusuar terus jalan, dan penerimaan terus merosot karena komoditas mulai menurun, maka beban utang akan terus bertambah. Bahkan, untuk pembayaran bunga saja pada 2024 sudah mencapai 15 persen dari total belanja negara. Saya khawatir bukan hanya soal utang yang terus meningkat, namun juga persoalan crowding out dana publik. Sentimen suku bunga the Fed akan memiliki konsekuensi pada peningkatan tingkat yield SBN. Hal ini akan berdampak pada peningkatan beban bunga pada masa yang akan datang,” jelas Ecky Awal dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/7/2024).

Untuk itu, imbuh Ecky, pihaknya mendorong spending better dalam belanja negara. Pemerintah perlu menghentikan pengeluaran yang tidak perlu seperti proyek-proyek mercusuar yang bukan menjadi prioritas.

“Berikutnya, pertebal bantalan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan. Kenaikan harga pangan, energi, dan listrik punya dampak instan dalam memukul masyarakat miskin dan mereka yang rentan untuk jatuh dalam jurang kemiskinan,” ujarnya.

Prioritas fiskal secara total, imbuh Ecky, harus dialokasikan untuk membantu masyarakat tersebut. Anggaran belanja sosial perlu ditambah, salah satu yang menjadi perhatian adalah subsidi upah dan bantuan langsung bagi buruh dan pekerja informal di sektor pertanian. Di tengah gejolak harga pangan, bantalan tersebut menjadi penting.

“Sebab, kenaikan harga yang terjadi, di satu sisi, tidak dapat diikuti oleh peningkatan pendapatan. Hasil hitungan dengan menggunakan data mikro Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan tenaga kerja tumbuh hanya sekitar 1,7 persen pada tahun. Peningkatan ini tidak mampu mengimbangi inflasi yang ada,” tutup Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat III ini. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda