Kamis, 17 Juli 2025
Beranda / Parlemen Kita / Ketua DPRK Banda Aceh Irwansyah Dorong Kembalikan Status Blang Padang ke MRB

Ketua DPRK Banda Aceh Irwansyah Dorong Kembalikan Status Blang Padang ke MRB

Rabu, 16 Juli 2025 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Irwansyah.[Foto: net]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Irwansyah, mengungkapkan fakta terkait status kepemilikan lahan Blang Padang yang selama ini menjadi ikon ruang publik di jantung ibu kota Provinsi Aceh.

Dalam pertemuannya dengan perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Agraria Kota Banda Aceh, terungkap bahwa secara administratif, lahan tersebut tidak memiliki sertifikat atas nama pihak mana pun.

"Alhamdulillah hari ini saya menerima kunjungan dari BPN Kota Banda Aceh. Kami mendiskusikan beberapa isu strategis, salah satunya mengenai status tanah Blang Padang. Berdasarkan dokumen agraria yang ada, ternyata hingga kini lahan tersebut belum bersertifikat atas nama siapa pun -- baik individu maupun institusi. Artinya, secara administrasi tanah ini tidak bertuan," kata Irwansyah yang dilansir media dialeksis.com dalam instagramnya @irwansyah_st, Rabu (16/7/2025).

Namun, Irwansyah menekankan bahwa meskipun secara legal belum bersertifikat, fakta sejarah tidak boleh diabaikan. Ia mengungkapkan bahwa tanah Blang Padang merupakan wakaf dari Sultan Iskandar Muda untuk Masjid Raya Baiturrahman.

"Kalau memang jejak sejarahnya jelas bahwa tanah ini merupakan wakaf dari Sultan Iskandar Muda, maka sudah seharusnya secara aturan dan regulasi dikembalikan kepada penerima wakaf, yaitu Masjid Raya Baiturrahman. Dan pengelolaannya harus dilakukan oleh Nazir Wakaf yang ditunjuk oleh wakif (pemberi wakaf)," tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Irwansyah juga mendorong agar semua pihak, baik pemerintah kota, Baitul Mal, hingga lembaga wakaf, segera duduk bersama untuk menelusuri kembali dokumen sejarah dan melakukan musyawarah demi kepastian hukum status tanah Blang Padang.

"Musyawarah antar berbagai pihak sangat penting agar tidak terjadi kekosongan kepemilikan yang pada akhirnya membuka celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan lahan ini," tambahnya.

Ia berharap langkah-langkah lanjutan bisa segera diambil, termasuk kemungkinan pengurusan sertifikat atas nama Masjid Raya Baiturrahman jika memang terbukti sah sebagai penerima wakaf.

Dalam kesempatan yang sama, Irwansyah turut menyoroti keberadaan sejumlah lahan yang dibiarkan terbengkalai di pusat Kota Banda Aceh, salah satunya bekas lahan Geunta Plaza dan Hotel Aceh yang terletak persis di samping kantor DPRK Banda Aceh.

"Tanah-tanah seperti eks Geunta Plaza ini sudah terlalu lama dibiarkan tanpa fungsi yang jelas. Ini tidak bisa didiamkan karena mengganggu estetika kota dan menciptakan kesan semrawut," ujar Irwansyah.

Berdasarkan masukan dari pihak Agraria, ia menyebut bahwa Pemko Banda Aceh berhak mengirimkan surat teguran atau peringatan keras kepada pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) yang sah.

"Pemilik HGB tercatat berada di Jakarta. Maka saya akan mengusulkan kepada Ibu Wali Kota untuk mengirimkan surat resmi berisi teguran agar lahan itu segera dimanfaatkan. Kalau tidak diindahkan dalam jangka waktu tertentu, secara regulasi pemerintah bisa mengambil sikap tegas untuk mengelolanya kembali," imbuhnya.

Irwansyah menyayangkan apabila lahan-lahan strategis yang berada di tengah kota dibiarkan begitu saja, sementara di sisi lain, masyarakat membutuhkan ruang terbuka atau fasilitas publik.

"Kita tidak ingin berlama-lama membiarkan kondisi ini. Pemerintah harus berani tegas terhadap pemilik HGB yang tidak memanfaatkan lahannya. Kota ini harus ditata dengan visi yang jelas, terutama dari sisi estetika dan fungsi sosial lahan," ujarnya.

Dalam diskusi bersama BPN, Irwansyah juga menyinggung satu kasus yang menarik perhatian publik mengenai sengketa aset antara pasangan suami istri yang sedang dalam proses perceraian.

Diketahui, terdapat indikasi aset dijual sepihak oleh suami sebelum proses perceraian selesai, meski sertifikat atas nama istri.

“Ini juga menjadi pelajaran penting bahwa dalam urusan aset keluarga, kejelasan legalitas, persetujuan kedua belah pihak, dan perlindungan hukum bagi pihak perempuan harus benar-benar dijaga. Apalagi jika ada indikasi pemalsuan tanda tangan atau dokumen,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI