kip lhok
Beranda / Opini / Pendidikan Keseimbangan

Pendidikan Keseimbangan

Rabu, 02 Mei 2018 10:31 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Oleh Said Muniruddin, SE,Ak,MSc

"Awwaluddin makrifatullah." Segalanya bermula dan harus tentang Tuhan, karena semua berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Termasuk pendidikan, tujuannya adalah: (1) untuk "mengenal Tuhan" – dimensi moral, (2) dan mampu "memakmurkan bumi Tuhan" – dimensi praktikal

Moralitas bangsa tak karuan. Agama dan Tuhan selalu dijadikan sandaran. Tapi karena akal tidak dimaksimalkan sehingga melahirkan akhlak buruk. Ini dapat kita simak munculnya fitnah, caci maki, berita hoax, sektarianisme mazhab, sukuisme, serta pemikiran-pemikiran dogmatis yang dipupuk oleh kebencian.

Kenapa? Semua bersumber dari pendidikan. Itulah yang menjadi problema pendidikan kita hari ini. Masih belum menyeimbangkan dan mempertemukan dua dimensi pemahaman—yang saya sebut dimensi pendidikan "Barat" dan dimensi pendidikan "Timur". Sebutan ini hanya sebagai simplifikasi , bahwa timur sebagai "nilai-nilai Islam" dan barat sebagai "sekuler."

Problem Pendidikan Barat 

Negara-negara maju (i.e., Finlandia, Jepang, Canada, Korsel, Singapura, Belanda, dan lainnya) sering disebut sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Menurut saya benar. Namun level baiknya hanya kentara pada capaian kedua. Mereka mampu mendidik bangsanya menjadi orang-orang yang punya karakter untuk "menguasai dunia." Tetapi pada akhirnya mereka "dikuasai oleh dunia." Ini terjadi akibat Tuhan tidak menjadi "ruh" dalam kurikulum pendidikan.

Itulah bentuk kesuksesan sistem pendidikan sekuler. Mereka mampu mencapai ketinggian sains dan teknologi, dan dengan itu mereka memakmurkan bumi. Namun paradigma pendidikan empiris ini membuat mereka gagal mengenal Pemilik semua hukum yang menguasai alam ini.

Demikian juga dalam hal moralitas. Dalam kadar tertentu, mereka merupakan bangsa yang berkarakter (i.e., disiplin, rajin, efisien, produktif, dan lainnya). Sistem pendidikan mereka mampu membangun model etika yang berbasis rasionalitas. Sehingga nilai-nilai universal kebaikan (i.e., jujur, adil, dan lainnya) dapat diterima dan diterapkan. Dengan demikian negeri-negeri mereka menjadi aman dan tertib.

Mereka lupa di atas rasionalisme dan pragmatisme yang dibangun manusia, ada ada nilai-nilai tertinggi lainnya yang mengatur kehidupan personal dan kemasyarakatan. Tuhan paling tahu apa kebutuhan ciptaannya. Maka ada nilai-nilai etika dan syariah lainnya yang sudah menjadi ketentuan Tuhan sebagai kurikulum bagi kesempurnaan hidup manusia. Nilai-nilai ini terkompilasi dalam berbagai Kitab Suci, termasuk yang sudah ter up-date dari itu semua ada dalam Alquran.

Karena nilai-nilai itu tidak terakses, akibatnya, ekonomi negara memang maju; tetapi mabuk-mabukan, perzinaan, praktik ekonomi ribawi, perkawinan sejenis dan sebagainya masih menjadi masalah sosial yang tidak akan pernah selesai jika tidak merujuk kepada hukum Tuhan.

Itu problem di Barat. Di satu sisi, pendidikan positivistik-materialistik telah berperan dalam memajukan peradaban mereka. Tetapi maju ke "kiri." Mereka sangat menguasai dunia, tetapi kosong dari Tuhan.

Kebalikan dari pendidikan Barat itu menjadi problema pendidikan Timur. Problema pendidikan Timur yang terlalu "kanan" dengan paradigma berfikir kita cenderung menjual nama Tuhan. Kita masih berputar-putar di wilayah ayat dan riwayat. Alhasil, praktik politik dan kenegaraan tidak semakin baik. Industri dan teknologi juga tidak berkembang.

Model Pendidikan Terbaik

Bila haluan pendidikan Barat bergerak terlalu ke "kiri", pendidikan Timur terlalu ke "kanan", sehingga tidak ada yang "on the track." Semua miring ke sisi yang berbeda. Untuk itulah dibutuhkan keseimbangan sebagai model terbaik. Menciptakan out-put manusia yang pintar dan memiliki skill sekaligus dia "mengenal Tuhan" (moralitas immanen dan transenden) dan menjadi "wakil Tuhan" (eksekutor) dalam pengelolaan bumi. Oleh sebab itu, stressing pendidikan adalah untuk "membangun karakter leadership." Seperti ‘kepala dinas’, yang dipilih Tuhan untuk mengatur bumi. Kita punya otoritas untuk mengeksekusi berbagai program dan kegiatan di muka bumi.

Pendidikan yang seimbang yang mempertemukan dimensi "timur" dan "barat". Pendidikan yang memiliki integrasi antara empirisme dan spiritualisme. Dengan begitu, akan terbentuk sebuah kecerdasan rasional-saintifik yang mampu membuktikan kehadiran Tuhan. Bukan jenis kecerdasan "barat" yang justru memperkuat filsafat materialisme dan atheisme. Juga bukan pengetahuan "timur tengah" yang kini justru banyak melahirkan ekstrimisme dan takfirisme.

Pendidikan yang seimbang bila produk pendidikan mampu memanusiakan Manusia. Artinya, pendidikan harus memaksimalkan seluruh potensi kemanusiaan (indera, otak, dan hati). Elemen potensi kemanusiaan ini harus diolah agar memiliki kecerdasan yang mampu menyibak rahasia alam dan masyarakat serta menemukan Tuhan. Pendidikan terbaik adalah yang memperindah akhlak kita dengan Tuhan, alam dan masyarakat.

Pendidikan harus berkorelasi dengan tujuan penciptaan,. Bahwa manusia dan jin diciptakan untuk beribadah kepada Tuhan (Allah swt) sekaligus dia harus menjadi pengelola dan pelayan semesta.Inovasi untuk melahirkan sistem pendidikan seperti ini masih menjadi impian kita. Wallahu a’lam bish shawab.

* Penulis adalah Dosen pada Fakultas Ekonomi Unsyiah, Banda Aceh

e-mail: said_azzahir@yahoo.com

Keyword:


Editor :
Ampuh Devayan

riset-JSI
Komentar Anda