kip lhok
Beranda / Opini / New Normal dan Birokrasi Berbasis Teknologi

New Normal dan Birokrasi Berbasis Teknologi

Jum`at, 19 Juni 2020 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Sholehudin Zuhri, SH, M.I.Pol Anggota IKA Universitas Padjadjaran


Birokrasi di negeri ini sedang bersiap menghadapi tantangan dan tatanan baru setelah Menteri PAN RB memberlakukan new normal kerja pegawai pemerintah. 

Sama seperti pada semua sektor pada umumnya untuk menjalakan protokol kesehatan, secara khusus kerja pegawai pemerintah yang menerapkan protokol kesehatan ini memberikan fleksibilitas untuk Work From Office (WFO) dan Work From Home (WFH). 

Kondisi ini menjadi peluang sekaligus tantangan dalam menciptakan birokrasi yang lincah menjalankan fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Melihat pola kerja selama WFH sebelumnya, pada dasarnya tidak terjadi kendala besar terhadap kinerja pegawai pemerintah. Sesuai dengan protokol yang dikeluarkan Menpan RB selama WFH, kerja pegawai pemerintahdapt dilakukan secara virtual seperti, rapat, koordinasi dan pekerjaan sifatnya administrasi lainnya dapat diselesaikan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Sejalan dengan aktifitas ini, data PT Telkom juga menunjukkan terjadi kenaikan traffic sebesar 15 persen dan kenaikan layanan konferensi video sebesar 443 persen dalam masa WFH.

Penerapan new normal ini, selain kendala sarana teknologi yang belum sepenuhnya memadai, juga dihadapkan pada tantangan pengaturan pekerjaan teknis yang membutuhkan peran pegawai pemerintah langsung dilapangan. Dalam konteks ini pemerintah setidaknya harus bersiap untuk menggunakan perangkat Artificial Intelligence (AI) untuk menunjang kinerja administrasi dan teknis serta untuk menciptakan kinerja yang efektif.

Efektifitas Kinerja Hingga Efisiensi Anggaran

Terlepas dari penyesuaian di masa new normal ini, penerapan teknologi informasi dan komunikasi pegawai pemerintah selama WFH dapat menjadi momentum yang tepat untuk mengaktualisasikan reformasi birokrasi berbasis teknologi dan komunikasi. Penerapan teknologi ini sekaligus menjamin kebutuhanan revolusi industry 4.0 yang sejauh ini belum terjawab dengan baik oleh birokrasi.

Masa transisi penerapan teknologi pada masa new normal dapat dimulai dari sistem shifting WFO dan WFH. Sebagai awalan di bidang administrasi contohnya dengan menyediakan perangkat yang dapat memfasilitasi proses verifikasi dokumen dari tingkat bawah sampai pada level pimpinan dengan meyediakan proses interaksi dan perbaikan tanpa tatap muka. Selanjutnya perangkat dapat dilengkapi fitur tanda tangan elektronik (e-sign) sehingga sistem shifting tidak menjadi kendala dan mendukung revulusi industry 4.0 yang membutuhkan proses cepat dan akurat.

Selain membantu kinerja pegawai pemerintah, penerapan teknologi yang dapat melakukan otomatisasi kerja pegawai akan menghemat biaya yang dikeluarkan negara (efisiensi anggaran). Secara sederhana, tenologi ini membantu pegawai pemerintah untuk menyelesaikan tugas dalam hal pencarian data (searching), penalaran data (reasoning), perencanaan (planning), dan mempelajari data (learning) secara otomatis. Dengan dukungan fungsi mesin ini dapat membantu dan memproses banyak data namun tidak cukup banyak orang untuk mengelolanya atau para ahli untuk menganalisanya. Selain itu, untuk pekerjaan rutin, sistem ini dapat dirancang secara otomatis sambil memperbaiki kemampuan memproses data seiring berjalannya waktu. Dengan demikian dapat mengurangi beban administrasi, membantu mengatasi masalah alokasi sumber daya dan melakukan tugas yang kompleks secara signifikan. 

Mempersiapkan perangkat

Sebagai pilot project penciptaan inovasi dalam reformasi birokrasi, Bappenas pada awal tahun ini sudah mewacanakan penerapan AI pada birokarsi. Meskipun dampaknya belum sepenuhnya dapat dirasakan masyarakat dan penerapannya belum sampai pada level seluruh pemerintahan, setidaknya proses kerja secara virtual selama WFH telah menjadi awal yang tepat untuk mendukung pemberlakuan AI dalam skala yang lebih luas.

Prasarana dasar yang perlu difasilitasi dalam mendapatkan data dan sharing data adalah dengan penyediaan teknologi Internet of things (IoT), sehingga memungkinkan berkomunikasi satu dengan yang lain. Dengan teknologi IoT ini, suatu objek memiliki kemampuan untuk mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan interaksi manusia ke manusia atau manusia ke komputer. Di antara sekian manfaat dari teknologi IoT dalam berbagai bidang, secara khusus dalam birokasi, IoT dapat digambarkan sebagai alat pendeteksi dan penggerak yang menyediakan kemampuan untuk berbagi informasi lintas platform melalui kerangka kerja terpadu, mengembangkan gambaran operasi umum untuk memungkinkan aplikasi inovatif. Hal ini dicapai dengan penginderaan, analisis data dan representasi informasi real-time, analisis data dan representasi informasi dengan komputasi awan sebagai kerangka pemersatunya

Selain teknologi IoT, perangkat yang perlu dipersipakan adalah teknologi big data. Teknologi ini secara umum erat kaitannya dengan konsep smart city, tetapi secara sederhana dapat diterapkan untuk membantu kerja birokrasi. Dengan kemajuan terbarunya dalam sensor jaringan berskala besar teknologi dan pertumbuhan eksplosif dalam komputasi data besar telah memungkinkan penerapan aplikasi baru secara cerdas. Secara real-time birokrasi dapat mengumpulkan data dari berbagai sumber, di mana secara bersamaan mesin akan meningkatkan volume. Kecepatan aliran data ini harus ditangani dengan secara cepat dan tepat melalui hardware maupun software. 

Perangkat lain yang tidak kalah penting untuk disiapkan mendukung semua itui adalah sensor pintar yang dibutuhkan untuk menangani data yang real-time dengan variasi data dengan format yang berbeda-beda. Mulai dari yang terstruktur, data numerik dalam database tradisional, data dokumen terstruktur teks, email, video, audio, transaksi keuangan dan lain-lain. Ketika penggabungan data dalam jumlah besar, maka akan memiliki analisis yang tinggi sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan akar penyebab kegagalan untuk setiap masalah. Selain itu, dapat menghasilkan informasi mengenai titik-titik penting, menghitung kembali seluruh risiko dalam waktu singkat.


Penulis:

Sholehudin Zuhri, SH, M.I.Pol

Anggota IKA Universitas Padjadjaran

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda