Susahnya Mengundang Pejabat Masuk Panti?
Font: Ukuran: - +
Oleh Fauzan Azima
Sesi foto bersama warga binaan panti dengan pejabat adalah moment mengesankan. Lebih-lebih berfoto bersama Sekretaris Daerah Aceh, H. Taqwallah, M. Kes, tentu sangat membanggakan. Berapa sudah jumlah Sekda di Aceh belum ada yang seserius Taqwallah masuk dan peduli kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), apalagi sekelas UPTD Dinas Sosial Aceh yang image pejabat, staf dan warga binaannya dianggap orang "buangan."
"Tidak!" tegas Taqwallah, "UPTD inilah yang menjadi ujung tombak pemerintah terhadap pelayanan masyarakat" sambungnya. Sekda Aceh menyebutnya, orang-orang yang bekerja dalam bidang pelayanan terhadap masyarakat adalah orang-orang yang telah mendapat tiket ke surga, tetapi belum tentu mendapat boarding pas kelas surge, kalau pejabat dan stafnya tidak melaksanakan tugasnya dengan benar.
"Pemberdayaan" UPTD Dinas Sosial Aceh yang terdiri atas: Rumoh Seujahtera Aneuk nanggroe (RSAN) yang menyantuni anak yatim terlantar, Rumoh Sejatera Jeuroh Naguna (RSJN) yang mendidik anak-anak putus sekolah dengan memberikan keterampilan khusus perbengkelan bagi laki-laki dan bagi perempuan belajar menjahit, Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang (RSGS) yang memberikan pelayanan khusus kepada lanjut usia terlantar, dan Rumoh Seujahtera Beujroeh Meukarya (RSBM) yang khusus mengasuh kepada distabilitas terlantar khususnya tuna netra.
Di samping itu ada dua unit lagi cikal bakal UPTD yaitu, Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Sosial (LPKS) yang menangani anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum, dan Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) yang menangani dan pemberdayaan Wanita Tuna Sosial.
Di samping penataan kelembagaan, pemerintah juga serius memperbaiki nomenklatur dengan bahasa yang santun serta tidak membuat tersinggung bagi "penyandang masalah." Misalnya, semula Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), kini dirubah menjadi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS). Di lingkungan Dinas Sosial Aceh sendiri sudah lama diberlakukan nomenklatur dengan mengikuti kearifan lokal, yakni "panti" menjadi "Rumoh Seujahtera."
Kehadiran Rumoh Seujatera milik pemerintah menjadi contoh dan acuan bagi yayasan dan organisasi sosial lainnya, khususnya dalam penanganan anak-anak yatim dan fakir miskin serta lanjut usia. Pemerintah Aceh melalui Dinas Sosial memberikan bantuan kepada 142 yayasan dan organisasi sosial yang bergerak untuk penyantunan anak yatim dan fakir miskin, serta 14 lainnya yang bergerak dalam pelayanan lanjut usia dengan memberikan dana Rp. 8,1 Milyar dan peralatan lainnya yang tentu saja menurut Inspektorat Aceh masih sangat kurang.
Alasan Inspektorat Aceh itu benar. Manusia diciptakan setara, jika kebetulan standar hidup mereka minimum maka menjadi tugas negara untuk menyamakannya dengan masyarakat lainnya. Seperti amanah konstitusi negara kita, "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara."
Hanya saja kita sudah lama tidur nyenyak. Konstitusi menjadi konsumsi pengetahuan saja, sampai "Pak Taqwa" begitu Sekda Aceh itu disapa datang membangunkan kita semua untuk melaksanakan secara nyata dan lebih serius lagi terhadap pelayanan kepada 26 jenis Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dari ayunan sampai ke liang lahat yang menjadi tugas Dinas Sosial Aceh.
Bertugas di Dinas Sosial, terutama di UPTD Rumoh Seujahtera tidak saja soal adminitrasi, tetapi juga menuntut "kerja dengan hati" dan penuh kesabaran karena pimpinan, staf dan pengasuh dihadapkan dengan masyarakat yang bermasalah yang secara psikologis mereka rendah diri, pasrah, tidak percaya kepada hukum dan adat. Hanya kasih sayanglah yang bisa merubah mereka kepada kehidupan normal.
Bermula program BRI (Bersih, Rapi dan Indah) kemudian dimodifikasi menjadi Bersih, Rapi, Estetika dan Hijau (BEREH) adalah pintu masuk bagi "Pak Taqwa" untuk masuk UPTD Rumoh Seujatera yang ke depan akan berimplikasi dengan peningkatan sarana dan Prasarana serta pelayanan. Sehingga pelayanan dasar kepada masyarakat hidup di bawah standar minimum menjadi maksimal.
Anggapan bahwa UPTD hanya "sarang penyamun" dan pejabat sangat susah masuk ke sana. Meskipun diundang selalu diwakilkan kepada pejabat yang lebih rendah. Kunjungan Sekda Aceh ke seluruh UPTD Dinas Sosial pada Sabtu, 27 Oktober 2019 lalu, telah mematahkan anggapan negatif itu.
Sementara sekarang ini, setiap kunjungan selalu diberitahu kepada Kepala Dinasnya, tetapi untuk masa yang akan datang, bisa jadi "Pak Taqwa" datang seperti jailangkung; datang tidak diundang dan pulang tidak diantar, tetapi kalau pejabat atau staf tidak memelihara sarana dan prasarananya dengan baik, maka tunggu akan datang "surat cinta."
Jadi, harus diingat bahwa sesi foto bersama bukanlah akhir dari perjalanan "Pak Taqwa" datang ke UPTD Rumoh Seujahtera, tetapi itu merupakan langkah awal bagi Sekda Aceh memberikan rapor merah, kuning dan hijau sebelum mengirim "surat cinta" yang bisa jadi cinta ditolak alias pemberhentian pejabat, staf dan pengasuh. (*)
*Fauzan Azima, Penasehat Khusus Gubernur Aceh Bidang Sosial