DIALEKSIS.COM | Suka Makmue - Pernyataan anggota DPRK Nagan Raya, Rizki Julianda, yang menentang rencana penyelesaian pembangunan Masjid Giok Baitul A’la, menuai kecaman dari sejumlah rekannya di parlemen. Mereka menilai sikap Rizki tidak sejalan dengan semangat keistimewaan Aceh dan visi pembangunan daerah yang berlandaskan nilai agama, adat, dan budaya.
Ketua Fraksi Petiga Raya, Saiful Thaib, menilai pernyataan Rizki Julianda sebagai bentuk pandangan sempit yang menafikan nilai keistimewaan Aceh. Ia menegaskan, pembangunan masjid bukan hanya urusan fisik, tetapi simbol kehormatan daerah yang memiliki dasar hukum kuat dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh.
“Aceh ini punya keistimewaan dalam hal agama, adat, dan budaya. Mengalokasikan dana CSR hingga 80 persen untuk pembangunan masjid justru sejalan dengan itu,” kata Saiful, Selasa (14/10/2025).
Menurut pria yang akrab disapa Pon PMTOH itu, penggunaan dana CSR untuk kepentingan keagamaan sama sekali tidak menyalahi aturan, selama tujuannya bersifat istimewa dan mendukung kepentingan umat.
“Aturan yang bersifat istimewa bisa mengesampingkan aturan umum di bawahnya. Apalagi ini menyangkut agama,” tegasnya.
Saiful menambahkan, dana CSR adalah pilihan realistis untuk mempercepat penyelesaian Masjid Giok yang telah lama menjadi kebanggaan masyarakat Nagan Raya. “Masjid ini bukan sekadar bangunan, tapi simbol keagungan daerah kita,” ujarnya.
Nada serupa datang dari Ketua Fraksi Partai Golkar DPRK Nagan Raya, Sarimin, yang menilai sudah saatnya semua pihak menghentikan perdebatan dan bersatu mendukung kebijakan strategis Bupati Nagan Raya.
“Kita tidak boleh terus seperti ini. Kita harus berubah dan berani melakukan hal-hal besar, dan itu sudah dilakukan oleh Bupati kita,” kata Sarimin.
Ia menilai proyek penyelesaian Masjid Giok adalah langkah monumental yang akan mengangkat citra Nagan Raya di tingkat nasional bahkan internasional. “Bayangkan jika masjid itu selesai, tentu akan menjadi kebanggaan luar biasa bagi masyarakat Nagan Raya,” ujarnya.
Sarimin juga mengingatkan Rizki Julianda agar tidak menempatkan kepentingan pribadi atau kelompok di atas kepentingan masyarakat luas. “Jangan karena ada pihak yang terganggu dengan kebijakan ini, lalu kita mengkritik tanpa dasar. Sikap seperti ini yang membuat daerah kita lambat maju,” tegasnya.
Politisi Partai NasDem, H.T. Zulkarnaini, yang akrab disapa Bob Nen, turut menegaskan dukungannya terhadap kebijakan Bupati Nagan Raya, Dr. TR. Keumangan. Ia meminta pemerintah daerah untuk tetap melanjutkan pembangunan Masjid Giok meski ada suara penentangan.
“Jangan terlalu dihiraukan statement-statement yang tidak penting itu, anggap saja angin lalu,” ujarnya. Menurutnya, pembangunan masjid berbahan giok itu adalah ide brilian yang dapat menjadikan Nagan Raya dikenal dunia.
“Bagi saya, demi kemajuan Nagan Raya apapun akan saya dukung, apalagi jika masjid itu bisa menjadi ikon dunia,” kata Zulkarnaini.
Dukungan senada juga datang dari anggota DPRK Nagan Raya Fraksi Gerindra, Ali Sadikin, yang menyebut proyek ini sebagai momentum sejarah bagi daerah. “Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Giok itu cuma ada di Nagan Raya, harus kita kembangkan menjadi ikon dunia, apalagi dengan membangun rumah Allah,” ujarnya.
Sebelumnya, Bupati Nagan Raya Dr. TR. Keumangan telah menetapkan kebijakan pengalokasian 80 persen dana CSR perusahaan di kabupaten tersebut untuk penyelesaian Masjid Giok Baitul A’la. Kebijakan ini mendapat dukungan dari Ketua DPRK Nagan Raya, para tokoh masyarakat, hingga kalangan akademisi dan ulama.
Rencana pembangunan masjid berbahan giok batu khas Nagan Raya disebut sebagai upaya mengangkat potensi lokal menjadi simbol spiritual dan ekonomi daerah.
Namun pernyataan Rizki Julianda yang menentang kebijakan itu dianggap mencederai semangat kolektif membangun daerah dengan nilai-nilai Islam dan keistimewaan Aceh. Para anggota DPRK lainnya menilai, alih-alih menolak, seharusnya Rizki mendukung langkah Bupati yang berani mengambil inisiatif besar demi kemajuan daerah.
Meski menuai kritikan dari anggota DPRK Rizki Julianda, dukungan terhadap penyelesaian Masjid Giok justru semakin kuat. Para anggota dewan, tokoh masyarakat, dan elemen publik menilai proyek ini sebagai simbol kebangkitan Nagan Raya sebuah daerah kecil dengan potensi besar yang sedang berusaha menorehkan sejarahnya di panggung dunia Islam.
“Pembangunan Masjid Giok bukan sekadar proyek, tapi manifestasi dari jati diri dan kebesaran Aceh,” ujar Saiful Thaib menutup pernyataannya.