Beranda / Opini / Plot Twist Drama Tiga Babak Pilgub Aceh

Plot Twist Drama Tiga Babak Pilgub Aceh

Selasa, 24 September 2024 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Aryos Nivada
Aryos Nivada. [Foto: tangkapan layar Channel YouTube Jalan Ary Official]

DIALEKSIS.COM | Opini - Lolosnya Bustami - Fadhil Rahmi sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Aceh merupakan plot twist di akhir episode babak kedua, dari drama tiga babak pilkada Aceh tahun 2024. Sekarang, penonton akan menanti plot twist sesungguhnya: sang pemimpin Aceh. 

Awalnya, dari alur cerita yang ada, penonton sempat menduga bahwa Bustami - Fadhil tidak bisa melangkah ke babak terakhir. Peran mantan Pj Gubernur Aceh itu hanya sampai di babak kedua. 

Pasalnya, dari alur cerita, ada banyak yang bisa dijadikan tanda. Tanda yang paling kental adalah gagalnya pasangan Bustami - Fadhil Rahmi menandatangani kesediaan menjalankan butir-butir MoU Helsinki, dan peraturan pelaksananya di paripurna DPRA. 

Dugaan muncul, tuduhan menyasar kemana-mana. KIP Aceh diserang. DPRA disebut sarang penggagalan. Cendikia bahkan diserang diam memihak pasangan bangai. Lahirlah tuduhan, ada upaya menggiring agar terjadi Pilkada kotak kosong. 

Tapi, ada pula yang mengira tidak kuorum semata sebagai candaan politik Partai Aceh. Pesan khusus untuk Bustami bahwa dirinya tanpa dukungan Partai Aceh tidak akan mulus menjadi Sekda dan Pj Gubernur Aceh. 

Kalau memang Partai Aceh dan koalisi pendukung Mualem - Dek Fadh bermaksud menghadang Bustami, sudah dilakukan dengan mempersoalkan waktu pergantian calon wakil gubernur Aceh sebagai pendamping Bustami, yang ditetapkan melewati batas waktu tujuh hari kerja. 

Kembali ke alur cerita. Begitu KIP Aceh memutuskan Bustami -Fadhil tidak memenuhi syarat (21/9) maka penonton mulai menduga siapa pasangan penganti, atau apakah akan terjadi Pilkada Kotak Kosong. 

Sebaliknya, pendukung Om Bus murka diberbagai sosial media. Bahkan anehnya publik Aceh dikejutkan dengan muncul pesan darurat demokrasi, spanduk-spanduk yang menohok KIP Aceh dipasang dimana-mana. Sama halnya seperti beragam status kemurkaan menghiasi dinding media sosial, termasuk bermunculan berbagai opini yang menyudutkan KIP Aceh. 

Qanun 7/2024 yang awalnya tidak ada di internet tiba-tiba sudah bisa di download oleh publik. Puncaknya keluar berita perlawanan dari Om Bus. Tapi, di hari yang sama ada status dari aktor pemenangan Om Bus tentang senyum, sabar dan takdir. Ada apa gerangan? 

Penonton baru paham ketika muncul Surat KPU yang meminta KIP Aceh untuk merevisi Keputusan KIP No.17 Tahun 2024, tidak harus teken kesediaan menjalankan MoU Helsinki, UUPA dan peraturan pelaksananya di depan DPRA. Namun, bagi yang sudah teken tetap sah. 

Penonton yang jeli mulai ada yang bertanya. Siapa aktor yang mampu menggerakkan KIP Aceh bersurat ke KPU padahal sudah ada keputusan terkait tidak memenuhi syarat pasangan Bustami - Fadhil? 

Siapa penghubung di KPU yang bisa meminta agar segera membaca dan merespon surat KIP Aceh, dan siapa yang sudah menyiapkan draf jawaban sehingga surat KIP Aceh bisa dibalas begitu cepat sebelum penetapan paslon? Dan, tentu saja menduga berapa bayarannya? 

Senin (23/9/2024) kemarin, kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh sudah mendapat nomor urutnya. Bustami - Fadhil Nomor Urut 1 dan Muzakir Manaf - Fadhullah Nomor Urut 2. Anehnya, ada kandidat yang sudah tahu ada sambutan. Konsep pidato di tangan. Yang lain siap-siap hape ditangan, siap merekam sambutan pidato Mualem yang tidak tahu ada sambutan. Siapa yang mengatur skenario? 

Di media sosial dan media lainnya, tekanan terhadap KIP Aceh terus dilancarkan dan makin kuat bahkan diminta untuk dibekukan. Pemilik nomor cadangan menanti dengan pura-pura tidak ikut keadaan. Ada juga yang mulai menunjukkan tanda-tanda keberpihakan. 

Penonton mulai menduga, skenario menekan KIP Aceh bukan tujuannya untuk mengganti melainkan untuk sebatas membangun ketakutan agar ujungnya dapat dinegosiasikan. Jika Anda tidak mau diganti, bantu kami. Begitu kira-kira dugaan penonton pada babak akhir dari drama tiga babak Pilkada Aceh ini. [**]

Penulis: Aryos Nivada, Pengamat Politik dan Keamanan

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda