Jum`at, 05 September 2025
Beranda / Parlemen Kita / Ketua DPRA Aceh Zulfadhli: Tiga Kontroversi yang Menguji Hubungan Pusat–Daerah

Ketua DPRA Aceh Zulfadhli: Tiga Kontroversi yang Menguji Hubungan Pusat–Daerah

Rabu, 03 September 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Ilustrasi Ketua DPRA Aceh, Zulfadhli. Foto: desain Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Aceh - Selama kurang dari setahun, Ketua DPRA Zulfadhli, A.Md, telah membuat serangkaian pernyataan kontroversial yang berpotensi mengguncang stabilitas politik di Aceh. 

Pernyataan-pernyataan ini tidak hanya menciptakan ketegangan dengan pemerintah pusat, tetapi juga bisa mempersulit posisi Gubernur Aceh, Mualem, yang saat ini sedang berupaya mendapatkan dukungan dari Jakarta.

Berikut adalah tiga peristiwa utama yang menandai jejak politik Zulfadhli yang penuh gejolak:

1. Seruan Pisah dari Pusat: Makar atau Ekspresi Frustrasi?

Pada 1 September 2025, dalam sebuah demonstrasi besar di Banda Aceh, Zulfadhli membuat pernyataan yang menghebohkan. Ia menyatakan kesiapannya untuk menandatangani tuntutan pemisahan Aceh dari Indonesia.

“Pisah aja Aceh sama pusat. Tulis, biar aku teken,” ujarnya di hadapan massa yang kemudian menyambutnya dengan teriakan “Merdeka!”

Pernyataan ini langsung menarik perhatian nasional. Sebagian pihak menganggapnya sebagai tindakan makar, sementara pendukungnya menyebutnya sebagai gimmick politik atau ekspresi frustrasi atas stagnasi MoU Helsinki dan dugaan pelanggaran HAM yang belum tuntas.


2. Tuduhan terhadap Partai Gerindra Terkait Plt Sekda

Jauh sebelum seruan pemisahan, Zulfadhli sudah menuding Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah (Dek Fad), dan Bendahara Partai Gerindra, Irsyadi, sebagai dalang di balik pengangkatan Alhudri sebagai Plt Sekda Aceh.

“Ini permainan Wakil Gubernur Dek Fad dari Partai Gerindra. Ini permainan Bendahara Gerindra Irsyadi. Saya akan tuntaskan ini semua.”

Pernyataan ini secara langsung menyasar partai yang berkuasa di tingkat nasional dan seolah memperlihatkan sentimen negatif Zulfadhli terhadap partai pimpinan Presiden Prabowo, yang bisa diartikan sebagai bagian dari narasi perlawanan terhadap Jakarta.


3. Kritik terhadap Polda Aceh dan Dugaan "Barter Proyek"

Zulfadhli juga menciptakan sentimen negatif dengan Polda Aceh saat ia mempertanyakan pemanggilan Kelompok Kerja (Pokja) BPBJ oleh Ditreskrimsus Polda Aceh. Ia mencurigai adanya praktik “barter proyek” yang melibatkan oknum aparat.

“Itu Pokja Biro PBJ dipanggil oleh Polda. Ini ada apa, jadi perlu kita dalami,” katanya.

Zulfadhli menyatakan akan menyurati pimpinan Polda dan menyebut praktik semacam ini dapat menghambat pembangunan dan menimbulkan ketakutan di kalangan birokrat.

Alih-alih memposisikan diri sebagai mitra pemerintah Aceh, Zulfadhli justru terlihat menempatkan DPRA sebagai simbol oposisi lokal terhadap pemerintah pusat. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah tindakannya ini adalah wujud keberanian politik, atau justru awal dari upaya untuk menarik Aceh kembali ke dalam konflik?

Entah beban apa yang sedang dialami, yang jelas bila Pusat menanggapi dengan serius sangat mungkin pernyataan Zulfadhli selaku Ketua DPRA akan mengganggu upaya Mualem dalam memulihkan Aceh.

Kabar terbaru dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut Presiden Prabowo mempertanyakan efektivitas Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh menjadi sorotan. Apakah ini sebuah respons terhadap pernyataan Ketua DPRA tentang pemisahan diri? Waktu yang akan menjawabnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
sekwan - polda
damai -esdm
bpka