Pertaruhan Politik Mualem
Font: Ukuran: - +
Penulis : Aryos Nivada
DIALEKSIS.COM | Opini - Pesta demokrasi di Pilkada 2024 telah selesai. Rakyat Aceh telah memberikan kepercayaan kepada pasangan calon Muzakir Manaf dan Fadhullah. Lembaga penyelenggara yakni Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh usai rekapitulasi suara 23 Kabupaten dan Kota di Gedung Paripurna DPR Aceh telah memberi “stempel” resmi kemenangan Paslon 02.
Sejak deklarasi pertama menjadi calon Gubernur Aceh, Mualem terus disudutkan dengan narasi orang yang tidak pintar, yang dinilai tidak akan mampu menjalankan Pemerintahan. Puncaknya,’usai debat ketiga, diposisikan sebagai tidak sekolahan serta berbagai isu pembusukan lain.
Padahal seperti yang kita ketahui, Mualem tumbuh dan terdidik dari sebuah gerakan kritis yang melampaui kritisisme kaum sekolahan yaitu Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Melalui wadah inilah Mualem dan kawan-kawan berjuang untuk Aceh dengan mempertaruhkan segalanya. Setiap gerakan yang mereka lakukan nyawa menjadi taruhannya.
Hasilnya, hadir Aceh dengan status kekhususannya melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang ikut ditopang oleh Dana Otonomi Khusus yang diberikan pusat kepada Aceh yang awalnya sebesar 2% dari DAU.
Dengan besarnya anggaran tersebut, banyak yang sudah dilakukan untuk kemakmuran masyarakat, diantaranya pembangunan jalan dan jembatan, gedung, bantuan modal usaha, fasilitas kesehatan, bibit tanaman, bibit untuk peternakan, Mesjid, Dayah, pelatihan, dan berbagai pembangunan infrasruktur dan bantuan lainnya.
Siapapun, sudah semestinya harus bersyukur atas apa yang sudah dihasilkan. Berkat kritisisme yang ditopang oleh nilai perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Aceh memiliki nilai tawar kuat dan diperhitungkan.
Kepemimpinan Transformatif
Kemenangan bukan akhir melainkan awal baru yang penuh tantangan. Artinya, kepemimpinan Mualem paska dilantik nanti akan menjadi pertaruhan baik atau buruknya Aceh ke depan, bahkan bisa berdampak kepada Partai Aceh. Keseriusan dalam memperjuangkan hak-hak dasar masyarakat menjadi taruhan eksistensi Mualem dan Partai Aceh.
Mengapa? Karena masih banyak masyarakat Aceh yang belum merasakan dengan nyata dana otsus. Masih ada rumah layak huni untuk kaum dhuafa yang harus dibangun, masih ada anak yatim dan anak orang miskin yang harus kita fasilitasi sekolahnya. Masih tinggi angka pengangguran sehingga pendapatan kepala keluarga tidak menentu yang berimplikasi langsung pada keluarga, menyebabkan kekurangan gizi, akses ke pendidikan tinggi dan mentalitas kehidupan.
Semua itu harus menjadi perhatian Mualem-Dek Fadh bagaimana ketika memimpin nanti amanah yang diberikan dapat dijalankan dan diakselerasi dengan bagus untuk kemakmuran rakyat.
Secara teoritis, kepemimpinan Mualem dapat dicermati melalui kacamata teori kepemimpinan transformasional. Itu maknanya Mualem tidak sekadar dituntut menjadi administrator, tetapi pemimpin yang mampu mentransformasi kondisi sosial-ekonomi Aceh. Kemampuan untuk mengubah narasi dari perjuangan bersenjata menjadi perjuangan pembangunan baik itu infrastruktur maupun kesejahteraan masyarakat merupakan esensi kepemimpinan transformasional yang akan dinantikan oleh semua pihak.
Ditingkat yang lebih tinggi, konsen Presiden Prabowo pada peningkatan taraf kehidupan masyarakat juga akan ditunggu oleh semua pihak untuk diwujudkan oleh Mualem dalam wujud kerja sinergitas antara Pusat dan daerah.
Artinya, bagaimana Mualem-Dek Fadh yang merupakan pendukung Prabowo dapat memanfaatkan momentum ini untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Pemberian makan siang gratis bagi siswa sekolah merupakan sebuah program yang wajib disambut agar terimplementasi di Aceh. Karena persoalan stunting atau gizi buruk di Aceh juga mengalami angka yang tinggi.
Dengan begitu, Visi dan Misi Mualem-Dek Fadh harus diselaraskan dengan asta cita Presiden Prabowo yang berfokus pada pemerataan ekonomi, pemberantasan kemiskinan dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Aceh sudah teruji dengan berbagai program unggulan yang kemudian diadopsi penggunaan nya oleh Pemerintah Pusat. Yang paling anyar adalah program berobat gratis atau Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang berjalan sejak masa Gubernur Irwandi Yusuf. Bukan tidak mungkin nanti Mualem-Dek Fadh akan membuat program yang menyentuh langsung ke masyarakat, misalnya makanan bergizi untuk Ibu Hamil.
Oleh sebab itu, posisi kepemimpinan Mualem tidaklah mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi ketika menjadi orang nomor satu di Aceh. Berbagai persoalan Aceh wajib dihadapi dan wajib diselesaikan dimulai dari urusan kemiskinan, stunting, angka pengangguran, keterbatasan dana otsus, layanan kesehatan hingga urusan rendahnya PAD Aceh.
Maka memiliki tim ekonomi yang kuat dan teruji merupakan sebuah keniscayaan agar cita-cita mewujudkan masyarakat Aceh yang sejahtera dapat terkabulkan.
Porsi Pembangunan Aceh di bidang infrasruktur yang berasal dari APBA dapat diperkecil. Pemerintahan Mualem-Dek Fadh harus fokus pada pembangunan SDM dan ekonomi masyarakat. Kedekatan hubungan Mualem dengan Prabowo ditambah Dek Fahd yang juga mantan anggota DPR RI 2 periode dari Gerindra dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk membawa pulang anggaran APBN. Maka salah satu fokus Mualem harus merawat hubungan Aceh dengan Pusat.
Di era keterbukaan informasi saat ini, masyarakat sudah cerdas dan tidak dapat dibodoh-bodohi. Program kerja yang menjawab persoalan masyarakat adalah kunci dari semua itu.
Maka jika Mualem ingin agar Partai Aceh panjang umur, maka program yang berbasis pada kemakmuran masyarakat secara langsung harus dijalankan.
Itu semua menjadi tanggung jawab Mualem dan Dek Fadh namun secara bersama memerlukan partisipasi dan kepedulian semua pihak membuat Aceh maju sesuai visi dan misi, serta program yang dicanangkan oleh Mualem dan Dek Fadh.
Meski sempat memicu polarisasi di Masyarakat, semua komponen di Aceh harus bersatu. Ada 13 anggota DPR RI, 4 anggota DPD RI, 81 anggota DPR Aceh, para tokoh cendekiawan, akademisi kampus, alim ulama harus kompak dan sepaham dalam memajukan Aceh. Mualem dan Dek Fadh sebagai leader harus merangkul semua potensi. Aceh sudah terlalu lama berkonflik yang mengakibatkan terhalangnya kemajuan di bidang apapun.
Mualem, sebagai mantan kombatan GAM yang kini menjadi gubernur jelas mewakili politik identitas yang kuat. Teori Politik identitas menjelaskan bagaimana kelompok yang sebelumnya terpinggirkan kini mendapatkan ruang representasi dalam sistem demokrasi. Jadi, kemenangan Mualem mau tidak mau harus dijawab dengan persatuan Aceh untuk mewujudkan Aceh yang Islami, maju dan berkelanjutan. Jika tidak, maka musim politik dilain waktu bisa jadi akan meminggirkan kembali para mantan pejuang yang sudah diberi kesempatan beberapa kali oleh rakyat yang kini berpuncak pada pemberian mandat kepada Mualem dan Dek Fadh.
Dengan kata lain, Aceh yang kini sudah ada di tangan Mualem-Dek Fadh yang mantan kombatan GAM dan sebagai daerah yang lama didera konflik berkepanjangan, Aceh harus menjadi barometer kebangkitan sebuah wilayah yang pernah terjadi konflik senjata. Aceh bisa bertansformasi dengan identitasnya jangan lagi sebatas narasi melainkan pembuktian di hadapan dunia yang pernah ikut membantu Aceh keluar dari bencana dan konflik. [**]
Penulis: Aryos Nivada (Pendiri Jaringan Survei Inisiatif dan Lingkar Sindikasi)
- Peringatan Milad GAM, Wali Nanggroe: Jangan Euforia Berlebihan atas Kemenangan Mualem-Dek Fadh
- Ketua Gen-Z Mualem-Dek Fadh: Mari Saling Merangkul untuk Bangun Aceh
- KIP Aceh Klaim Partisipasi Pemilih Pilkada Capai 77,51 Persen
- Mantan Ketum Golkar Airlangga Hartanto Ucapkan Selamat Atas Kemenangan Mualem-Dek Fadh