Peran Strategis Mukim dalam Dinamika Pilkada Aceh
Font: Ukuran: - +
Penulis : Yusuf Al-Qardhawy
Dr. Yusuf Al-Qardhawy, MH (Analis Sejarah Hukum). Foto: Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Opini - Dalam Pasal 1 angka 3 Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Imeum Mukim di Aceh dijelaskan, “Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan, terdiri atas gabungan beberapa gampong yang memiliki batas wilayah tertentu. Mukim dipimpin oleh seorang imum mukim atau sebutan lain, yang berkedudukan langsung di bawah camat.”
Pasal 14 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2009 menetapkan syarat-syarat untuk menjadi imeum (imum) mukim, antara lain: berusia minimal 40 tahun saat pendaftaran, lulus minimal dari sekolah menengah pertama atau sederajat, tidak menjadi pengurus partai, mampu membaca Al-Quran, berdomisili paling tidak 5 tahun di kemukiman yang bersangkutan, beriman, bertakwa, serta menjalankan syariat Islam. Calon juga tidak boleh memiliki catatan pidana atau pernah melanggar syariat Islam, dan memenuhi syarat lain yang ditetapkan.
Qanun Kota Banda Aceh Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pemerintahan Mukim menegaskan, salah satu tugas utama mukim adalah meningkatkan kualitas pelaksanaan syariat Islam. Dalam menjalankan fungsi ini, mukim didampingi oleh Sekretaris Mukim dan Imeum Chiek.
Masa jabatan mukim adalah lima tahun dan dapat diperpanjang untuk satu periode berikutnya. Mukim juga memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa adat.
Kewajiban seorang Imeum Mukim mencakup antara lain: (a) membina kehidupan beragama serta menjaga kerukunan antarumat; (b) menjaga nilai adat istiadat, lembaga kemasyarakatan, dan hak-hak tradisional dalam pemerintahan gampong; (c) mengembangkan demokrasi dalam masyarakat mukim; (d) mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan mukim; (e) melestarikan nilai sosial budaya yang berlandaskan syariat Islam; (f) memajukan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam; (g) menjaga ketenteraman dan keteraturan sosial; (h) menyelesaikan perselisihan antar gampong di mukim setempat; dan (i) memberikan nota tugas kepada Sekretaris Mukim ketika harus melaksanakan tugas di luar. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 12 Qanun Kota Banda Aceh Nomor 1 Tahun 2021.
Pasal 14 ayat (1) Qanun Kota Banda Aceh Nomor 1 Tahun 2021 menetapkan larangan bagi Imeum Mukim, termasuk: (a) membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, keluarga, atau golongan tertentu; (b) terlibat dalam kolusi, korupsi, dan nepotisme, serta menerima gratifikasi yang mempengaruhi keputusan; (c) merangkap jabatan yang bertentangan dengan undang-undang; (d) terlibat dalam kegiatan kampanye pemilu; (e) melakukan tindakan yang merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasi kelompok tertentu; (f) menyalahgunakan wewenang; (g) melanggar sumpah jabatan; dan (h) melanggar norma agama dan adat setempat.
Jika Imeum Mukim melanggar ketentuan-ketentuan tersebut, Pasal 14 ayat (2) Qanun Kota Banda Aceh Nomor 1 Tahun 2021 menyebutkan bahwa camat dapat memberikan teguran lisan atau tertulis.
Apabila diperlukan, camat juga dapat mengusulkan evaluasi lebih lanjut kepada walikota yang berwenang memberikan teguran, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap dari jabatan.
Penulis: Dr. Yusuf Al-Qardhawy, MH (Analis Sejarah Hukum)