Beranda / Parlemen Kita / Badai PHK Melanda, Komisi IX DPR RI Desak Pemerintah Berikan Win-win Solution

Badai PHK Melanda, Komisi IX DPR RI Desak Pemerintah Berikan Win-win Solution

Jum`at, 16 Agustus 2024 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. [Foto: Munchen/vel]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Indonesia saat ini sedang dilanda badai pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi ratusan ribu pekerja, terutama akibat perlambatan laju pertumbuhan industri tekstil dan pakaian. Anggota Komisi IX DPR RI mendesak Pemerintah untuk segera memberikan solusi terbaik bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan.

"Kondisi ini sangat memprihatinkan, dampak perekonomian Indonesia yang tidak stabil membuat masyarakat kehilangan mata pencahariannya. Hal ini bisa membuat angka pengangguran bertambah. Pemerintah harus segera beri solusi yang terbaik," ujar Rahmad Handoyo dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/8/2024).

Rahmad menilai, salah satu penyebab terjadinya badai PHK ini adalah karena iklim investasi yang kurang baik. Sehingga, perusahaan harus melakukan perpindahan lokasi usaha, yang mengakibatkan banyaknya pekerja yang di-PHK.

Iklim investasi merupakan kebijakan, institusional, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi. Rahmad juga menekankan pentingnya hubungan antara karyawan dan pemberi kerja.

"Iklim investasi juga harus kita jaga dengan baik, artinya hubungan industrial antara pekerja dengan industri maupun pengusaha itu juga harus berjalan harmonis, karena salah satu penyebab PHK itu karena ada relokasi pabrik dari Jabodetabek ke luar Provinsi atau Jabodetabek," jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Lebih lanjut, Rahmad mengatakan menjaga iklim investasi antara pelaku industri dengan para pekerja bisa menjadi jalan keluar yang menguntungkan semua pihak. Ia menyebut, upaya ini juga harus dimediasi oleh Pemerintah.

"Kita jaga hubungan harmonis antara pekerja dengan industri, sehingga solusi dari persoalan tidak harus dengan PHK, tidak harus dengan alokasi pabrik atau berpindah tempatnya yang dapat menyebabkan PHK. Pemerintah, terutama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) harus bisa menjadi mediator sehingga tercipta win-win solution," terang Rahmad.

Rahmad juga menilai Pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal kepada industri tekstil dan pakaian jadi yang sedang mengalami masa-masa sulit. Insentif ini dapat berupa pengurangan pajak, subsidi produksi, atau dukungan pembiayaan untuk membantu perusahaan menghadapi kesulitan dan mendorong pertumbuhan kembali.

“Dengan begitu kita harap dapat menekan dampak ekonomi dari masyarakat yang terkena PHK,” ungkap Rahmad

Data Kemenaker menunjukan terdapat 101.536 karyawan yang terkena PHK dari Januari hingga Juni. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir 2024. Rahmad menyebut, besarnya jumlah angka PHK itu harus mendapat perhatian lebih dari Pemerintah.

"Melihat angka tersebut bisa menjadi parameter bahwa ini adalah isu penting yang harus segera diambil tindakan dan dicari solusinya. Kasian rakyat yang kehilangan mata pencahariannya," tegasnya.

Selain itu, Pemerintah juga dinilai perlu melakukan identifikasi faktor-faktor penyebab perlambatan ekonomi yang tengah terjadi. Identifikasi masalah harus dilakukan secara komprehensif dan detail agar kebijakan yang akan diambil untuk mengatasi masalah tersebut dapat tepat sasaran.

“Dukungan kepada tenaga kerja juga diperlukan untuk saat ini, misalnya Kemenaker dapat memperbanyak program pelatihan untuk pekerja yang kehilangan pekerjaan, salah satu contohnya adalah Skillhub,” papar Rahmad.

Skillhub adalah layanan pelatihan guna meningkatkan kompetensi secara gratis dari Kemanaker. Rahmad menilai, peningkatan program Skillhub pun harus memperhatikan era perkembangan zaman.

"Program ini harus mencakup keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini, sehingga mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja dapat dengan mudah beralih ke sektor atau pekerjaan baru," urainya.

Di sisi lain, Rahmad menekankan pentingnya kolaborasi antar-stakeholder terkait. Termasuk peningkatan kerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) untuk menciptakan program-program yang mendukung pengembangan industri serta perlindungan pekerja.

"Kolaborasi ini dapat mencakup penyusunan kebijakan, pelatihan tenaga kerja, dan inisiatif inovasi," terang Rahmad.

Badai PHK diketahui tak hanya menghantam industri tekstil dan pakaian. Beberapa sektor industri lain juga mengalami kesulitan, seperti pada sektor media massa yang belakangan menyebabkan banyak kantor media tutup atau gulung tikar.

Permasalahan lainnya juga termasuk belum adanya kejelasan tentang nominal pasangon, dan karyawan kontrak pun belum didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Merujuk data yang dihimpun Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) hingga Juni 2024, tercatat sekitar 13.800 buruh tekstil terkena PHK dengan alasan efisiensi hingga penutupan pabrik. Sebanyak 10 pabrik melakukan pengurangan karyawan.

Rahmad berharap, pihak perusahaan tetap memenuhi tanggung jawabnya kepada para karyawan meski dalam keadaan sulit. Hal tersebut disampaikannya dengand asar amanat dari undang-undang. 

“Perusahaan wajib memberikan hak-hak karyawan, termasuk pesangon dan gaji yang belum dibayarkan saat memutuskan melakukan PHK. Ini ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Cipta Kerja,” katanya.

Menutup pernyataan resminya, Rahmad meminta Pemerintah untuk mengawal dan mengawasi hak pekerja yang di-PHK serta memastikan hak tersebut dipenuhi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ia pun kembali menegaskan agar tidak boleh ada hak-hak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja terabaikan. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

kip
riset-JSI
Komentar Anda