Reformasi Kepolisian Gagal?
Font: Ukuran: - +
Khaliza Zahara. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Imparsial The Indonesian Human Rights Monitor menilai selama 13 tahun masa reformasi, Polri belum berhasil melakukan reformasi karena ada berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. contoh kegagalan dari reformasi Polri di antaranya dengan masih tingginya laporan masyarakat terhadap penyalahgunaan wewenang, tindakan kekerasan hingga kasus salah tangkap yang dilakukan Polri.
Pengamat sekaligus dosen Studi Asia Tenggara Murdoch University Australia, Jacqui Baker nilai reformasi Polri gagal karena tidak sesuai dengan demokrasi. Baker soroti tajam penanganan tragedi Kanjuruhan yang salah prosedur hingga lakukan tindak kekerasan. Menurutnya Polri tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena bukan merupakan lembaga demokrasi. Selain itu, Polri juga gagal lakukan reformasi dalam konteks malapraktik, inkompetensi, dan pembiaran. Gagalnya reformasi dibuktikan juga dari adanya peningkatan kasus kekerasan dalam ketertiban umum sejak empat hingga lima tahun ke belakang.
Dalam tiga tahun terakhir ini, Kontras juga menyoroti penggunaan senjata api oleh Polri. Penggunaan yang tidak profesional dinilai berdampak langsung kepada masyarakat. "Terkadang kewenangan tersebut disalahgunakan sehingga acapkali menimbulkan tindakan pelanggaran seperti halnya penyiksaan (torture) dan pembunuhan di luar hukum (extra-judicial killing)," terhadap kasus kanjuruhan yang terjadi saya dapat mengungkapkan bahwa petugas kepolisian tindakan represif pihak kepolisian yang memicu penyerbuan yang berujung pada kematian 131 orang itu mengungkapkan adanya masalah sistemik yang dihadapi polisi Indonesia, di mana banyak di antara mereka yang kurang terlatih dalam pengendalian massa dan sangat militeristik. kegagalan kepolisian juga terdapat dalam data Transparansi Internasional, yang menyebutkan pada 2008 Polri merupakan Institusi terkorup di Indonesia. "Sedang data Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan terdapat 145 tunggakan kasus korupsi yang harus diselesaikan pada tahun 2010," dinamika reformasi yang berjalan tidak memberi kontribusi yang maksimal bagi pembentukan polisi yang akuntabel, namun reformasi polisi yang berjalan hanya bersifat kosmetik belaka dan belum dilakukan secara lebih substansial dan lebih utuh.
Polri sebagai sub sistem dari pemerintah secara responsif telah berupaya memberi kontribusi mewujudkan prinsip Good Governance dan Clean Government baik dalam pelaksanaan tugas pokok memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat maupun di kalangan internal Polri sendiri sebagaimana dicanangkan dalam grand strategi Polri berupa Trust Building (membangun kepercayaan).
Penyimpangan perilaku anggota Polri tersebut di atas adalah merupakan pelanggaran terhadap peraturan disiplin anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Namun penegakan hukum terhadap peraturan disiplin anggota Polri saat ini dirasakan masih jauh dari harapan dan belum mampu secara maksimal memberikan dampak positif bagi perilaku anggota Polri baik dikarenakan proses dari penegakan hukumnya maupun hasil dari penegakan hukum peraturan disiplinnya, antara lain masih terjadi perbedaan persepsi tentang pelaksanaan ketentuan hukum disiplin Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin, meskipun hal tersebut telah diatur baik oleh PP RI No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri maupun ketentuan acara pelaksanaannya berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/431/IX/2004 tanggal 30 September 2004 tentang tata cara penyelesaian pelanggaran disiplin anggota Polri, serta berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/97/XII/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang organisasi dan tata kerja Divpropram Polri.
Kondisi melemahnya disiplin dan profesionalisme anggota Polri yang terjadi pada saat ini mulai sering menjadi pembicaraan masyarakat luas. Dengan sering diberitakannya di berbagai media massa mengenai tindakan indisipliner yang dilakukan oleh anggota Polri, misalnya banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri, adanya anggota Polri yang terlibat dalam tindak pidana, tindakan sewenangwenang anggota Polri, dan masih banyak kasus lain yang menggambarkan kurang disiplinnya anggota Polri, menjadikan keprihatinansendiri bagi masyarakat terkait dalam pelaksanaan tugas pokok Polri yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia
Dengan melihat dari beberapa kondisi tersebut maka perlu disiasati dengan menggunakan strategi yang tepat sehingga penegakan hukum disiplin dapat berjalan dalam suasana yang kondusif, lancar tanpa hambatan berarti mampu menjadi sarana kontrol, pencegahan perilaku menyimpang dan menumbuh-kembangkan perilaku disiplin anggota Polri guna mewujudkan Good Governance dan Clean Government di internal Polri dalam rangka memantapkan citra Polri, selain itu pimpinan kepolisian dalam menjatuhkan sanksi terhadap anggota kepolisian selama ini kadang kala juga melakukan tindakan yang tidak sewajarnya
"Di ibu kota, Jakarta, polisi menembak dan membunuh 10 orang saat pengunjuk rasa berkampanye menentang pemilihan kembali Presiden Joko Widodo pada 2019. Tahun berikutnya, petugas memukuli ratusan orang di 15 provinsi dengan tongkat saat mereka memprotes undang-undang baru. Di kota utara Ternate pada bulan April, petugas menembakkan gas air mata ke kerumunan demonstran mahasiswa yang damai, membuat tiga balita sakit," ditambah dengan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan kepolisian "hampir tidak pernah ada" pengadilan atas penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan kecuali pada 2019, ketika dua mahasiswa tewas di Pulau Sulawesi selama protes.
Saya juga mengutip salah satu pernyataan atau analisa dari Jacqui Baker, ekonom politik di Murdoch University di Perth, Australia, yang mempelajari kepolisian di Indonesia. Baker menuturkan selama lebih dari dua dekade, aktivis HAM dan ombudsman pemerintah telah melakukan penyelidikan atas tindakan polisi Indonesia. Namun, laporan-laporan yang juga sampai kepada kepala polisi ini tidak ditindaklanjuti atau singkatnya tidak membawa perubahan apapun.
"Jajak pendapat menunjukkan penurunan tajam dalam kepercayaan publik terhadap polisi - turun menjadi 54,2 persen pada Agustus 2022 dari 71,6 persen pada April tahun itu setelah muncul laporan bahwa seorang jenderal polisi bintang dua telah membunuh bawahannya dan menginstruksikan petugas lain untuk menutupinya," hal tersebut tentunyan memicu kegelisahan public terhadap kinerja institusi polri dalam menjalankan mandate konstitusionalnya. Seperti menjaga keamanan, memberikan perlindungan dan pelayanan masyarakat, serta menegakkan hukum.
Penulis: Khaliza Zahara
Alumni SKPP Kabupaten Pidie