Menjadikan Aceh Sebagai Lumbung Pangan Nasional
Font: Ukuran: - +
Penulis : Jabal Ali Husin Sab
Jabal Ali Husin Sab
DIALEKSIS.COM | Opini - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, tugas utama pemerintah dalam bidang ketahanan pangan dan gizi adalah melaksanakan urusan pangan, yang berarti memenuhi kebutuhan makanan dan gizi yang mencukupi, aman, beragam, merata, dan terjangkau, agar masyarakat dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.
Pemerintah Pusat memandang masalah pangan sebagai kebutuhan dasar dan merupakan hal yang sangat krusial. Untuk menangani permasalahan di bidang pangan tersebut, Presiden RI membentuk Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada tahun 2021. Presiden mengeluarkan Perpres Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan.
Pemerintah Aceh menindaklanjuti peraturan presiden mengeluarkan Qanun Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh. Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2022 merupakan strategi ketahanan pangan Aceh terutamanya beras. Isi qanun tersebut menekankan cadangan pangan beras Aceh harus mencukupi kebutuhan masyarakat selama tiga bulan. Qanun juga mengamanatkan dibentuknya regulasi di tingkat kabupaten/kota yang mendukung ketahanan pangan melalui cadangan pangan kabupaten/kota.
Masalah Ketersediaan Pangan di Aceh
Capaian produktivitas tanaman pangan utama Aceh adalah komoditas padi, jagung, dan kedelai. Ini merupakan komoditas utama yang cocok dibudidayakan di Aceh. Berdasarkan produktivitasnya, dua komoditas utama yakni padi dan jagung memiliki nilai produktivitas meningkat dari tahun ke tahun (dihitung dari jumlah produksi per hektar). Namun untuk tanaman padi, jumlah areal lahan sawah mengalami penurunan luas areal tiap tahunnya. Hal tersebut perlu diantisipasi untuk memastikan produksi tanaman padi berlangsung sesuai kebutuhan masyarakat dan target yang perlu dicapai.
Pencapaian padi tahun 2012 sebesar 4,61 ton/hektar dan pada tahun 2017 sebesar 5,30 ton/hektar. Sementara itu, tahun 2017 capaian luas tanam padi sebesar 461.142 Ha atau 90,06 persen dari target 512.000 hektar
Kendala yang masih dihadapi pada subsektor pertanian tanaman pangan khususnya komoditas padi diantaranya adalah ketersediaan pupuk bersubsidi yang memenuhi 54 persen dari kebutuhan. Setiap tahunnya dibutuhkan kira-kira 150.000 ton pupuk, terkhusus untuk tanaman padi saja guna mencapai target luas tanam. Sementara itu, kemampuan pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan pupuk rata-rata sebesar 80.000 ton. Artinya masih ada selisih sekitar 70.000 ton kebutuhan pupuk subsidi yang perlu dipenuhi.
Di samping itu ketersedian benih unggul masih menjadi kendala dalam distribusinya, masih ada sebagian petani menggunakan bibit yang belum bersertifikasi. Ketersediaan air dalam jumlah yang cukup secara berkesinambungan juga masih menjadi kendala bagi petani dalam meningkatkan produksi dan produktivitasnya.
Dalam mencapai beberapa indikator pangan tersebut tidak terlepas dari beberapa peran prasarana dan sarana pangan berupa lumbung pangan di beberapa kabupaten/kota yang saat ini belum mampu dioptimalkan. Selain itu juga meskipun banyak daerah yang merupakan daerah lumbung pangan, namun beberapa desa yang mencakup di dalamnya masih dikategorikan sebagai kecamatan dan desa rawan pangan. Jumlah kecamatan rawan pangan di Aceh mencapai 29 kecamatan pada tahun 2019.
Permasalahan pangan dari sisi produksi atau ketersediaan juga diakibatkan oleh masih terjadinya alih fungsi lahan pertanian serta rendahnya mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan akibat dari perubahan iklim yang ditandai dengan luas lahan pertanian tanaman pangan yang gagal panen berupa padi tahun 2019 sebesar 992,7 Ha, jagung 655,5 Ha, dan kedelai 52 Ha.
BPS berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) & Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang sekarang bergabung menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), serta Badan Informasi Geospasial (BIG) berupaya memperbaiki metodologi penghitungan luas panen padi melalui penerapan objective measurement dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta ketersediaan citra satelit resolusi tinggi. Kolaborasi tersebut diwujudkan dalam suatu kegiatan yang bertajuk “Pendataan Statistik Pertanian Tanaman Pangan Terintegrasi dengan Metode Kerangka Sampel Area (KSA)” atau lebih dikenal dengan Survei KSA.
Berdasarkan hasil Survei KSA, pada tahun 2021, luas panen padi mencapai 297,06 ribu hektar atau mengalami penurunan sebanyak 20,81 ribu hektar (6,55 persen) dibandingkan tahun 2020, hanya dalam jangka waktu satu tahun. Apabila kita bandingkan dengan data luas lahan sawah di Aceh pada tahun 2017, capaian luas tanam padi sebesar 461.142 hektar, terjadi pengurangan luas areal sawah sebesar 164, 082 ribu hektar dalam jangka waktu empat tahun. Untuk itu perlu dilakukan kebijakan serius guna menyelesaikan permasalahan krusial berkurangnya luas areal sawah di Aceh.
Sementara itu, produksi padi tahun 2021 yaitu sebesar 1,63 juta ton gabah. Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras tahun 2021 mencapai sekitar 0,94 juta ton, atau turun sebesar 70,67 ribu ton (6,98 persen) dibandingkan dengan produksi beras tahun 2020. Produksi beras pada 2020 adalah sebesar 1,01 juta ton.
Tiga kabupaten/kota yang memberikan kontribusi luas panen padi terbesar pada 2021, yaitu Aceh Utara, Pidie, dan Aceh Besar dengan luas panen masing-masing sebesar 62,45 ribu hektar, 35,95 ribu hektar, dan 35,12 ribu hektar. Tiga kabupaten/kota yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penurunan luas panen padi 2021 dibandingkan 2020 ialah Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie.
Wilayah penghasil padi terbesar pada 2021 masih didominasi oleh Pantai Timur Aceh. Lebih dari 50 persen produksi padi di Provinsi Aceh disumbangkan oleh wilayah Pantai TImur, khususnya oleh kabupaten-kabupaten yang merupakan sentra produksi padi, seperti Aceh Utara, Pidie, dan Aceh Besar.
Berdasarkan statistik pangan selama tahun 2015-2019, Konsumsi beras mencapai rata-rata 101,74 kg/Kapita/tahun. Berdasarkan hasil perhitungan untuk tahun 2021, jumlah kebutuhan cadangan pangan beras Aceh berada di angka 541,15 ton. Jika kita memprediksi kebutuhan beras bagi jumlah penduduk Aceh di tahun 2023 dan mempersiapkan tambahan kebutuhan sesuai peningkatan jumlah penduduk, maka dengan jumlah penduduk Aceh di angka 5,5 juta jiwa, besaran konsumsi beras penduduk Aceh per tahun berjumlah 559, 57 ton per tahun.
Dengan produksi beras yang mencapai 0,94 juta ton, dikurangi konsumsi beras Aceh per tahun yang berkisar di angka 559,57 juta ton, artinya Aceh merupakan wilayah surplus beras. Maka menjadi strategis jika Aceh seharusnya dijadikan sentra produksi beras nasional, khususnya wilayah regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Hal ini dirasa perlu dan bisa diusulkan sebagai kebijakan strategis dalam program ketahanan nasional agar Aceh menjadi wilayah yang diprioritaskan di pusat untuk menjadi lumbung pangan nasional. Khususnya untuk mencukupi kebutuhan beras di regional Sumatera.
Apalagi sekarang ini isu kelangkaan beras di Indonesia masih menjadi kendala ketahanan pangan nasional. Ditambah dengan kebutuhan impor beras nasional yang masih tinggi. Dengan mendorong Aceh sebagai lumbung pangan nasional, serta memerhatikan beberapa hal untuk mempertahankan serta mendorong produktivitas pangan di Aceh, maka kita turut berperan dalam mendorong kontribusi Aceh untuk ketahanan pangan nasional.
Kebijakan dan Langkah Strategis
Dengan analisis data statistik ini, maka dapat disimpulkan upaya untuk optimalisasi kemandirian pangan sebagai strategi untuk memastikan ketersediaan cadangan pangan dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan adalah sebagai berikut:
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pencegahan konversi atau alih fungsi lahan sawah yang sudah ada agar luas areal sawah tidak lagi menyusut. Juga menjadi penting untuk melakukan pembukaan areal persawahan baru di wilayah-wilayah tertentu, diantaranya di daerah yang termasuk wilayah rawan pangan guna mencukupi kebutuhan beras sebagai strategi ketahanan pangan dan mencukupi kebutuhan beras nasional.
Hal lain yang tak kalah penting adalah memastikan alur distribusi pangan, yaitu komoditas beras sebagai kebutuhan pangan utama masyarakat, agar terdistribusi secara baik dan merata. Dalam upaya menggenjot produksi beras, perlu diupayakan optimalisasi produktivitas pangan melalui penyediaan infrastruktur produksi pertanian tanaman pangan, penyediaan kebutuhan benih dan pupuk, pendampingan teknis dan sosialisasi serta mendorong intensifikasi dan mekanisasi pertanian dengan pelibatan teknologi serta pendekatan ilmiah (saintifik) guna meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil panen tanaman pangan dan meminimalisir persentase angka gagal panen.
Dengan menjadikan Aceh sebagai salah satu lumbung pangan nasional, berarti Aceh telah memberikan kontribusi terbaik bagi ketahanan pangan nasional dan memastikan masalah substansial yang menjadi ancaman bagi negara dapat ditanggulangi dan diatasi.
Penulis
Jabal Ali Husin Sab
Analisis Politik dan Kebijakan Publik Saman Strategic Indonesia