Beranda / Parlemen Kita / Kontroversi Kontes Kecantikan Transgender Libatkan Nama Aceh

Kontroversi Kontes Kecantikan Transgender Libatkan Nama Aceh

Rabu, 07 Agustus 2024 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Senator Fachrul Razi, Ketua Komite I DPD RI. Foto: doc pribadi


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sebuah kontes kecantikan transgender yang diduga diselenggarakan di Hotel Orchardz, Jakarta Pusat pada Minggu (4/8/2024), telah memicu kontroversi dan kecaman keras dari masyarakat Aceh. Peristiwa ini menjadi sorotan publik setelah beredarnya video di media sosial yang menampilkan seorang peserta mengenakan selempang bertuliskan "Aceh" dan diumumkan sebagai pemenang kontes.

Senator Fachrul Razi, Ketua Komite I DPD RI, mengecam keras penyelenggaraan kontes tersebut dan telah melaporkan panitia serta peserta yang menggunakan nama Aceh ke pihak kepolisian. 

Beliau menyatakan, "Ini adalah skenario jahat untuk merusak citra Aceh secara terstruktur dan masif. Panitia seharusnya memahami bahwa Aceh adalah daerah yang menerapkan syariat Islam."

Razi menambahkan bahwa kontes ini dinilai sebagai upaya provokasi terhadap Aceh yang dikenal teguh dalam penegakan syariat Islam di Indonesia. "Kami menolak penggunaan nama Aceh dalam kegiatan ini. Panitia dan peserta telah menciptakan kegaduhan di masyarakat, dan hal ini harus ditindak tegas oleh pihak berwajib," tegasnya.

Lebih lanjut, Senator Razi menyoroti potensi motif tersembunyi di balik peristiwa ini. "Ada indikasi bahwa kejadian ini merupakan upaya untuk membangun citra keliru bahwa Aceh mendukung LGBT. Padahal, kita tahu Aceh konsisten dalam penerapan syariat Islam dan aktif mendukung kemerdekaan Palestina," jelasnya.

Menanggapi situasi ini, Razi telah mengirimkan surat resmi ke Mabes Polri dan Polda Metro Jaya, meminta agar kasus ini segera ditindaklanjuti. "Saya akan mengawal proses hukum ini hingga tuntas. Pihak penyelenggara dan peserta harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka yang telah mencoreng nama baik Aceh dan berpotensi merusak toleransi beragama di Indonesia," tambahnya.

Kontroversi ini menyoroti pentingnya sensitivitas budaya dan agama dalam penyelenggaraan acara publik. Masyarakat kini menanti langkah tegas dari pihak berwenang untuk menyelesaikan kasus ini secara adil dan transparan, sambil tetap menjaga harmoni sosial dan menghormati keragaman di Indonesia.

Keyword:


Editor :
Redaksi

kip
riset-JSI
Komentar Anda