Beranda / Opini / Meneladani Tjut Nyak Dhien di Era Globalisasi

Meneladani Tjut Nyak Dhien di Era Globalisasi

Kamis, 10 November 2022 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Nasrul Hadi, SE, MM, Dosen Universitas Muhammadiyah Aceh dan Wakil Ketua KNPI Banda Aceh. [Foto: for Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Opini - Era sekarang tantangan kehidupan begitu besar, dunia sedang mengalami perubahan besar penuh risiko menuju tatanan baru. Hal ini disebabkan oleh pengaruh globalisasi yang terjadi. Globalisasi ialah proses integrasi internasional yang terjadi karena adanya pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Adanya kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan aktivitas ekonomi dan budaya.

Globalisasi seperti pisau dua mata bisa berdampak positif dan bisa berdampak negatif apabila tanpa persiapan yang matang dalam menghadapinya. Di era globalisasi kehidupan manusia cenderung individualis dan materialistik. Pengaruh globalisasi bisa saja kesuksesan dan nilai manusia cenderung diukur dari kelebihan materi bukan dari sisi kualitas akhlak. Inilah yang menyebabkan tatanan nilai kehidupan yang bergeser.

Tantangan Kaum Perempuan

Tantangan di era globalisasi juga dirasakan oleh kaum perempuan, globalisasi yang menyebabkan kebebasan berekspresi di ruang publik perempuan memiliki tantangan tersendiri. Perempuan sebagai elemen penting kehidupan bangsa perlu mengambil peran yang tepat di era ini, tanpa meninggalkan sisi feminitasnya. Karena perlu disadari dalam kehidupan globalisasi sekarang ini masyarakat tidak dijajah oleh kolonialisme seperti tempo dulu sebelum kemerdekaan, namun kita dijajah oleh teknologi, ekonomi, budaya, bahasa, makanan, minuman dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

Era globalisasi informasi, budaya, dan bahasa yang begitu mudah dan banyak yang masuk, maka dituntut bisa melakukan penyaringan dan memilah-milah untuk dikonsumsi. Kita dengan gawai yang dimiliki bisa mengakses berbagai informasi bahkan yang negatif sekalipun. Maka perlu peran perempuan yang besar di sini terutama kaum ibu, untuk terus mendidik dan menjaga anaknya dari jajahan pengaruh globalisasi.

Meneladani Tjut Nyak Dhien

Perempuan Indonesia dalam menghadapi dampak negatif globalisasi perlu mengaktualisasi semangat Tjut Nyak Dhien yang merupakan pahlawan nasional dan srikandi asal Aceh yang berhasil menumpas kolonial Belanda.

Sosok Cut Nyak Dhien sangat penting dalam perjalanan sejarah panjang perjuangan rakyat Indonesia khususnya Aceh dalam perang melawan Belanda. Sebagai seorang perempuan Aceh, keberanian dan kecerdasan yang ia miliki selama hidupnya meruntuhkan persepsi masyarakat berbudaya patriarki yang masih melihat perempuan sebagai makhluk yang lemah tidak berdaya dan hanya diposisikan sebagai pelengkap.

Sosok Cut Nyak Dhien penuh keberanian yang selalu siap perang melawan kezaliman. Cut Nyak Dhien juga ahli dalam agama islam, sehingga ia dijuluki Ibu Perbu. Perjuangan Cut Nyak Dhien dalam perang Aceh memberikan pengaruh besar baik dalam bidang agama, sosial budaya,maupun bidang politik. Cut Nyak Dhien terus melakukan perlawanan kepada para penjajah di Aceh demi terbebasnya bangsa Indonesia dari penjajahan. Hal ini meningkatkan moral semangat perjuangan Aceh melawan Belanda. Ini membuktikan wanita Aceh telah mendarmabaktikan dirinya dalam memperjuankan keudaulatan bangsa serta melawan penjajahan.

Seorang sersan juru tulis Belanda H.C. Zentgraff telah menguraikan Peran wanita di Aceh dalam bidang peperangan secara panjang lebar. Dia menyebut para wanita Aceh sebagai "de leidster van het verzet" yang artinya pemimpin perlawanan dan grandes dames yang artinya wanita-wanita besar. Keberanian dan kesatriaan wanita Aceh melebihi segala wanita yang lain, lebih-lebih dalam mempertahankan cita-cita kebangsaan dan keagamaannya dan ia berada, baik di belakang layar maupun secara terang-terangan menjadi pemimpin perlawanan tersebut. la rela menerima hidup dalam kancah peperangan. Di balik tangan yang sifat lemah-lembut, kulit halus, kelewang dan rencong dapat menjadi senjata yang berbahaya di tangan wanita Aceh.

Nah, dari kisah tersebut apa yang bisa dilakukan oleh perempuan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi? Perempuan sebagai elemen penting dan menentukan harus tetap mengambil peran di era ini, tanpa meninggalkan sisi feminitasnya. Perempuan harus memiliki keberanian melawan penjajahan moderen seperti penjajahan secara ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan sebagainya.

Perempuan yang merupakan kaum ibu harus mampu membentengi anak-anaknya dari pengaruh negatif teknologi informasi akibat dari disrupsi digital yang begitu besar. Diperlukan keimanan dan pengetahuan seorang ibu dalam hal ini sehingga ibu menjadi teladan dan memberi manfaat bagi anak-anaknya.

Setidaknya perempuan memiliki tiga peran aktif menghadapi era globalisasi, yaitu normatif, substantif, dan prestatif. Pertama peran normatif perempuan sebagai ibu rumah tangga, ibu bagi anaknya, dan pendamping bagi suaminya. Terbentuknya keluarga yang harmonis dan bahagia tidak lepas dari peran seorang perempuan sebagai ibu dan istri dalam mengurus keluarga. Sebagai seorang istri dan seorang ibu, perempuan berkewajiban mengurus keluarga, merawat anak-anaknya, dan mengurus kebutuhan suami dengan penuh kasih sayang. Ini merupakan peranan domestik wanita terkait dengan aktivitas internal rumah tangga.

Kedua peran substantif, yaitu peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dalam kontek kegiatan sosial. Perempuan memiliki hak untuk mengaktualisasikan diri di masyarakat. Perempuan juga bertindak saling menolong, bahu membahu untuk melakukan dakwah, gotong royong, dan melakukan kecakapan sosial lainnya.

Ketiga peran prestatif yaitu peran perempuan untuk mengembangkan prestasi dan karir sesuai dengan keahlian masing-masing. Realita saat ini perempuan di Indonesia berpeluang dalam menggapai peluang karir dan mengembangkan peran prestatif. Banyak profesi yang ditekuni oleh perempuan seperti guru, dosen, dokter, pengusaha, menteri, dan profesi-profesi lainnya .

Nah, ketika seorang perempuan bekerja di luar rumah itu harus sudah ada kesepakatan dalam keluarga. Kesepakatan inilah yang membuat ringan pekerjaan karena adanya pembagian tugas bagi masing-masing anggota keluarga. Ketiga peran itu akan dapat berjalan dengan baik asal sang perempuan tersebut dapat mengatur waktu, tidak menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh keluarga, dan tetap memegang teguh kodratnya sebagai ibu rumah tangga dan pendidik anak.

Maka perlu bagi perempuan menjadikan Tjut Nyak Dhien sebagai panutan terutama dari kecerdasannya dalam memimpin dan mendalami pengetahuan agama Islam. Tjut Nyak Dhien merupakan sosok perempuan disiplin dan luar biasa serta idealisme pantang menyerah. Sosok dan semangat seperti ini perlu diteladani dan diaplikasikan agar kaum perempuan cerdas dalam menata kehidupan rumah tangga, sosial dan karir. Selain itu keteladanan Tjut Nyak Dhien juga bisa diterapkan dalam kehidupan di bidang ekonomi, politik dan kepemimpinan.

Untuk meneladani Tjut Nyak Dhien perlu kerjasama semua pihak dan kaum perempuan hendaknya mampu meningkatkan kualitas seperti yang diperlihatkan oleh Tjut Nyak Dhien. Apalagi saat ini pemerintah sudah membuka ruang gerak bagi perempuan berkiprah di bidang politik dan ini harus dimanfaatkan dengan baik dan positif. Maka perempuan harus memiliki idealisme dan nasionalisme yang kokoh.

Semoga Tjut Nyak Dhien benar-benar menjadi teladan bagi perempuan Indonesia untuk tetap semangat dan tangguh dalam menjalani kehidupan di era globalisasi sekarang ini. Berbagai bentuk persoalan dan penjajahan moderen bisa dihadapi oleh perempuan Indonesia dengan keimanan, ketakwaan dan semangat nasionalisme yang tinggi sehingga menjadi srikandi dan pahlawan di era globalisasi. Semoga.

Selamat Hari Pahlawan Nasional

Penulis: Nasrul Hadi, SE, MM (Dosen Universitas Muhammadiyah Aceh dan Wakil Ketua KNPI Banda Aceh)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda