Selasa, 12 Agustus 2025
Beranda / Parlemen Kita / Ribuan Ton Gula Menumpuk di Gudang, Nasim Khan Desak Pemerintah Bertindak Cepat

Ribuan Ton Gula Menumpuk di Gudang, Nasim Khan Desak Pemerintah Bertindak Cepat

Senin, 11 Agustus 2025 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan saat meninjau gudang pabrik gula di Pabrik Gula (PG) Prajekan, Bondowoso, Jawa Timur, Minggu (10/8/2025). [Foto: Ist/vel via parlementaria DPR]


DIALEKSIS.COM | Bondowoso - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan mendesak pemerintah segera turun tangan menyelesaikan persoalan menumpuknya gula pasir di gudang-gudang pabrik milik petani di Situbondo dan Bondowoso, Jawa Timur. 

Kondisi ini dinilainya sudah sangat mengkhawatirkan, lantaran petani belum menerima pembayaran dari hasil panen tebu yang sudah digiling.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Petani sudah bekerja, tebu sudah digiling, tapi gula tak laku di pasar. Kalau bisa tidak menunggu minggu depan, besok pun harus ada keputusan," kata Nasim Khan saat audiensi dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dan manajemen pabrik gula di PG Prajekan, Bondowoso, Minggu (10/8/2025).

Dalam pertemuan tersebut terungkap, ribuan ton gula hasil produksi petani rakyat tidak terserap pasar. Di PG Prajekan saja, sebanyak 4.600 ton gula senilai Rp60 miliar menumpuk di gudang. PG Assembagoes, Situbondo, menghadapi kondisi serupa dengan 5.000 ton gula senilai Rp50 miliar belum terjual. Sementara PG Panji menyisakan 2.500 ton gula, dan PG Wringin Anom memiliki stok 3.900 ton gula yang tak terjual selama delapan periode giling.

"Ini ibarat nyawa di tenggorokan. Petani sudah menunggu pembayaran, tapi gula tidak laku di pasaran," ujar Chandra Sakri Widjaja, General Manager PG Prajekan.

Gula Rafinasi Banjiri Pasar

Nasim menilai salah satu biang keladi stagnasi penjualan ini adalah peredaran gula rafinasi yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman, namun kini beredar bebas di pasar ritel.

"Pasar kita dibanjiri gula rafinasi, harganya lebih murah. Ini membuat gula rakyat tak terserap. Kalau dibiarkan, petani kita bisa kehilangan semangat," tegas politisi dari Fraksi PKB itu.

Saat ini, gula rafinasi dijual sekitar Rp13.600 per kilogram, sedangkan gula produksi petani berada di angka Rp14.400, di bawah Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp14.500 per kilogram.

Petani Belum Dibayar, Produksi Terhenti

Stagnasi penjualan ini membuat pembayaran kepada petani tertunda. GM PG Assembagoes, Mulyono, menyebut pihaknya bahkan belum bisa membayar tebu petani selama empat periode giling.

"Ini sangat berat. Kami tidak bisa membayar karena gula tidak terjual. Bahkan, stok dari musim giling tahun lalu masih ada 140 ribu ton," ujar Mulyono.

Untuk mengatasi hal ini, pengurus APTRI bersama kementerian terkait tengah menjajaki skema pembelian gula oleh PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) menggunakan dana dari Danantara. Skema ini diharapkan bisa menjadi solusi jangka pendek untuk mengosongkan gudang dan memberi napas kepada petani.

Namun, Nasim menegaskan, langkah ini bukan solusi permanen. "Kalau tata niaga tidak dibenahi, dan petani tidak diberi perlindungan harga, masalah ini akan terus berulang. Padahal, Indonesia bisa swasembada gula kalau sistemnya benar dan petani dilindungi," ujarnya. [r/r]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI